Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Budi Prathama
Siswa-siswi jadi korban terkena gas air mata pada kericuhan di Rempang Batam. (Instagram/@fakta.indo)

Kasus kericuhan kembali terjadi antara pihak kepolisian dengan warga masyarakat. Kali ini kericuhan terjadi di Rempang, Batam, dengan adanya bentrokan saat Personil gabungan polisi, TNI, dan BP Batam turun ke wilayah itu dengan misi melakukan pematokan dan pengukuran tanah untuk membangun investasi skala besar dan merelokasi warga. 

Kendati demikian, warga tidak terima untuk direlokasi karena sudah nyaman tinggal di wilayah tersebut, hingga akhirnya menuai kericuhan antara aparat dan warga. Kejadian itu terjadi pada 7 September 2023 lalu. 

Karena suasana menjadi ricuh, sehingga aparat melepaskan gas air mata. Alhasil, siswa-siswi yang sekolahnya dekat di lokasi itu kini juga  menjadi korban. Beberepa video yang beredar terlihat sejumlah siswa yang diselamatkan dan di bawah ke rumah sakit Embung Fatimah karena terkena gas air mata. 

Melansir dari suarabatam.id, diketahui ada dua sekolah yang terdampak gai air mata yakni SD Negeri 24 dan SMP Negeri 22. Saat itu para siswa-siswi tengah belajar hingga akhirnya kericuhan menyebar ke sekolah. Siswa dan guru pun tampak panik saat dievakuasi warga. 

Atas perbuatan aparat yang melepaskan gas air mata pada peristiwa itu, kini menuai banyak kecaman dari berbagai pihak. Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai kalau tindakan kepolisian dalam melakukan perintah pengamanan terhadap warga Pulau Rempang dengan menggunakan gas air mata merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Mereka juga menyebut, tindakan brutal yang dilakukan pihak kepolisian tidak sesuai dengan prosedur.  

BACA JUGA: India Dikabarkan akan Ganti Nama, Jadi Apa dan Mengapa?

Sebelumnya, pihak kepolisian memberikan penjelasan terkait adanya sejumlah siswa yang terkena gas air mata saat pihaknya bentrokan dengan warga. Melalui Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, mengakui kalau aparat sempat menembakkan gas air mata. Namun, gas air mata itu tertiup angin hingga menyebar ke sekolah. 

“Yang ada karena tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian dengan menyemprotkan gas air mata ketiup angin, sehingga terjadi gangguan penglihatan untuk sementara,” ujar Ramadhan.  

Pada kesempatan itu, putri dari Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gusdur, Alissa Wahid, juga turut prihatin atas kejadian yang menimpa siswa-siswi jadi korban gas air mata. 

Ia bertanya kepada pihak kepolisian apakah mereka tidak berlajar dari Tragedi Kanjuruhan. 

“Apa tidak belajar dari Kanjuruhan?,” tanya Alissa Wahid melalui akun twitternya. 

Alissa lalu menjelaskan kalau gas air mata itu tidak boleh sembarangan digunakan. Terlebih gas air mata malah digunakan untuk diarahkan kepada rakyat yang tengah memperjuangkan hidupnya. 

“Gas air mata tidak boleh digunakan sembaragan, apalagi ke rakyat yang sedang mempertahankan kelangsungan hidup. Harus ada alasan kuat,” jelasnya. 

“Kelau benar karena angin jadi ke anak-anak, berarti polisi kurang terampil. Harusnya bisa menghitung,” tambahnya. 

Melalui unggahan akun instagram @fakta.indo, juga diperlihatkan para siswa-siswa yang tengah dilarikan ke rumah sakit akibat terkana gas air mata. Sontak unggahan tersebut juga menuai banyak kecaman dari warganet. 

“Mana ada ketiup angin, jelas-jelas mereka melempar ke atap sekolah. Sampai bertabur anak-anak gara-gara polisi lempar gas air mata ke sekolah,” komentar netizen. 

“Lempar kesalahan aja terus. Angin pun jadi tersangka,” timpal yang lain. 

“Kemarin di lapangan bola, sekarang sampai ke sekolah. Nama kalian semakin dikutuk masyarakat,” ujar lainnya.  

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS 

Budi Prathama