Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | hayin nada n
Edukasi Covid-19 secara door-to-door (dok istimewa)

Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) dari Universitas Muhammadiyah Malang kelompok 19 telah mengadakan penyuluhan atau edukasi kepada masyarakat Desa Peterongan, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Tema yang diangkat kali ini yaitu edukasi terkait menyikapi hoax dan stigma negatif yang beredar di masyarakat terhadap Covid-19. Edukasi yang diadakan oleh Rizma dan kawan-kawan itu dilaksanakan pada hari Kamis, 29 Juli 2020 secara door-to-door ke rumah warga Desa Peterongan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada.

Edukasi menggunakan media cetak poster tersebut diterima masyarakat dengan sangat antusias, tampak masyarakat aktif bertanya setelah dijelaskan materi edukasi.

Ada 5 cara mendeteksi informasi hoax yang beredar di masyarakat, di antaranya yaitu:

  1. Berita hoax biasanya mengandung judul sensasional yang provokatif. Tak jarang isinya diambil dari berita media resmi, namun diubah agar menimbulkan persepsi sesuai kehendak pembuat hoax.
  2. Platform facebook memiliki sejumlah fanpage dan grub diskusi antihoax seperti forum anti fitnah, hasut dan hoax (FAFHH), fanpage & grub Indonesia Hoax Buster, Fanpage Indonesian Pengguna internet bisa bertanya soal kebenaran informasi atau ikut dalam diskusi soal hoax.
  3. Perhatikan keberimbangan sumber berita agar pembaca mendapat gambaran utuh. Semakin banyak fakta yang termuat disebuah berita, maka semakin kredibel informasi tersebut.
  4. Tak jarang foto dan video hoax beredar disertai keterangan yang telat diubah. Cara termudah mengecek keasliannya yakni bisa menggunakan Google Image lalu menyeret foto yang dimaksud ke kolom pencarian.
  5. Jika informasi yang disebarkan mencantumkan alamat URL, telusuri link yang dimaksud. Apabila situs menggunakan domain blog, maka informasi bisa dikatakan meragukan. Pengguna internet juga bisa melakukan verfikasi melalui situs dewan pers dengan cara mengetikkan laman situs.

Stigma negatif pada saat Covid-19 terjadi ada pasien Covid-19, suspect Covid-19, serta tenaga medis yang menangani pasien Covid-19. Stigma negatif yang diberikan hanya akan memperparah keadaan baik secara mental maupun pada penyebaran penyakit itu sendiri. Pasien Covid-19 mengaku merasa tertekan dengan adanya stigma negatif ini akibat foto-fotonya disebarluaskan oleh pihak tertentu.

Tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 juga mengalami berbagai tindakan masyarakat yang kurang baik misalnya diusir dari kontrakan, dikucilkan masyarakat, dan sebagainya. Beberapa pasien suspect Covid-19 juga mengalami tekanan psikologis dari lingkungan sekitar.

Hal ini terjadi karena masyarakat sering mendapatkan berbagai berita negatif tentang penyakit ini meskipun dari data yang ada IDI (Ikatan Dokter Indonesia) menyebutkan kemungkinan sembuh penyakit ini adalah 97%. Stigmatisasi tersebut sangat berdampak terhadap imunitas seseorang yang terkait Covid-19 dan akan berpengaruh dalam proses penyembuhan pasien Covid-19.

Hayin, salah satu anggota mengatakan tujuan dari dilakukannya edukasi ini untuk mematahkan pikiran negatif masyarakat khususnya terkait hoax yang sudah meluas. Diharapkan dengan adanya edukasi ini, masyarakat bisa memilah mana berita yang benar dan yang tidak, juga diharapkan masyarakat bisa lebih bijak dalam menanggapi berita hoax tersebut.

“Kami berharap, warga nggak langsung percaya kalau dapat berita tanpa ada sumber yang jelas, apalagi zaman sekarang teknologi sudah semakin canggih, berita bisa menyebar luas kapan saja dan dimana saja, nggak hanya dari mulut ke mulut aja,” ucap Hayin.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam menyikapi stigma negatif di antaranya yaitu:

  1. Memberi edukasi kepada masyarakat terkait Covid-19 secara holistik dan komprehensif dengan menggunakan media cetak ataupun elektronik
  2. Membagi dan menyebarluaskan fakta atau berita valid yang sumbernya jelas, misal bersumber dari Kemenkes RI, Kominfo, maupun dari WHO (World Health Organization) untuk membantu mengurangi ketakutan dan kecemasan
  3. Bantu masyarakat untuk menghindari hoax dan informasi yang salah
  4. Bantu hilangkan stigma pada kelompok orang yang dipersepsikan sebagai pembawa virus
  5. Bantu agar setiap keluarga dapat memiliki sarana dan mau menerapkan prinsip perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari
  6. Bantu agar warga tahu apa yang harus dilakukan bila mengalami gejala
  7. Identifikasi kelompok warga yang berisiko tinggi: kelompok lansia (lanjut usia) dan mereka dengan penyakit menahun (kronis) seperti diabetes, penyakit jantung, paru-paru dan informasikan cara mengurangi risiko tertular virus corona

Mencegah dan menghentikan stigma di sekitar kita tidak sulit bila semua pihak bersatu padu dalam berkomitmen untuk tidak menyebarkan prasangka dan kebencian pada kelompok tertentu yang terkait dengan Covid-19. Kita semua dapat ikut berperan untuk meminimalisir stigma negatif tersebut demi upaya bersama menanggulangi pandemi Covid-19.

Program Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) ini merupakan kegiatan pengganti KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang berada dibawah naungan Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) UMM dan terdiri dari berbagai macam skema yang salah satunya adalah PMM Bhaktimu Negeri, seperti yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa FK UMM semester 6 pada PMM Kelompok 19 tersebut.

Kegiatan ini diawasi dan dibimbing langsung oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Setyo Wahyu S, SE., ME. Kegiatan PMM yang dilakukan oleh Kelompok 19 dilakukan selama kurang lebih 40 hari, yang tentunya diisi dengan berbagai kegiatan menarik dan pastinya bermanfaat khususnya bagi Desa Peterongan, Jombang. Kelompok mereka juga membuat platform di media sosial Instagram dan youtube yang bisa dipantau dan diakses kapanpun dan dimanapun, semua informasi seputar PMM UMM Kelompok 19 selalu diupdate melalui akun instagram: @pmm.umm.kel19 dan di kanal youtube: PMM UMM Kelompok 19.

hayin nada n