Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Nesha Sawwa Avrilla
Foto aerial kendaraan melintasi banjir di Jalan Jatinegara Barat, Kampung Pulo, Jakarta, Senin (8/2/2021). [ANTARA FOTO]

Tim mahasiswi psikologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora melakukan riset terkait kesiapsiagaan bencana masyarakat DKI Jakarta dalam menghadapi ancaman Jakarta tenggelam 2050

Riset  ini berangkat dari permasalahan banjir di Jakarta yang terus meningkat setiap tahunnya. Kondisi banjir ini telah menyebabkan kerugian yang signifikan baik dari segi ekonomi maupun sosial. Dikutip dari Harian Kompas, angka kerugian banjir besar di Jakarta mencapai sekitar Rp 70 triliun rupiah yang setara dengan dana alokasi pembangunan pada 19.381 desa di tiga banjir besar Jakarta (Ratriani, 2020).

Sayangnya, risiko banjir di Jakarta diprediksi akan semakin parah setiap tahunnya. Akibat masifnya pembangunan perkotaan di Jakarta, kuatnya pengerukan muka tanah, dan perubahan iklim yang semakin tak menentu, meningkatkan risiko banjir hingga 402% pada tahun 2050 (Kusumanto, 2022). Alhasil, Jakarta diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050 (Prihartini, 2022).

Dalam rangka mengurangi risiko banjir di Jakarta, maka diperlukan tindakan kesiapsiagaan dari masing-masing individu. Tindakan ini memiliki peran penting sebagai upaya mempersiapkan diri dan merespons dari ancaman bencana, terutama setelah bencana terjadi, sesuai dengan kapasitas individu.

Faktor Psikologis yang Memengaruhi Kesiapsiagaan 

Fokus utama pada riset ini adalah mengeksplorasi faktor psikologis yang dapat meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat Jakarta dalam menghadapi ancaman Jakarta tenggelam 2050. 

Tim PKM-RSH mengidentifikasi beberapa faktor psikologis yang dapat memengaruhi kesiapsiagaan seseorang, di antaranya persepsi risiko, place attachment, kepercayaan terhadap pemerintah, dan self-efficacy.

Persepsi risiko merupakan cara individu merespons suatu bencana  berdasarkan kepekaan terhadap jumlah informasi, tingkat keparahan, dan dampak risiko bencana yang terjadi (Wang, et al, 2018). Ketika individu merasakan risiko yang lebih tinggi tentang potensi bencana, mereka cenderung lebih mempersiapkan diri. 

Sementara itu, keterhubungan dengan lingkungan tempat tinggal yang dikenal dengan place attachment juga memengaruhi tingkat kesiapsiagaan seseorang. Individu yang telah nyaman tinggal di daerah rawan bencana akan cenderung enggan untuk dilakukan intervensi pemindahan seperti relokasi (Olyvia, 2017). 

Kepercayaan terhadap pemerintah juga dapat memengaruhi kesiapsiagaan bencana. Individu yang percaya pada otoritas kebencanaan pemerintah dinilai lebih siap menghadapi bencana karena mereka melihat bahwa kebijakan tersebut dapat dijamin kredibilitasnya (Choi & Wehde, 2020).

Keyakinan diri bahwa individu mampu melakukan suatu aktivitas seperti kesiapsiagaan dikenal dengan self-efficacy. Self-efficacy yang tinggi dapat meningkat kesiapsiagaan karena mereka yakin dapat mempersiapkan diri lebih matang untuk menghadapi risiko banjir (Yu, et al. 2020).

Hasil Riset Kesiapsiagaan dan Faktor Psikologis

Terdapat 468 sampel warga Jakarta yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Hasil riset menunjukkan bahwa secara umum, 58% partisipan riset ini menunjukkan kesiapsiagaan yang baik dalam menghadapi ancaman banjir, 89.3% partisipan menunjukkan place attachment yang kuat. 98.8% partisipan memiliki persepsi risiko yang baik, 63.8% partisipan memiliki self-efficacy yang baik, dan 61.7% memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah.

Tim PKM-RSH Kesiapsiagaan juga melakukan uji regresi berganda. Hasilnya ditemukan bahwa persepsi risiko, place attachment, kepercayaan terhadap pemerintah, dan self-efficacy secara bersama-sama berkontribusi sebesar 16.3% terhadap kesiapsiagaan bencana.

Tim juga moderasi pada kesiapsiagaan bencana, di mana pengaruh persepsi risiko, kepercayaan terhadap pemerintah, dan self-efficacy bila dimoderasi oleh place attachment meningkat menjadi 24.3%.

REFERENSI

Choi, J., Wehde, W. 2020. Trust in emergency management authorities and individual emergency preparedness for tornadoes. Risk Hazards Crises Public Policy. 00(00): 1-23

Kusumanto T., Triyanti A., and Wiwi, T. 2022. Dealing with Greater Jakarta Floods in Times of Climate Change. TYK Research & Action Consulting. Jakarta. 

Olyvia, F. 2017. Mereka yang cinta mati di bantaran kali. URL: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170306181347-20-198194/mereka-yang-cinta-mati-di-bantaran-kali .Diakses tanggal 15 November 2023.

Prihatini, Z. 2022. Ahli bicara ancaman Jakarta tenggelam, sebut penyebabnya 2 faktor ini. URL: https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/29/18335421/ahli-bicara-ancaman-jakarta-tenggelam-sebut-penyebabnya-2-faktor-ini?page=3 . Diakses tanggal 23 Februari 2023.

Ratriani, V. 2020. Catatan Nilai Kerugian Banjir Jakarta, Bisa untuk Bangun 19.381 Desa di Indonesia. URL: https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/03/162307665/catatan-nilai-kerugian-banjir-jakarta-bisa-untuk-bangun-19381-desa-di?page=all . Diakses 18 November 2023.

Yu, J., Sim, T., Qi, W., Zhu, Z. 2020. Communication with local officials, self-efficacy, and individual disaster preparedness: a case study of rural northwestern china. Sustainability. 12(13): 5354. 

Wang, Z., Wang, H., Huang, J., Kang, J., Han, D. 2018. Analysis of the Public Flood Risk Perception in a Flood-Prone City: The Case of Jingdezhen City in China. Water.10(11):1577. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Nesha Sawwa Avrilla

Baca Juga