Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Safina Alaydrus
Anggota Komunitas Petani Muda Jogja sedang memanen cabai merah (Dok pribadi/Safina Alaydrus)

Di tengah modernisasi dan usaha pemenuhan kebutuhan industri yang cepat, pertanian berkelanjutan dan organik saat ini tergolong konsep pertanian yang cukup sulit ditemukan karena memerlukan lebih banyak tenaga, biaya, dan waktu untuk dicurahkan. 

Dilansir dari jurnal berjudul "Turning Indonesia Organic: Insights from Transdisciplinary Research on the Challenges of a Societal Transformation" oleh Fritz dan kawan-kawan, terdapat data yang menyebutkan bahwa porsi lahan pertanian organik di Indonesia hanya sebesar 0,2% saja, sedangkan sisanya masih bergantung pada zat kimia sintetis.

Kondisi ini menjadi keresahan yang mendorong munculnya inisiatif Petani Muda Jogja sebagai salah satu komunitas pertanian oleh anak muda di Yogyakarta untuk mempopulerkan kembali pertanian berkonsep organik dan berkelanjutan. 

Ipung selaku inisiator Petani Muda Jogja mengatakan bahwa pertanian berkonsep organik dan berkelanjutan ini perlu dilestarikan agar kesehatan manusia dan lingkungan tetap terjaga sekaligus menyejahterakan kehidupan petani melalui minimnya dana yang digunakan.

Pada konsep pertanian ini, hal-hal yang dikedepankan adalah melakukan penanaman tanpa menggunakan zat kimia sintetis yang mampu mengancam ekosistem atau lingkungan.

Komunitas Petani Muda Jogja mencoba untuk melestarikan konsep pertanian ini melalui pengadaan workshop terkait dan pengenalan komunitas kepada anak muda yang berperan sebagai generasi penerus bangsa.

“Kita mulai dulu dari workshop olahan, pembuatan pupuk organik cair fase vegetatif dan generatif, kemudian juga pembuatan bakteri fotosintesis dan insektisida abadi alami.” ujar Ipung saat diwawancarai di pertanian Agro Mulya, tempat komunitas Petani Muda Jogja berkumpul (25/10). 

Sebagian besar hasil workshop yang dilakukan oleh komunitas yang terbuka untuk umum ini dibuat dengan memanfaatkan benda-benda sekitar agar mempertahankan nilai organik yang dijadikan sebagai acuan komunitas.

Misalnya, pemanfaatan hama siput yang driposes menjadi asam amino, yang diperoleh dari lahan pertanian komunitas yang saat itu tengah terserang hama siput. 

Insektisida alami hingga kini masih terus digunakan sebagai cairan pengusir hama di lahan pertanian oleh komunitas yang memang menolak penggunaan zat kimia sintetis.

Komunitas Petani Muda Jogja secara konsisten menerapkan konsep pertanian organik dan berkelanjutan sejak awal didirikan pada Juni 2024 lalu, dan terus berharap agar generasi muda ingin melanjutkannya. 

“Harapannya, dengan adanya komunitas Petani Muda Jogja mau belajar untuk menanam. Nggak harus jadi petani kok sebenarnya, menanam untuk dirinya sendiri aja sudah cukup.” pungkas Ipung.

Tak hanya Ipung, 14 anggota komunitas Petani Muda Jogja lainnya turut berharap agar anak muda lainnya berani untuk memulai perubahan.

Langkah kecil seperti menanam secara organik di pekarangan rumah pun kini bisa menjadi awal dari kontribusi besar untuk lingkungan dan masa depan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Safina Alaydrus