Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Fikry Asyaif H
Reformasi birokrasi (dok. istimewa)

Jika melihat kembali di waktu era Orba (Orde Baru) hingga menjelang masa transisi di tahun 1998, kondisi birokrasi di indonesia bisa dikatakan kacau. Briokrasi di Indonesia menderita sakit bureaumania dalam ketergantungan inefisiensi, praktik KKN atau korupsi kolusi dan nepotisme, serta maraknya penyalahgunaan wewenang kekuasaan oleh para birokrat. Padahal jika melihat pada konteks umum, birokrasi berperan sebagai public service yang berkeadilan dan netral tidak memihak terhadap pemenangan partai politik manapun.

Memasuki tahun ke-23 (dua pulu tiga) reformasi birokrasi, tentu sudah banyak perubahan yang terjadi. Sejak lengsernya presiden Soeharto hingga sampai masa presiden Joko Widodo, tampak jelas bahwa reformasi birokrasi belum sepenuhnya optimal. Secara garis besar kosep reformasi birokrasi merupakan sebuah harapan daripada masyarakat terhadap pemerintah agar mampu memerangi penayalahgunaan kewenangan serta memerangi praktik KKN serta membentuk pemerintahan yang bersih dan pelayanan publik yang efisien, efektif dan responsif.

Pandemi Covid-19 yang masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Dengan kurun waktu hampir satu tahun Indonesia masih hidup berdekatan dengan virus tersebut. Sejak diberlakukannya protokol kesehatan, social distancing, PSBB hingga saat ini era vaksinasi pada dasarnya Indonesia belum terbebas dari pandemi. Namun jika mengkaji dai sisi lain terlepas dari pandemi, Indonesia seharusnya mampu menjadikan momentum ini sebagai perbaikan atau peningkatan dari reformasi birokrasi baik dari sisi birokrat maupun sisi pelayanan publik.

Pelayanan publik merupakan suatu rangkaian atau kegiatan yang pada prinsipnya menjadi tanggungjawab pemerintah terhadap masyarakat. Dengan begitu secara konsep pelayanan publik harus mampu memberikan pelayanan dalam siatuasi apapun karena pada dasarnya masyarakat dalam pola hidup bernegara akan membutuhkan pelayanan publik dalam suatu kepentingannya. Dalam memberikan suatu pelayanan publik, proses peningkatan kualitas pelayanan publik tentu tetap harus di upgrading baik secara sistem maupun SDM pemerintahannya. Hal ini dikarenakan pemerintah memiliki tanggung jawab didalamnya guna memastikan bahwa pelayanan publik tetap berjalan dengan baik serta terciptanya keadilan serta kepastian hukum bagi masyarakat sesuai dengan ketentuan undang-undang.Dengan melihat sisi antara pembatasan interaksi sosial yang harus diterapkan dalam proses pelayanan publik dan melihat peluang kemajuan teknologi informasi di era 4.0 ini tentu Indonesia harus mampu menjawab peluang tersebut.

Pandemi Covid-19 secara nyata telah mengubah tatanan sistem pemerintahan,administrasi serta pola kerja dalam lingkup instansi pemerintahan. Dengan adanya peraturan pemerintah tentang mewujudkan Physical Distancing, mau tidak mau seluruh proses pelayanan dirubah secara sistem. Penggunaan teknologi, serta penerapan protokol kesehatan menjadi salah satu cara untuk tetap menerapkan proses pelayanan publik.Pemerintah dituntut harus mampu memberikan pelayanan secara maksimal terhadap masyarakat dengan catatan tetap sesuai protokol kesehatan.

Pandemi Covid-19 seakan menjadi titik temu dari peningkatan reformasi birokrasi dalam konteks kualitas dalam pelayanan publik. Pelayanan publik yang selama ini dilakukan secara langsung individual to institution seakan dipaksa dibatasi bahkan beralih dengan menerapkan basis sistem teknologi online. Sejak pada  tanggal  9  Juni  2003,  Presiden  ke Lima Republik Indonesia, Megawati  Soekarnoputri  mengeluarkan  Instruksi Presiden  Nomor  3  Tahun  2003  yang berisikan tentang  Kebijakan  dan  Strategi  Nasional  Pengembangan E-Government.

Tentu dalam perubahan tersebut pengembangan  dan  pengoptimalisasian e-government tidak hanya memerlukan perubahan sistem melainkan juga membutuhkan perubahan perspektif aparatur yang dasarnya Old Public Administration menuju New Public Services. Melihat permasalahan yang terjadi dalam ranah pelayanan publik di masa pandemi dengan pembatasan interaksi pelayanan tentu mampu melahirkan berbagai inovasi pelayanan publik. Dengan melibatkan sistem teknologi dalam pelayanan publik tentu hal tersebut mampu menjawab persoalan terjadi dan meningkatkan reformasi birokrasi ke arah yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan tujuan reformasi birokrasi selama ini.

Secara tidak langsung, fenomena pandemi ini memberikan dampak yang tidak pernah terjadi dimana proses pelayanan dibatasi secara langsung. Namun disisi lain dengan konsep e-government pemerintah mampu melahirkan inovasi-inovasi dalam proses pelayananan publik seperti proses administrasi yang seharusnya dilakukan secara langsung ditempat, dengan adanya inovasi berbasis teknologi, pelayanan administrasi dapat dilakukan darimanapun. Jika dampak positif tersebut direalisasikan dengan baik tentu baik dimasa pandemi hingga masa-masa selanjutnya pemerintah akan terbiasa dan lebih mudah menerapkan pelayanan yang efektif, efiesien serta mampu mendongkrak reformasi birokrasi ke arah yang sesuai.

Oleh: Fikry Asyaif Hamas (Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang)

Fikry Asyaif H