Rilis data Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal November 2021, menunjukan bahwa perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,51% (yoy) pada triwulan III tahun 2021, meski terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi jika dibanding pada triwulan II tahun 2021 yang menunjukkan angka sangat optimis.
Dari pertumbuhan ekonomi triwulan III terlihat salah satu faktor yang berkontribusi melambatnya perekonomian Indonesia yaitu konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh sebesar 1,03% (yoy) dimana lebih rendah dibanding triwulan II 2021 sebesar 5,96% (yoy).
Angka konsumsi rumah tangga sangat dipengaruhi daya beli masyarakat khususnya masyarakat ekonomi menengah dan bawah. Dengan diberlakukannya PPKM ketat Juni 2021 pasca lebaran maka praktis menekan mobilitas masyarakat Indonesia khususnya di pulau Jawa, yang sangat mempengaruhi kegiatan jual beli di masyarakat.
Melihat perkembangan pandemi di Indonesia juga secara global, maka bisa dipastikan pemulihan ekonomi Indonesia secara merata masih terasa berat di tahun-tahun mendatang, membutuhkan waktu 2 – 3 tahun untuk ekonomi kembali ke sedia kala.
Selain itu dengan perkembangan varian Omicron yang sudah masuk ke Indonesia dan di Jakarta sudah mulai memberlakukan PPKM, pastinya akan memberi dampak pada pertumbuhan ekonomi. Sedangkan Jakarta merupakan barometer ekonomi Indonesia.
Dampak PPKM Berkepanjangan
Sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia bulan Maret 2020, semua aktifitas di luar rumah terhenti, dan hingga sekarang aktifitas di luar rumah secara terus menerus masih dibatasi meski angka vaksinasi terus meningkat.
Pembatasan kegiatan masyarakat sangat dirasakan para ibu rumah tangga. Seperti menghadapi permasalahan yang berlapis-lapis, para ibu harus segera mengatasi beban hidup dari sisi materi juga psikis.
Banyak para ibu yang mengalami tekanan psikis karena aturan sekolah daring hingga saat ini masih terus berlangsung, terutama yang memiliki anak di usia 6-12 tahun, meski di beberapa daerah sudah mulai melakukan belajar offline secara bergilir.
Semula banyak ibu yang menaruh harapan besar jika pandemi berakhir maka sekolah tatap muka (PTM) bisa dimulai untuk sedikit mengurai permasalahan yang membelit para ibu. Dengan PTM berharap kegiatan belajar memberi pertumbuhan baik bagi anak-anak di kemudian hari.
Namun dengan meningkatnya kasus Omicron maka PTM justru memberi kekhawatiran tersendiri seperti awal-awal pandemi merebak di Indonesia, yang menyebabkan beban pikiran para ibu tetap sama, dimana selain kekhawatiran penularan penyakit kepada anak-anak, juga permasalahan ekonomi.
Bagaimana tidak, dengan aturan sekolah daring saja, harus menguras ekonomi keluarga karena harus membeli perangkat atau device seperti laptop atau handphone tambahan, termasuk berkaitan dengan pulsa untuk pemenuhan kuota internet, apalagi jika memiliki anak lebih dari 1 dengan rentang usia yang berdekatan.
Sedangkan di masa-masa pandemi ini, banyak orang yang kehilangan pekerjaan atau juga berkurangnya penghasilan baik yang memiliki usaha sendiri ataupun karyawan dari gaji. Jika para bapak atau suami yang di PHK dan mengalami penurunan penghasilan usaha atau gaji maka pasti beban ibu semakin bertambah, karena harus pintar-pintar mengelola keuangan yang pas-pasan.
Sarana Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur Pada Anak
Dengan mendampingi anak-anak belajar online, secara tidak langsung memaksa para ibu untuk melek teknologi informasi. Sebenarnya kondisi ini memberi manfaat yang besar bagi para ibu karena dengan sendirinya memunculkan ide-ide bisnis online di masa pandemi ini.
Kemampuan multitasking yang dimiliki wanita khususnya yang sudah berstatus ibu, sangat terlihat di masa pandemi ini. Karena banyak para ibu yang semula tidak memiliki aktifitas bisnis, namun tiba-tiba melakukan bisnis dari rumah, seperti membuka warung kelontong, warung makan hingga berjualan secara online. Himpitan ekonomi memaksa para ibu turut serta menjadi penopang ekonomi keluarga.
