Pemerintah Malaysia akan mengambil langkah hukum untuk menuntut Meta, perusahaan induk yang menaungi Facebook. Kabar tersebut disampaikan secara resmi oleh Komisi Multimedia dan Komunikasi Malaysia (MCMC) pada Jumat (23/6/2023).
Menurut MCMC, Meta telah gagal membendung penyebaran konten-konten tidak pantas yang ada di platform media sosial besutan mereka, terutama Facebook. Pasalnya, ada banyak konten di Facebook yang berkaitan dengan pencemaran nama baik, pemalsuan identitas, iklan penipuan, hingga judi online.
Selain itu, MCMC juga menilai Meta telah gagal memenuhi tanggung jawab keamanan siber dan perlindungan terhadap penggunanya. Hal itu tentu sangat berbahaya bagi para pengguna Facebook di Malaysia maupun di seluruh dunia mengingat potensi kejahatan siber yang bisa terjadi kapan saja.
Meta bersifat kurang kooperatif
Lebih lanjut, MCMC menyebut bahwa Meta selaku perusahaan yang menaungi Facebook kurang kooperatif dalam membendung penyebaran konten-konten yang tidak pantas. Pasalnya, MCMC telah melayangkan beberapa protes dan laporan kepada Meta terkait penyebaran konten-konten tersebut. Namun, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat itu tidak memberi respons.
“Meskipun ada permintaan berulang kali dari MCMC, Meta gagal melakukan tindakan penghilangan terhadap konten-konten tidak pantas yang ada di platform mereka. Selain itu, Meta juga sulit bekerja sama untuk menghapus konten-konten tersebut,” bunyi pernyataan dari MCMC seperti dikutip dari The Economic Times.
Beberapa negara di Asia Tenggara juga pernah berseteru dengan Facebook
Selain Malaysia, negara lainnya di Asia Tenggara juga pernah berseteru dengan Facebook. Beberapa di antaranya ialah Vietnam dan Indonesia.
Pada 2020, misalnya, Vietnam pernah mengancam akan menutup penggunaan aplikasi Facebook di negaranya. Hal itu lantaran Facebook tidak mematuhi peraturan yang memerintahkan mereka untuk menyensor konten-konten yang mengkritik pemerintah.
Selain itu, pada Maret 2022 lalu, Vietnam juga dikabarkan telah menghapus 3.200 konten video Facebook yang mengandung berita hoaks.
Di sisi lain, pada 2019, Indonesia juga pernah menghapus ratusan akun dan grup Facebook yang mengandung berita hoaks. Hal itu dilakukan lantaran Indonesia khawatir akan ada lebih banyak informasi yang berpotensi menyesatkan publik.
Baca Juga
-
Kasus Infeksi Penyakit oleh Nyamuk Meningkat di Eropa, Apa Sebabnya?
-
Joe Biden Sebut Xi Jinping Pemimpin Diktator, Begini Respons Perdana Menteri Selandia Baru
-
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim Temui Jokowi di Istana, Ada Apa?
-
Presiden Jokowi Kembali Beri Kode Soal Reshuffle Kabinet Indonesia Maju
-
Johnny Plate dan NasDem Bantah Kabar Pengunduran Diri sebagai Menkominfo RI
Artikel Terkait
-
Rafael Struick dan Ivar Jenner Resmi Menjadi Warga Negara Indonesia
-
Federasi Sepak Bola Argentina Soroti Kearifan Lokal Indonesia, dari Kopi Keliling hingga Pisang Molen jadi Mendunia
-
Bukan Masa Depan Shin Tae-yong, Media Vietnam Bocorkan Kejutan Erick Thohir Bulan Depan
-
Bukan Kaleng-kaleng Nih, Sepak Terjang Timnas Indonesia di Piala Asia Futsal Ini Jarang Disorot Media
News
-
Indahnya Berbagi! SMA Negeri 1 Purwakarta Laksanakan Program Beas Kaheman
-
Yogyakarta Kota Ketiga Tur SAMA SAMA: Kolaborasi Dere, Idgitaf, Kunto Aji, Sal Priadi, Tulus 2025
-
Redaksi Project: Inisiasi Tiga Wanita Menyemai Cinta Literasi di Bangka
-
Amalia Prabowo Terpilih sebagai Ketua Harian KAFISPOLGAMA 20252029
-
Antusiasme Hangat untuk Musikal Untuk Perempuan: Tiga Pertunjukan Sold Out, Ratusan Hati Tersentuh
Terkini
-
Jadi Kiper Tertua di Timnas, Emil Audero Masih Bisa Jadi Amunisi Jangka Panjang Indonesia
-
Realme Neo 7 Turbo Siap Meluncur Bulan Ini, Tampilan Lebih Fresh dan Bawa Chipset Dimensity 9400e
-
Ulasan Novel Hi Serana Adreena, Perjuangan Anak Pertama yang Penuh Air Mata
-
Realme GT 7T Segera Hadir dengan Sensor Selfie 32 MP dan Baterai Jumbo 7000 mAh
-
Garuda Calling 2025: Rizky Ridho Bertahan di Tengah Kepungan para Pemain Diaspora