Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Suparjito Bin Karnoto
Ilustrasi UMKM. (Freepik)

Situasi pandemi yang masih belum berakhir tidaklah mengurangi keyakinan atas keberhasilan berbagai kebijakan yang telah ditempuh oleh pemerintah dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional. Salah satunya adalah kebijakan untuk semakin memperluas pembiayaan usaha kepada para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui program pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) guna memperkuat aktivitas usaha dan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Rapat Koordinasi yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian melalui Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM yang dilaksanakan pada hari Rabu (29/12/21) membahas tentang evaluasi atas pelaksanaan penyaluran KUR tahun 2021 serta memutuskan berbagai kebijakan yang menjadi landasan dalam pelaksanaan penyaluran program pembiayaan KUR tahun 2022.

Menteri Koordinator Bidang Perekonoian, Airlangga Hartarto selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM menyatakan bahwa “KUR dibutuhkan dalam percepatan pemulihan ekonomi pada masa pandemi covid-19, sehingga diperlukan adanya peningkatan plafon KUR dan kemudahan persyaratan KUR.”

Dalam Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM tersebut diputuskan bahwa pada tahun 2022, plafon KUR meningkat menjadi sebesar Rp 373,17 triliun dengan tingkat suku bunga yang sama dengan tahun 2021 yaitu sebesar 6 persen. Subsidi bunga KUR juga diturunkan dengan pertimbangan terjadinya tren penurunan Cost of Fun dan peningkatan efisiensi Over Head Cost (OHC) suku bunga KUR. Untuk KUR Super Mikro turun sebesar 1 persen, KUR Mikro turun sebesar 0,5 persen, dan KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI) turun sebesar 0,5 persen.

Perubahan Kebijakan KUR

Pemerintah menetapkan berbagai perubahan kebijakan KUR dalam rangka mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional, terutama melalui para pelaku UMKM. Perubahan kebijakan tersebut di antaranya berkaitan dengan plafon KUR Mikro (tanpa agunan tambahan) yang semula ditetapkan nilai nominalnya diatas Rp 10 juta sampai dengan Rp 50 juta, menjadi diatas Rp 10 juta sampai dengan Rp 100 juta, sedangkan KUR Khusus/Klaster tanpa ada pembatasan akumulasi plafon KUR untuk sektor produksi (non-perdagangan). Plafon KUR untuk Tenaga Kerja Indonesia yang semula dibatasi maksimal Rp 25 juta diberikan tambahan plafon hingga maksimal Rp 100 juta.

Selanjutnya, Pemerintah juga memberikan perpanjangan relaksasi kebijakan KUR pada masa pandemi COVID-19 bagi debitur KUR Kecil tanpa adanya pembatasan akumulasi plafon KUR dengan jangka waktu hingga 31 Desember 2022. Sektor Produksi juga mendapatkan kebijakan penundaan sampai dengan 31 Desember 2022 atau sesuai dengan pertimbangan Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM. Pemerintah juga melakukan perpanjangan restrukturisasi KUR, pemberian relaksasi administrasi bagi calon debitur KUR pada masa pandemi COVID-19 berdasarkan hasil penilaian yang obyektif dari penyalur KUR.

Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah berkomitmen dan memberikan perhatian yang besar pada sektor UMKM melalui kemudahan persyaratan dalam mengakses KUR dan terjangkau, sehingga diharapkan UMKM sebagai penggerak ekonomi nasional dapat memberikan kontribusi bagi percepatan pemulihan ekonomi.

Dengan diterapkannya relaksasi kebijakan KUR berdampak pada permintaan KUR yang selanjutnya berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2019, sebelum pandemi COVID-19 melanda, permintaan KUR rata-rata per bulan sebesar Rp 11,7 triliun, dan meningkat menjadi Rp 16,5 triliun pada tahun 2020, dan rp 23,7 triliun pada tahun 2021 setelah diberlakukannya relaksasi kebijakan KUR mulai tahun 2020.

Realisasi KUR pada tahun 2021 per 27 Desember 2021 telah mencapai Rp 278,71 triliun atau 97,79 persen dari perubahan target KUR tahun 2021 sebesar Rp 285 triliun. Prediksi penyaluran KUR sampai dengan 31 Desember 2021 dapat tercapai sebesar 99 persen atau Rp 282.15 triliun.

Berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah terhadap para pelaku UMKM tersebut diatas dengan mempertimbangkan bahwa pertumbuhan ekonomi perlu terus didorong melalui penguatan pelaku UMKM sebagai pilar perekonomian nasional.

*) Suparjito, Pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan RI

Suparjito Bin Karnoto