Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Muhammad Faiz
Kepala Sekolah SDN Wates 5 Mojokerto (Doc/Muhammad Faiz Zakariya)

Pandemi COVID-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda menghilang, meski berbagai upaya telah dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.

Penerapan perilaku 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) menjadi upaya utama untuk menekan angka pasien positif COVID-19.

Dengan adanya himbauan jaga jarak atau physical distancing, maupun karantina mandiri, membuat banyak orang harus bekerja dan belajar di rumah.

Kondisi tersebut yang mengubah banyak perilaku masyarakat, terutama di sektor pendidikan. Kegiatan belajar mengajar yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka harus dilaksanakan jarak jauh.

Terhitung sejak Maret 2020 hingga akhir tahun ini, banyak kegiatan sekolah yang harus dilaksanakan dari rumah. Hampir semua aktivitas belajar dan mengajar dilakukan tidak secara tatap muka.

Kepala Sekolah SD Negeri 5 Wates Mojokerto ikut berkomentar soal polemik sekolah daring yang harus dilaksanakan akibat pandemi.

“Karena smartphone itukan rata–rata milik orang tua, bukan milik sendiri. Kalau pembelajaran daring, misal orang tuanya tidak kerja, ya tidak masalah, orang tua bisa mendampingi anaknya secara langsung, tapi kalau orang tuanya kerja, biasanya nunggu sampai orang tuanya pulang dulu, baru mengerjakan,” ucap Kepala Sekolah SDN Wates 5 Mojokerto.

Namun bentuk solusi yang ditawarkan oleh pihak sekolah untuk mengatasi kekurangan fasilitas yang dimiliki siswa–siswi SDN Wates 5 Mojokerto adalah dengan menyediakan fasilitas semacam laptop.

“Mungkin untuk beberapa, tapi ga banyak juga, 7-8 anak itu mereka pembelajaran daring di sekolah, mereka diberi fasilitas berupa laptop, kalau hanya sedikit tidak masalah,” lanjut ucapan Kepala Sekolah SDN Wates 5 Mojokerto.

Menurutnya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak bisa efektif dan maksimal. Terlebih lagi, pembelajaran jarak jauh tersebut dilakukan tanpa adanya persiapan yang benar-benar matang.

Muhammad Faiz