Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Farras Fadhilsyah
Jokowi [Sekretariat Presiden]

Baru-baru ini dihebohkan dengan isu Jokowi sedang marah dalam pidatonya kepada jajaran kementerian terhadap kinerjanya di masa Covid-19 atau virus corona.

Bahkan dalam video pidato ini sempat viral di masyarakat ataupun para politisi dikarenakan kemarahan Jokowi ini mengundang banyak spekulasi mengenai apa makna sebenarnya dari kemarahan Jokowi. Hal ini lumrah terjadi karena politik memiliki bahasa dan arti tersendiri, maka dari itu banyak asumsi dan juga prediksi atas reaksi kemarahan Presiden Jokowi.

Dalam cuplikan pidato Jokowi memang tone yang condong dalam isi pidato tersebut adalah nuansa kritik yang tendensius terhadap menteri-menterinya.

Selain itu di dalam pidatonya bahkan tidak segan Jokowi mengingatkan dengan isu reshuffle kabinet. Hal inilah yang menjadikan perbincangan publik dan maka dari itu penulis setidaknya menangkap beberapa point mengenai tafsiran politik Jokowi mengenai isi pidato tersebut.

Kinerja

Presiden Jokowi sejak awal pidatonya sangat tegas mengatakan bahwa kinerja kementerian-kementerian yang dimaksud Jokowi ada yang tidak memiliki progress yang baik, bahkan Jokowi menegur bahwa sepertinya ada mentri yang santai-santai saja dalam situasi genting seperti ini.

Presiden Jokowi terus mengatakan sense of crisis nya harus sama. Hal ini sesungguhnya menjadi kata kunci pertama bahwa isu perombakan kabinet bisa terjadi karena ada kementrian yang kinerjanya tidak baik di mata Jokowi.

Reshuffle Kabinet

Tentunya isu ini yang menjadi bahan perbincangan hangat oleh para politisi khususnya para partai pengusung pemerintah, ditambah lagi dalam cuplikan videonya sangat jelas Jokowi mengatakan tidak segan-segan untuk melakukan reshuffle kabinet.

Untuk kali ini terlihat bahwa niat Jokowi merombak kabinet dengan tujuan perbaikan kinerja karena memang beban pemerintah karena dampak Covid-19 ini sangat banyak sekali. Rasa-rasanya menurut penulis minim sekali tudingan bahwa Pak Jokowi merombak kabinet untuk kepentingan Political Sharing (politik bagi-bagi) bagi para elite-elite politik.

Tetapi dalam pengambilan keputusan reshuffle kabinet Jokowi harus tetap hati-hati dalam pengambilan keputusan apalagi jika nama menteri yang akan diganti adalah salah satu menteri elite partai politik, tentunya hal ini harus menjadi analisis skema sirkulasi elite.

Vilfredo Pareto dalam The Circulation of the Elite (dalam William D Perdue, 1986) mengingatkan bahwa proses sirkulasi elite itu hubunganya respirokal dan bersifat saling ketergantungan.

Maka dari itu dalam pengambilan keputusan ini khususnya menteri yang namanya berasal dari elite partai politik harus dihitung secara matang, jangan sampai dengan niat memperbaiki kinerja dan salah dalam mengambil keputusan maka bukan hal yang tidak mungkin dalam internal koalisi bisa terjadi keguncangan politik, terlebih salah satu nama menteri tersebut dari partai politik yang memiliki suara besar di dalam koalisi.

Perbaikan Citra Jokowi

Covid-19 ini banyak merugikan diberbagai aspek kehidupan manusia salah satunya adalah sektor politik yaitu citra kinerja pemerintah dalam menangani permasalahan ini.

Lagi-lagi masyarakat tahunya bahwa icon pemerintah adalah presiden, di mana baik atau buruknya situasi negara tergantung oleh kinerja pemerintah dan presiden yang menguasai penuh kekuasan pemerintahan.

Efek Covid-19 tentunya mendapatkan efek buruk terhadap presiden yaitu tentang citra kinerja pemerintahannya. Tetapi di dalam pidato tersebut penulis berpendapat bahwa makna tafsir politik pidato itu di antaranya presiden ingin mengatakan bahwa kesalahan pemerintah saat ini bukan hanya dikarenakan oleh presiden, tetapi juga karena kinerja menteri-menteri yang buruk.

Tentunya ini akan menjadi sebuah pembelaan Jokowi atas kinerjanya yang mungkin dalam 3 bulan terakhir buruk di mata masyarakat.

Harapan Besar

Harapan masyarakat terhadap pemerintah saat ini begitu besar agar situasi kembali pulih khususnya dalam bidang kesehatan dan ekonomi. Maka dari itu jika Jokowi ingin melakukan reshuffle kabinet untuk kebaikan masyarakat luas dan negara maka jangan ragu untuk melakukannya bahkan nama menteri dari elite partai politik sekalipun.

Tetapi dalam pengambilan keputusan politik Jokowi juga harus tetap hati-hati, jangan sampai dalam pengambilan keputusan yang tidak tepat akan menjadikan conflict of interest di dalam kubu internal koalisi.

Penulis: Muhammad Farras Fadhilsyah ( Anggota Bidang Komunikasi Kajian Kopi Malam & Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia)

Farras Fadhilsyah