Pandemi Covid-19 telah membawa dampak serius bagi seluruh kehidupan di muka bumi. Dunia pendidikan termasuk sektor terpengaruh yang harus beradaptasi secara cepat. Di Indonesia, penyebaran Covid-19 pertama kali terdeteksi pada awal Maret 2020 yang berimbas pada pembatasan kegiatan masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya kerumunan massa dan penyebaran virus. Dikutip dari Kemdikbud pembelajaran di 433.412 satuan pendidikan harus ditutup dan 68 juta siswa dan 4 juta guru harus belajar dari rumah atau daring. Kondisi tersebut tentunya berpengaruh pada kualitas dan capaian pendidikan karena pembelajaran daring perlu metode dan kebiasaan baru.
Pemerintah telah memberi komitmen serius dalam upaya mengoptimalkan pembelajaran di tengah pandemi ini. Keputusan pembatalan Ujian Nasional (UN) tahun 2020 merupakan upaya menjaga keamanan dan kesehatan siswa. Selain itu, pemerintah telah memberikan subsidi kuota internet untuk seluruh jenjang pendidikan untuk membantu kelancaran proses pembelajaran.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan kasus Covid-19 semakin meningkat dan pembelajaran daring mulai memunculkan banyak masalah. Sarana dan prasarana belajar daring belum siap masih menyisakan kesenjangan belajar bagi siswa, terutama yang tinggal di daerah 3T. Banyak dari siswa yang tidak mempunyai gawai dan subsidi kuota banyak dikeluhkan karena sebagian tidak dapat digunakan.
Selain itu kurikulum pembelajaran terlalu kompleks dan beban tugas yang tinggi menyebabkan banyak sebagian besar siswa merasa kesulitan dan jenuh. Survei yang dilakukan oleh UNICEF menyebut 26% siswa membutuhkan bimbingan guru. Belum semua guru mempunyai keahlian teknologi digital membuat pembelajaran kurang variatif dan terkesan menjenuhkan, survei UNICEF menyebut 35% guru membutuhkan keterampilan pelatihan digital dan 62% guru membutuhkan pelatihan tingkat lanjut, untuk meningkatkan capaian pembelajaran.
Di sisi lain, orang tua atau wali murid merasa keteteran dan mengeluh dengan pembelajaran daring dan ingin anaknya sekolah seperti biasa. Tidak jarang anak mengalami kekerasan dalam rumah tangga meningkat. KPAI menyebut pandemi ini berdampak pada peningkatan kekerasan anak dalam rumah tangga sebanyak 62% kekerasan verbal dan 11% kekerasan fisik. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada konsisi psikososial anak di masa depan
Dari permasalahan dan isu di atas menunjukkan bahwa capaian pembelajaran di masa pandemi belum menunjukkan hasil yang baik dan efisien. Sehingga dibutuhkan strategi jitu untuk meningkatkan capaian pembelajaran di masa pandemi Covid-19 dan pasca pandemi.
Pertama, penyederhanaan kurikulum yeng mendorong pembelajaran harus lebih fleksibel dan dapat diterima semua siswa. Tujuan dari penyederhanaan kurikulum ini untuk mengoptimalkan pembelajaran dan mengurangi beban tugas baik siswa dan guru. Modifikasi pembelajaran dari konvensional menjadi pembelajaran berbasis proyek sederhana juga perlu dilakukan agar aktivitas motorik dan psikomotorik terasah sehingga siswa tidak jenuh. Teknis penyederhanaan diatur oleh masing-masing sekolah dengan berfokus pada pemberian materi kompetensi inti. Mengingat setiap siswa dan daerah mempunyai kapasitas dan potensi masalah berbeda.
Kedua, mendorong digitalisasi guru dan media pembelajaran skala nasional. Hal tersebut perlu dilakukan karena pendidikan Indonesia masih terperangkap dalam metode pembelajaran lama dan konvensional. Sehingga adanya Pandemi memberi kesan kejut bagi dunia pendidikan. Dalam hal ini, pemerintah perlu memberikan pelatihan digitalisasi secara intesif bagi guru dan mendorong penciptaan 1.000 media pembelajaran berbasis digital berskala nasional. Media tersebut harus didesain gratis, fleksibel, dan dapat menjangkau semua satuan pendidikan. Hal itu menjadi penting dilakukan mengingat tingkat kehlian guru di bidang IT masih rendah dan media pembelajaran digital masih tergolong terbatas.