Pandemi sebenarnya bisa menjadi sebuah tantangan dan sarana para ibu untuk melibatkan anak-anak mereka sejak dini dalam proses bisnis yang dijalaninya. Karena bagaimana pun lahirnya para pengusaha sukses disebabkan anak-anak yang sudah terlibat aktifitas bisnis sejak usia dini.
Kebanyakan kasus yang ada di masyarakat bahwa ibu sangatlah berperan sebagai orangtua yang dominan untuk dapat mengajak anak agar terlibat di dalam aktifitas bisnis/wirausaha keluarga, agar terbentuk ke dalam diri anak bahwa menjadi pengusaha merupakan pilihan dalam berkarir, (Ningrum, 2017).
Menurut data Kemenko PMK tahun 2020 bahwa sekitar dari 60% pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) adalah perempuan, yang mana 3 sektor unggulan yang dikuasai adalah fashion, kuliner, dan kriya.
Pada akhirnya, peran ganda ibu semakin teruji dan dibutuhkan pada masa pandemi sejak tahun 2020. Karena ibu yang harus tetap menjaga psikologisnya, selain untuk mendampingi anak-anak yang masih ada bersekolah daring, dan harus juga menjadi teman main anak-anak mereka agar anak-anak mereka lebih betah di rumah, mengingat anak-anak yang masih belum leluasa bermain dan berkumpul di sekolah juga di luar rumah dengan teman-teman sebaya mereka..
Para ibu dengan kekuatan mental dan jiwanya juga harus memahami dan memberi ketenangan bagi suami mereka, terutama yang terdampak PHK atau penurunan penghasilan dari bisnis, agar perlahan para suami yang sekaligus berstatus ayah bisa bangkit dan tetap semangat untuk mencari pekerjaan lain atau tetap memiliki semangat menjalani aktifitas bisnis demi melanjutkan kehidupan mereka.
Juga para ibu yang semula tidak pernah berbisnis, maka dalam kondisi pandemi ini menjadi memiliki ide dan kekuatan untuk turut serta membantu suami dengan berbisnis agar mendapatkan penghasilan lainnya agar kebutuhan pokok rumah tangga tetap bisa terpenuhi.
Hingga ketika para ibu ikut serta bergerak dari langkah yang paling kecil melakukan aktifitas bisnis dari rumah, kemudian melibatkan anak-anak mereka sehingga muncul jiwa wirausaha pada anak. Jika itu dilakukan secara konsisten maka sudah pasti akan muncul bibit-bibit pengusaha baru yang mandiri dan tangguh dalam menghadapi situasi sulit yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, baik jangka pendek juga jangka panjang.
Baca Juga
-
Dampak Impor Kain Ilegal bagi Perkembangan Bisnis Fashion Muslim Lokal
-
Larangan Ekspor Minyak Sawit: Untuk Mafia, Pengusaha, atau Rumah Tangga?
-
Masjid dan Lokomotif Ekonomi Bangkit Pasca Covid-19
-
MotoGP Mandalika 2022: Ekonomi NTB Menggeliat atau Jalan di Tempat?
-
Sajak: Pandemi dan Takbir Lirih Anak Negeri
Artikel Terkait
-
Indonesia Disebut Surga Baru untuk Teknologi Blockchain di Asia Tenggara
-
Legislator Nilai Wacana Kebijakan Rokok Baru Bisa Hambat Target Pertumbuhan Ekonomi 8%
-
SCG Dorong Ekonomi Hijau Indonesia Melalui ESG Symposium 2024 untuk Capai Indonesia Emas 2045
-
Tiko Anak Ibu Eny Tolak Pekerjaan Bergaji Besar, Alasannya Bikin Salut: Mental Orang Kaya
-
Ekonomi Babel Makin Terpuruk, Tata Niaga Timah Jadi Biang Kerok
Kolom
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Regenerasi Terhambat: Dinasti Politik di Balik Layar Demokrasi
-
Tren Childfree di Indonesia Melonjak, Sejauh Mana Negara Hadir?
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
Terkini
-
Makna Perjuangan yang Tak Kenal Lelah di Lagu Baru Jin BTS 'Running Wild', Sudah Dengarkan?
-
Ulasan Buku 'Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja', Bagikan Tips Jago Berkomunikasi
-
Puncak FFI 2024: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Sapu Bersih 7 Piala Citra
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans
-
3 Rekomendasi Oil Serum Lokal Ampuh Meredakan Jerawat, Tertarik Mencoba?