Tren thrifting atau belanja pakaian bekas kini menjamur di kalangan Gen Z. Di media sosial, konten haul baju bekas, review toko-toko secondhand, hingga tips mix and match outfit hasil thrifting berseliweran hampir setiap hari.
Di balik popularitasnya, tren ini sering digadang-gadang sebagai bentuk dari kesadaran akan fashion berkelanjutan. Tapi, benarkah thrifting sepenuhnya “hijau”, atau hanya kedok baru dari budaya konsumtif yang dibungkus dengan estetika vintage dan harga murah?
Gaya Hidup Berkelanjutan atau Tren Sesaat?
Banyak Gen Z merasa bahwa thrifting adalah bagian dari upaya menyelamatkan bumi. Industri fashion dikenal sebagai salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia. Melalui thrifting, pakaian yang sudah tidak terpakai bisa mendapatkan “kehidupan kedua”, sehingga mengurangi limbah tekstil yang menumpuk di tempat pembuangan akhir.
Menurut laporan dari Ellen MacArthur Foundation, industri fashion menyumbang sekitar 10% emisi karbon global dan menghasilkan 92 juta ton limbah tekstil per tahun. Dengan membeli baju bekas, secara teori, permintaan terhadap produksi baru bisa ditekan, sehingga berdampak baik bagi lingkungan.
Namun, tak sedikit pula yang menjadikan thrifting sebagai ajang konsumsi berlebihan. Alih-alih membeli secukupnya, banyak orang justru kalap saat melihat harga murah, lalu membeli lusinan pakaian hanya karena “mumpung murah.” Fenomena ini dikenal sebagai konsumerisme terselubung, di mana aktivitas konsumtif tetap terjadi, tapi dibungkus dengan narasi kesadaran lingkungan.
Kesadaran Lingkungan vs Gaya Hidup
Tak dapat dipungkiri, gaya vintage dan unik dari barang-barang thrifting menjadi daya tarik utama. Banyak Gen Z merasa thrifting membantu mereka tampil beda dan anti-mainstream. “Gak ada yang punya baju kayak gini,” jadi alasan yang sering terdengar. Toko-toko thrift pun kini hadir dengan tampilan yang estetik dan instagramable, sehingga menarik perhatian bukan hanya karena produknya, tapi juga karena potensi kontennya.
Namun sayangnya, kesadaran lingkungan kadang hanya jadi hiasan. Beberapa pelaku thrifting bahkan tidak benar-benar mengerti nilai keberlanjutan di baliknya. Banyak dari mereka yang tetap membuang baju dalam jumlah besar, hanya karena sudah tidak sesuai tren atau “bajunya udah pernah aku pakai, terus dipost di Instagram.”
Bisnis Berkembang, Tapi Siapa yang Diuntungkan?
Thrifting kini telah menjadi peluang bisnis yang menggiurkan. Di berbagai kota, toko-toko thrift menjamur. Ada yang menjual secara langsung di pasar atau toko sendiri, tapi juga banyak yang menawarkan dagangannya lewat live TikTok dan Instagram dengan konsep kurasi pakaian branded.
Tapi di balik bisnis ini, muncul pertanyaan “dari mana asal pakaian itu?” Banyak laporan menunjukkan bahwa sebagian besar pakaian thrift berasal dari hasil impor pakaian bekas yang masuk secara ilegal ke Indonesia. Hal ini bukan hanya merugikan industri garmen lokal, tapi juga membuka ruang eksploitasi.
Melalui Peraturan Menteri Perdagangan No.40 Tahun 2022, pemerintah melarang impor beberapa jenis barang, salah satunya pakaian bekas, karena dianggap dapat merugikan industri dalam negeri dan mengganggu kesehatan masyarakat. Tapi, praktik ini masih banyak terjadi, karena permintaan yang terus naik.
Thrifting yang Bertanggung Jawab, Bukan Sekadar Gaya
Bukan berarti thrifting adalah hal buruk. Justru sebaliknya, thrifting bisa menjadi solusi di tengah krisis iklim dan over produksi industri fashion. Namun, kuncinya adalah kesadaran dan tanggung jawab.
Thrifting yang berkelanjutan artinya membeli karena butuh, bukan karena lapar mata. Artinya juga merawat pakaian dengan baik, memperpanjang siklus hidupnya, serta tidak menjadikan pakaian sebagai barang sekali pakai hanya demi konten sosial media.
Mungkin, thrifting yang benar-benar “hijau” adalah yang terjadi secara lokal, dari tangan ke tangan. Misalnya, lewat swap baju antar teman, garage sale kecil di komunitas, atau bahkan menghidupkan kembali lemari orang tua yang penuh baju “jadul” yang kece.
Bagi Gen Z, thrifting bisa menjadi simbol perlawanan terhadap fast fashion dan bentuk kepedulian terhadap bumi. Tapi, jika tidak disertai dengan kesadaran, thrifting justru bisa melanggengkan budaya konsumtif dengan wajah baru. Akhirnya, semua kembali pada pilihan: belanja karena kebutuhan atau hanya karena tergoda dengan tren sesaat?
Baca Juga
- 
                      
              Suka Traveling? Ini Rekomendasi Catokan Portable Biar Rambut Tetap Badai
 - 
                      
              Bukan Harta, Daehoon Diduga Pilih Hak Asuh Anak di Syarat Gugatan Cerai
 - 
                      
              Ramai Isu Hamish Daud Selingkuh di Pinterest: Siapa Sabrina Alatas?
 - 
                      
              Konten 10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat: Financial Abuse yang Diromantisasi
 - 
                      
              Gagal Debut? DPD RI Hapus Vtuber Sena Usai Tuai Kritik Warganet
 
Artikel Terkait
News
- 
                      
              Ngakak Bareng Aa' Juju, Petualangan Kocak di India Bikin Netizen Ketagihan!
 - 
                      
              5 Film Horor Terbaik Sepanjang Masa Versi Rotten Tomatoes, Siap Uji Nyali?
 - 
                      
              Tersandung Narkoba, Podcast Lama Onad bersama Denny Sumargo Kembali Viral
 - 
                      
              Peduli Kesehatan Mental Remaja, HIMPSI Gelar Sosialisasi di SMAN 3 Jambi
 - 
                      
              Aksi Nyata Sobat Bumi UNY, Wujud Kepedulian Mahasiswa untuk Desa dan Alam
 
Terkini
- 
           
                            
                    
              Performative Reading: Yakin Betulan Bookworm?
 - 
           
                            
                    
              Film Animasi Anak Rasa Dewasa! 'The Twist' Tawarkan Humor dan Kritik Sosial
 - 
           
                            
                    
              Piala Dunia U-17: Soroti Grup H, FIFA Rekomendasikan untuk Saksikan Pemain Persija Ini!
 - 
           
                            
                    
              Dari Rindu sampai Candu: Fenomena Sleep Call Anak Muda
 - 
           
                            
                    
              SM Entertainment Beri Klarifikasi Soal EXO-CBX, Tegaskan Dua Isu Berbeda