Ketiga, menyelenggarakan program trauma healing sebagai respon untuk memperbaiki kondisi psikososial anak. Saat pandemic inBanyak anak yang mengalami perubahan pola pikir dan kesehatan mental akibat terlalu lama di rumah. Belum lagi mereka yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada masa depan anak. Sebagai responnya, perlu diadakan program trauma healing bagi siswa. Program ini harus dijadikan agenda wajib dengan webinar, sosialisasi interaktif, atau proyek sains setiap hari Ahad melalui kanal TV dan media sosial. Bagi sekolah di zona hijau yang sudah menerapkan pembelajaran tatap muka, program tersebut bisa ditambah outbound atau kegiatan positif yang dilakukan secara luring secara bertahap. Program trauma healing juga dapat dilakukan dengan membuka saluran pendampingan psikologi dan kesehatan mental berbasis aplikasi atau media digital lainnya.
Keempat, mendorong program pendistribusian 1 Milyar buku atau fasilitas ke daerah 3T. Hasil kajian monitoring SDG-4 oleh Kemdikbud dan UNICEF dan SDGs Center Unpad menyebut bahwa masalah utama pada akses pendidikan yang urgent adalah aspek kualitas dan kesenjangan. Kita ketahui bersama bahwa kualitas pendidikan beragam sesuai dengan aksesibiltas dan jangkauan pembangunan terutama dari daerah 3T, Terpencil, Terluar, Tertinggal.
Jangankan mempunyai dan bisa mengoperasikan HP di masa Pandemi Covid-19, fasilitas pembelajaran buku saja terbatas. Dalam hal ini, perlu adanya program yang mendorong adanya penggalangan dan pendistribusian 1 milyar buku atau fasilitas penunjang lain seperti Hp atau komputer. Tujuan utama program ini adalah agar siwa-siswi di sana dapat mengejar ketertinggalan. Program ini dapat dilakukan secara sinergis dan kolaboratif baik dari pemerintah, masyarakat, dan juga swasta.
Dalam masa pandemi ini, hasil capaian pembelajaran daring masih rendah. Hal itu terjadi karena beberapa faktor seperti terbatasnya akses dan sarana penunjang, pelajaran yang susah dipahami, dan masalah psikis. Pandemi dapat dijadikan momentum perubahan dan digitalisasi pendidikan. Untuk mewujudkan strategi peningkatan capaian pembelajaran perlu adanya sinergi dan kolaborasi positif dari berbagai pihak.
Baca Juga
-
Momentum Hari Pendidikan Nasional: Apakah Siap Menuju Indonesia Emas 2045?
-
Perayaan Hari Buruh: Bagaimana Kabar Pekerja Informal?
-
Melihat Implementasi Kebijakan PPKM Darurat, Sudah Tepatkah?
-
Transformasi Pelayanan Publik berbasis e-Government di Masa Pandemi
-
Stop Pungli: Saatnya Membangun Transparansi Pelayanan Publik
Artikel Terkait
-
Melly Goeslaw Komisi Berapa? Berani Sentil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah saat Rapat DPR
-
Ulasan Buku Ekidna Belajar Mandiri: Berani Menghadapi Keraguan dan Hal Baru
-
Meraba Nasib Kurikulum Merdeka Belajar, Bakal Tamat di 'Tangan' Abdul Mu'ti?
-
Harapan Baru di Kampung Sanem, Asmat: Sekolah Baru untuk Semua Warga
-
Kompak Sentil Menteri, Pendidikan Melly Goeslaw Vs Rieke Diah Pitaloka Kontras
News
-
Adakan PTKO II, Imabsi FKIP Unila Bekali Anggota agar Paham Renstra dan LPJ
-
Sukses! Mahasiswa Amikom Yogyakarta Adakan Sosialisasi Pelatihan Desain Grafis
-
Bangun Minat Menulis, SMA Negeri 1 Purwakarta Undang Penulis Novel
-
Lestarikan Sastra, SMA Negeri 1 Purwakarta Gelar 10 Lomba Bulan Bahasa
-
Jakarta Doodle Fest Vol.2 Hadirkan Moonboy and His Starguide The Musical, dari Ilustrasi Seniman ke Panggung Teater
Terkini
-
Spoiler! Hunter X Hunter Chapter 400: Kematian Pangeran Kacho
-
Ulasan Buku Titip Rindu Buat Ibu: Kisah Ibu dan Anak yang Terjerat Adat
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Gong Yoo di Netflix, Terbaru Ada The Trunk
-
3 Rekomendasi Toner Lokal Mengandung Calendula, Ampuh Redakan Kemerahan
-
Erick Thohir Cek Kondisi Rumput GBK Jelang Laga Timnas Indonesia vs Jepang