Salah satu kearifan lokal dan pengetahuan tradisi di daerah Lamongan Jawa Timur adalah sebuah simbol. Simbol Singo Mengkok merupakan simbol yang banyak ditemukan di berbagai kesenian di Lamongan. Simbol ini merupakan warisan dari Sunan Drajat yang memiliki nama asli Raden Qosim.
Simbol ini berbentuk singa yang sedang membungkuk. Menurut Kabid Kebudayaan Disparbud Lamongan, Mifta Alamudin dalam detik.com, makna dari singo mengkok adalah bahwa singa itu berarti tingkah laku kehewanan. Yang dimaksud adalah hawa nafsu manusia. Sedangkan membungkuk ini bengkok atau menunduk.
Arti dari Singo Mengkok sendiri adalah singa yang sedang menahan hawa nafsu dan tunduk di hadapan Allah (Sudjarwo, 2020). Pendapat lain mengatakan bahwa makna singa yang membungkuk itu adalah manusia yang kuat adalah manusia yang dapat menundukkan hawa nafsunya (Ainiyah dkk, 2019).
Awal dari dakwah Sunan Drajat yang memakai simbol ini adalah penggunaannya sebagai motif di gamelan milik beliau. Simbol Singo Mengkok terletak di bagian bawah dari gamelan. Gamelan ini menjadi alat dakwah dari Suna Drajat yang digunakan untuk mengiringi nyanyian atau tembang. Tembang tersebut adalah tempang pangkur.
Tembang Pangkur merupakan tembang yang berisi nilai-nilai yang terkandug dalam Al-Qur’an. Selain dinyanyikan dalam dakwahnya, tembang ini juga digunakan Sunan Drajat yang menyindir warganya karena lebih mementingkan dunianya. Sunan Drajat juga biasanya melafalkan tembang ini saat berkeliling desa untuk melihat aktivitas warga (Ainiyah dkk, 2019).
Gamelan yang memiliki motif singo mengkok memegang peranan penting dalam dakwah Sunan Drajat dengan menggunakan tembang pangkur. Gamelan itu saat ini berada di Museum yang ada di area pemakaman Sunan Drajat. Gamelan ini dikonservasi oleh BPCB Jawa Timur. Terdapat 26 buah gamelan diantaranya 12 buah berbahan kayu, 3 buah berbahan perunggu, 11 buah berbahan besi (Sudjarwo, 2020).
Daftar Rujukan
- Drajat. Ksatra: Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra,1(2), hlm. 84-86. Dari https://jurnal.stkippgribl.ac.id/index.php/ksatra/article/view/423/319.
- Kristiyanto, Noer. 2017. Kedudukan Kearifan Lokal dan Peranan Masyarakat dalam Penataan Ruang di Daerah. Jurnal Rechtsvinding, 6(2), hlm. 163. Dari https://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/index.php/jrv/article/view/172.
- Mulya, F. I. N. 2020. Kajian Historis: Tari Mayang Madu sebagai Kesenian Khas Kabupaten Lamongan tahun 2005-2016. Junnal Avatara, 9(1), hlm. 2-8. Dari https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/34902/31035.
- Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Artikel Terkait
-
PSI Tapsel Salurkan Bantuan ke Sangkunur, Sejumlah Desa Masih Terisolasi
-
Perayaan Hanukkah Berdarah di Bondi Beach: 9 Tewas, Diduga Target Komunitas Yahudi?
-
Final SEA Games 2025: Hajar Ganda Malaysia, Sabar/Reza Persembahkan Emas ke-37
-
Horor di Bondi Beach: Penembakan Brutal di Pantai Ikonik Australia, 9 Orang Tewas
-
Klasemen BRI Super League Pekan ke-13 Usai Persib Bandung Disikat Malut United
News
-
Saat Gen Z Jogja Melawan Stres dengan Merangkai 'Mini Hutan'
-
Teman Sintas, Ruang Aman Berbasis Komunitas untuk Mendampingi Penyintas
-
Dampak Jangka Panjang Bullying: Dari Depresi hingga PTSD pada Remaja
-
Cerita Ruangkan, Solusi dari Bayang-Bayang Burnout dalam Hustle Culture
-
Muda, Berbudaya, dan Adaptif: Tukar Akar Hadirkan Sastra yang Lebih Inklusif
Terkini
-
Sekolah Darurat Pembullyan, Kritik Film Dokumenter 'Bully'
-
Redmi TV X 2026 Resmi Rilis: Harga Rp 5 Jutaan, Bawa Panel Mini LED 55 Inci
-
6 HP Rp 7-10 Jutaan Terbaik 2025: Mana yang Masih Worth It Dibeli di 2026?
-
Review Film 13 Days, 13 Nights: Ketegangan Evakuasi di Tengah Badai Taliban
-
Debut Sutradara Lewat Film Timur, Iko Uwais Tuai Pujian: Nggak Kalah Keren dari Jadi Aktor!