Hingga tanggal 4 Oktober 2020 informasi yang diperoleh bahwa dokter yang meninggal karena Covid-19 berjumlah mencapai 130 dokter. Dengan jumlah tersebut menandakan kematian ini merupakan yang tertinggi se-Asia. Kabar ini menyentak kita semua karena dalam kondisi ini profesi dokter dan tenaga kesehatan sangat dibutuhkan tenaga dan pikirannya.
Di balik informasi kematian dokter ini, justru informasi tidak sedap terus berkembang di sebagian besar masyarakat kita bahwa Covid-19 ini sangat tidak berbahaya bahkan justru hanya sebuah konspirasi yang juga menuding keterlibatan tenaga dokter baik secara individu maupun institusi.
Melansir dari CNN Indonesia bahwa Kepala Staf Presiden Moeldoko meminta agar rumah sakit jujur terhadap data kematian pasien di tengah pandemi Covid-19 untuk mencegah keresahan di masyarakat. Moeldoko menegaskan agar laporan kematian pasien tak selalu dikaitkan dengan Covid-19 sebagai penyebabnya.
Sangat disayangkan rumor ini terus menjadi pro dan kontra yang berdampak pada tenaga medis kita pada masa genting seperti saat ini. Informasi tentang permainan data dan covidkan pasien semakin menambah panjang deretan kasus yang justru berdampak pada semakin ketidakpercayaan masyarakat dengan profesi dokter.
Persepsi Masyarakat tentang Profesi Dokter
Banyak isu/rumor yang kita dengar sejak beberapa bulan yang lalu, bahwa ada keluarga pasien yang meninggal diminta mengakui dengan menandatangani pernyataan bahwa korban meninggal tersebut penyebabnya Covid-19, meskipun pada kenyataannya bukan karena Covid-19, dengan diimingi sejumlah uang.
Informasi tersebut ternyata ada di beberapa provinsi dan dengan cepat menyebar ke provinsi lain, yang semakin memberatkan pekerjaan dokter karena mengakibatkan masyarakat semakin yakin bahwa Covid-19 ini hanya sebuah cerita yang direkayasa.
Hal ini sangat disayangkan, jika ada oknum dokter atau bahkan dari pihak rumah sakit yang mengambil keuntungan dari kondisi Covid-19 ini, karena hal ini secara langsung menyebabkan perlawanan dari masyarakat yang tidak peduli dengan protol kesehatan yang menyebabkan semakin banyak pasien yang harus ditangani pihak dokter dan tenaga kesehatan.
Tindakan Meredam Rumor
Dalam situasi dan kondisi yang tidak pasti seperti saat ini, seharusnya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), aparat dan penegak hokum tidak perlu melaporkan hingga menindak/menjatuhkan hukuman dari pihak masyarakat yang bukan berprofesi dokter yang tidak percaya dengan coivd19 ini.
Jika ada oknum dokter yang mengeluarkan statement yang tidak sesuai kenyataan, maka IDI memang harus memberi sanksi terhadap dokter tersebut. Namun, jika itu keluar dari masyarakat tidak perlu diberi sanksi mengingat pernyataan dan tindakan masyarakat juga dilatarbelakangi isu yang beredar.
Dalam kondisi seperti ini seharusnya yang dilakukan dokter melalui IDI adalah terus memberikan edukasi dan sosialisasi yang tepat kepada masyarakat, agar tidak menambah antipati sebagian masyarakat akan kehadiran dokter yang dianggap “lebay” dalam menyikapi kondisi ini. Mengingat secara data statistik dari BPS bahwa masyarakat Indonesia sebelum masuknya Covid-19 saja tidak sampai 30 persen yang memilih berobat secara medis/ke rumah sakit jika sakit.
Alasan yang menguatkan adalah karena faktor ekonomi, pengetahuan, serta karena pengalaman yang mungkin berkembang antar orang ke keluarga tentang dampak-dampak negatif dari tindakan medis, serta sering terjadinya malpraktek, dan “main mata” medical representative (MedRep) dengan pihak dokter yang membuat pasien merasa hanya sebagai ajang uji coba dan lahan bisnis obat, hingga banyaknya pengobatan alternatif dan herbal yang muncul hingga saat ini yang sangat diminati banyak kalangan.
Investigasi Rumor
Pemerintah melalui aparat dan penegak hukum harus hadir dalam tindakan yang nyata dan cepat untuk meredam rumor yang berkembang. Meskipun seluruh dunia juga mengalami beratnya menghadapi pandemi ini, namun Indonesia harus memiliki cara tersendiri dalam menghadapi permasalahan pandemi ini. Tidak melulu harus mengikuti cara-cara yang dilakukan negara lain yang sudah pasti mempunyai type masyarakat yang berbeda.
Pemerintah bisa saja membuka hotline untuk pengaduan masyarakat, jika memang benar ada oknum dokter atau rumah sakit yang bermain di situasi pandemi ini yang memaksa pihak keluarga mengakui jika korban/pasien terkena Covid-19 dengan menjanjikan uang, maka oknum tersebut harus ditindak dan melindungi pelapor.
Dukungan bagi Profesi Dokter
Sebagaimana kita ketahui, yang namanya oknum selalu ada dimana saja, tidak hanya profesi dokter. Seperti profesi akuntan, sejak tahun 2000 awal yang pada saat itu kasus Enron merebak yang ternyata melibatkan akuntan untuk melakukan kecurangan dengan perekayasaan laporan keuangan. Dan kasus-kasus Xerox Corporation, WorldCom, Volkswagn dan Jerome Kerviel yang terjadi di Amerika Sertikat, Perusahaan Real Estate di Singapore.
Di Indonesia sendiri di tahun-tahun yang sama terjadi pula seperti kasus PT Kerata Api Indonesia, PT Telkom, PT Kimia Farma, Indo Farma, PT Pupuk Sriwidjaya (Persero).
Hingga sekarang kasus-kasus kecurangan dari akuntan tetap saja terjadi terutama melalui perusahaan-perusahaan plat merah yang menguras energi dan pemikiran masyarakat yang ikut mengulas permasalahan ini karena berdampak cukup besar, seperti PT Garuda dan Asuransi Jiwasraya.
Namun, yang namanya profesi dengan mengedepankan kompetensi tetap saja dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat terutama yang terkait dengan perekonomian.
Seperti halnya akuntan, meskipun profesi akuntan pernah di posisi titik nadir terendah di awal tahun 2000, ternyata hingga saat ini mahasiswa yang memilih program studi akuntansi yang ditawarkan banyak universitas dan sekolah tinggi tidak sepi peminat. Karena begitu pentingnya peran profesi akuntan.
Begitu pula dokter, untuk menumbuhkan perekonomian sebuah negara sudah pasti kesehatan fisik harus diutamakan. Dan peran dokter sangat diharapkan dalam edukasi kesehatan dan pengobatan.
Dan, pandemi ini dengan isu permainan rumah sakit adalah masa ujian terberat integritas dari profesi dokter. Bagaimana pun profesi dokter dengan keilmuannya sangat dibutuhkan, Karena untuk mendapatkan diagnosa sebuah penyakit masih banyak masyarakat kita yang memilih dokter, meskipun pengobatannya dengan menggunakan alternatif/tradisional dan juga obat herbal.
Sehingga seluruh masyarakat terutama pemerintah harus tetap memberikan dukungan penuh yang berimbang kepada seluruh dokter dan tenaga kesehatan kita, agar kita tidak kehilangan banyak tenaga professional dokter dan tenaga medis, mengingat untuk mencetak seorang dokter membutuhkan waktu yang sangat lama.
Oleh: Trismayarni Elen S.E., M.Si/Praktisi dan Akademisi Akuntan
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Apa Saja Bisnis Shella Saukia, Sampai Berani Biayai Umrah Transgender Isa Zega
-
Kisah Derek Pfaff, Pria AS yang Berhasil Lakukan Transplantasi Wajah Setelah Mencoba Bunuh Diri
-
BRI REI Expo Hadir di Jambi, Banyak Promo KPR hingga Aneka Hiburan
-
Viral Sosok Hitam Menyerupai Anak Kecil Terekam CCTV Rumah Sakit, Benarkah Itu Hantu atau Fenomena Pareidolia?
-
Terapkan Bisnis Berkelanjutan Unilever Indonesia Raih "The Best Listed Company Based on ESG Score"
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
Makna Perjuangan yang Tak Kenal Lelah di Lagu Baru Jin BTS 'Running Wild', Sudah Dengarkan?
-
Ulasan Buku 'Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja', Bagikan Tips Jago Berkomunikasi
-
Puncak FFI 2024: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Sapu Bersih 7 Piala Citra
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans