Sebuah keterbatasan yang dimiliki tidak menjadi sebuah alasan bagi teman disabilitas untuk terus berkarya dan mengekspresikan diri. Teater Braille salah satu komunitas di Jogja yang bergerak di bidang teater dengan anggota teman disabilitas netra.
Di tengah segala keterbatasan yang dimiliki oleh teman-teman disabilitas netra, Teater Braille hadir sebagai wadah bagi teman netra untuk berkarya. Teater Braille hadir untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa dengan keterbatasan, mereka tetap bisa berekspresi dan berkarya dalam sebuah seni teater.
Berawal di tahun 2020, lima orang yang memiliki semangat gigih dan kuat untuk membangun sebuah komunitas teater. Karena cinta dan ketekunan mereka dalam berseni, saat ini Teater Braille sudah beranggotakan lebih dari 30 orang.
Teater Braille sebuah nama yang diambil dari sebutan huruf timbul yang mereka gunakan untuk membaca dan menulis. Berdiri untuk mengubah stigma negatif masyarakat terkait disabilitas di khalayak umum.
Teman netra yang sering dipandang rendah, bahkan terkadang hanya dianggap tukang pijat dan tukang minta. Namun dengan Teater Braille mereka dapat membuktikan bahwa mereka dapat berkarya.
Masyarakat tidak akan pernah menyangka bahwa orang netra bisa berteater, tapi Teater Braille terus menampilkan karya-karya seni dalam sebuah pertunjukkan teater. Bahkan sebuah isu terkait disabilitas sering kali menjadi sebuah referensi bagi Teater Braille dalam menulis naskah.
Delapan Pertunjukan sudah Teater Braille lakukan, tiga di antaranya sudah terbuka untuk umum. Setiap pertunjukan membawakan sebuah pesan dalam sebuah cerita teater bagi masyarakat yang menonton.
Pertunjukan Teater Braille berhasil mengubah stigma masyarakat dan membuat ruang untuk teman netra berkreasi semakin terbuka. Keluarga-keluarga yang memiliki anggota disabilitas pun tercerahkan, memiliki sebuah keyakinan bahwa anak mereka bisa seperti Teater Braille.
Sebuah keterbatasan dapat dijadikan sebagai kelebihan dan dijadikan sebagai semangat untuk mencapai sebuah prestasi. Jangan menggunakan keterbatasan yang dimiliki untuk menutup ruang-ruang mereka dalam berekspresi.
“Inklusi adalah membaur dan perbedaan adalah keindahan. Pelangi tak akan indah jika hanya satu warna, musik tidak akan memesona jika hanya satu nada. Maka perbedaan itu adalah keindahan,” ucap Yuda ketua Teater Braille.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
Artikel Terkait
-
10 Rekomendasi Tempat Wisata Murah di Jogja untuk Liburan Natal 2024
-
Asal Usul Nama Cemara Trashion Terungkap! Simak di Sini!
-
Komunitas Nalitari: Ruang Talenta Berujung Tampil di Konser Mancanegara
-
Resmi Ditutup, JAFF 2024 Menjadi yang Terbesar dengan 24 Ribu Pengunjung dalam Seminggu!
-
4 Manfaat Menggunakan Pet Taxi, Pemilik Hewan Wajib Tahu!
News
-
Gibran Gunakan Lagu Gelora Tanpa Izin, .Feast: Kita Gamau Ditempelin
-
Mahasiswa Amikom Berdayakan Pemuda Desa Baturono Kembangkan Wisata Lokal
-
PD IPARI Kabupaten Karanganyar Laksanakan Bakti Religi Perkuat Toleransi dan Persaudaraan
-
Kisah Sukses Pertanian Organik MSTECH
-
Kerajinan Bambu Prinxmas: Upaya Menghidupkan Kembali Kerajinan Lokal
Terkini
-
Generasi Muda dan Etos Kerja: Mengapa Banyak yang Kehilangan Motivasi?
-
Seru dan Penuh Teka-Teki! Berikut 5 Rekomendasi Film Misteri di Netflix
-
PSSI Geram Aksi Brutal Bek Myanmar ke Marselino, Sebut Bisa Patahkan Karier
-
Menggugah Guru, Melejitkan Petarung Prestasi
-
Kejayaan Jorge Martin dan Pramac Ternyata Dimotivasi oleh Penolakan Ducati