Teori moneter singkatnya merupakan teori mengenai bekerjanya pasar uang yang mana sebagai pertemuan antara permintaan dan penawaran uang dan terjadi transaksi.
Dalam rangka mencapai dan menstabilkan nilai Rupiah, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasionalnya setelah sebelumnya menggunakan uang primer.
Sebagaimana tercantum melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7. Kestabilan rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Yang menjadi tujuan akhir baik dari kebijakan moneter ataupun fiskal ialah tercapainya laju inflasi yang rendah, tingkat kegiatan ekonomi (produksi) yang tinggi serta neraca pembayaran yang seimbang. Dalam mencapai tujuan tersebut, kebijakan moneter memegang peranan penting disamping kebijakan fiskal.
Dalam buku Ekonomi Moneter (2018) karya Boediono, dijelaskan bahwa kebanyakan Ekonom termasuk kelompok Monetarist berpendapat bahwa kebijakan moneter bekerja dengan lambat sehingga jarak waktu antara tindakan dengan pengaruhnya pada aspek sasaran akhirnya panjang.
Untuk itu perlu adanya sasaran antara agar dapat memonitor perkembangannya sebagai indikator awal. Dua sasaran antara itu ialah tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
Antara tingkat bunga atau jumlah uang yang beredar, sasaran manakah yang tepat digunakan dalam kebijakan moneter ?
Tingkat bunga yang stabil menunjukkan bahwa situasi pasar uang tenang dan ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Apabila situasi diluar sektor moneter adalah normal, sasaran akhir atau tujuan akhir seperti harga, output dan neraca pembayaran juga akan berada pada kondisi stabil.
Karena itu, memelihara kestabilan tingkat bunga yang berlaku dipasar uang bisa dijadikan sasaran antara dalam kebijakan moneter. Maksudnya mengendalikan tingkat bunga di pasar berada dalam batas-batas yang ditargetkan oleh Otoritas Moneter.
Menurut Keynes mengenai pasar uang, cara mengendalikan tingkat bunga dilakukan dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar. Pengaruh langsung dari tambahan jumlah uang beredar adalah pada tingkat bunga, dan baru kemudian tingkat bunga menentukan tingkat investasi selanjutnya menentukan permintaan agregat dan akhirnya menentukan tingkat harga dan output (GDP).
Sasaran lainnya yaitu jumlah uang yang beredar. Kelompok Monetarist mendukung penggunaan jumlah uang beredar sebagai sasaran antara dalam kebijakan moneter. Jumlah uang yang beredar dipengaruhi perilaku masyarakat dalam pengeluarannya untuk barang dan jasa.
Naik turunnya pengeluaran masyarakat menentukan perkembangan harga dan output. Kelompok Monetarist mengatakan bahwa dalam jangka panjang jumlah uang beredar merupakan sasaran yang lebih baik. Artinya sasaran akhir lebih bisa terjamin apabila kita bisa mengendalikan kestabilan laju pertumbuhan uang yang beredar dalam jangka panjang.
Menurut berita yang dilansir dari Kompas.com (13/12/2020), Baru-baru ini muncul isu Rush Money, dimana masyarakat menarik atau mengambil uang tabungannya dalam skala besar di Bank. Kondisi ini terjadi apabila negara mengalami ketidakstabilan keuangan.
Dampak yang ditimbulkan dari Rush Money berimbas pada terjadinya resesi ekonomi yang akan menyulitkan masyarakat luas. Dengan tidak ada nya cadangan dana tunai, Bank tidak dapat melayani nasabah yang menarik dananya, sehingga kemungkinan terburuknya ialah harus menjual asset-asetnya.
Untuk itu perlu adanya kestabilan keuangan dengan menstabilkan tingkat bunga berarti perlu menambah uang beredar apabila permintaan akan uang meningkat dan sebaliknya.
Jelas bahwa sumber ketidakstabilan perekonomian terutama bersifat moneter (ketidakstabilan permintaan akan uang) atau bersifat non-moneter (ketidakstabilan dipasar investasi) sangat membantu dalam menentukan apakah tingkat bunga atau jumlah uang beredar tepat digunakan sebagai sasaran kebijakan moneter. Dengan tingkat bunga atau jumlah uang beredar yang stabil, maka tujuan akhir seperti harga, output, dan neraca pembayaran akan stabil, perekonomian pun stabil.
Oleh : Sri Nur Aini/Mahasiswi S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Gapai Kebebasan Finansial di Masa Depan Lewat Investasi dan Trading Saham di BRIGHTS
-
Mendagri Apresiasi Inflasi Nasional Terkendali, Oktober 2024 Capai 1,71 Persen
-
Prabowo Presiden, Oktober Langsung Inflasi 0,08 Persen
-
Mendagri Targetkan Inflasi 2,5 Persen: Bawa Nama Baik Kepala Daerah
-
Dharma Pongrekun Sebut 7 Cara Tangani Inflasi Pangan di Jakarta, Kerjasama Sawah Jadi Fokus
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
Makna Perjuangan yang Tak Kenal Lelah di Lagu Baru Jin BTS 'Running Wild', Sudah Dengarkan?
-
Ulasan Buku 'Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja', Bagikan Tips Jago Berkomunikasi
-
Puncak FFI 2024: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Sapu Bersih 7 Piala Citra
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans