Saat melihat hujan yang turun begitu deras, pikiran ini selalu saja berkelana ke mana-mana hingga akhirnya terpikirkan satu hal. Misal, jika negara kita memiliki program menanam satu miliar pohon, kira-kira bencana seperti banjir dan tanah longsor masih akan terjadi atau tidak, ya?
Berangkat dari pemikiran itu, akhirnya saya mencari informasi tentang program penanaman pohon yang pernah dilaksanakan secara nasional.
Kabar baiknya, program tersebut sudah dicanangkan oleh pemerintah beberapa tahun yang lalu. Ada sebuah program yang terlihat menakjubkan: Gerakan Menanam Satu Miliar Pohon. Program ini digagas oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dengan nama One Billion Indonesian Trees for the World, yang bertujuan untuk menambah tutupan lahan hutan, mencegah banjir dan longsor, serta mereduksi emisi gas rumah kaca secara signifikan.
Program ini bahkan sempat menargetkan lebih dari 1,7 miliar pohon ditanam dalam satu periode kampanye, lengkap dengan dukungan anggaran hingga triliunan rupiah dan penyediaan bibit oleh berbagai pihak, termasuk Perhutani dan pelaku usaha industri.
Hal ini juga diperkuat oleh laporan dari Universitas Negeri Semarang yang menunjukkan bahwa dalam tiga tahun berturut-turut, mulai dari tahun 2010 hingga 2012, realisasi penanaman tahunan telah melebihi target satu miliar pohon. Bahkan, mencapai 1,5 miliar pohon pada 2011 dan 732 juta batang pada 2012 hingga Oktober saja, sehingga terlihat adanya capaian yang terbilang besar.
Namun, yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah: jika program awal 2010–2012 sudah menanam lebih dari satu miliar pohon setiap tahun, kenapa kita masih merasakan dampak emisi gas? Saya sadar jika pertanyaan ini tidak bisa dijawab hanya dengan melihat angka di laporan tahunan saja karena realitas di lapangan sangatlah kompleks.
1. Angka Tanam Pohon Tidak Sama dengan Pohon yang Bertahan Hidup
Hal pertama yang perlu dipahami adalah jumlah bibit pohon yang ditanam tidaklah sama dengan jumlah pohon yang berhasil bertahan hidup. Nyatanya, laporan yang diunggulkan adalah jumlah bibit yang berhasil ditanam, misalnya 1,5 miliar pohon.
Namun, sayangnya, laporan tersebut sering kali tidak menjelaskan survival rate atau tingkat keberhasilan bertahan hidup bibit yang ditanam di berbagai lokasi. Ada separuh atau mungkin lebih dari itu yang sering mati dalam beberapa tahun pertama karena kurangnya pemeliharaan, penanaman di lahan yang kurang cocok, serta kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Angka miliaran pohon yang diklaim oleh pemerintah tidak ada gunanya jika bibit-bibit itu mati setelah ditanam. Tanpa perawatan yang benar, angka tersebut hanya akan menjadi angka cantik di atas laporan, sementara lingkungan belum mendapatkan manfaat yang maksimal sebagaimana tujuan awal program.
2. Dampak Ekologis Butuh Waktu agar Terasa Manfaatnya
Pohon yang usianya hanya beberapa tahun belum mampu menyerap karbon secara optimal. Pohon yang baru tumbuh masih fokus untuk bertahan hidup. Akarnya masih dalam tahap berkembang, jumlah daun bertambah, dan baru pada usia beberapa tahun kemudian mulai menyerap karbon dalam jumlah yang signifikan. Ini berarti jika kita menanam jutaan bibit hari ini, efek terhadap penurunan emisi baru akan terasa manfaatnya puluhan tahun setelahnya.
Sementara kita sibuk menanam pohon, di sisi lain, aktivitas yang menghasilkan emisi masih terus berjalan setiap hari, mulai dari polusi kendaraan dan pabrik hingga alih fungsi lahan. Ironisnya, perubahan iklim juga memicu kerusakan lahan gambut yang justru melepaskan kembali cadangan karbon yang seharusnya tersimpan di dalam tanah sehingga memperburuk situasi.
3. Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan Masih Terus Berjalan
Realitas di lapangan adalah setiap bulan ada lahan hutan yang dibuka, entah itu untuk perkebunan, pembangunan, tambang, atau proyek lain. Alih fungsi hutan primer menjadi area produksi sering kali terjadi tanpa restorasi yang setara.
Bukannya menyusutkan jumlah karbon, kita justru mempercepat emisi melalui pembukaan lahan yang luas dan melepaskan karbon yang tersimpan di dalam tanah serta biomassa pohon lama.
Menurut data dari Kementerian Kehutanan, angka deforestasi neto di Indonesia pada tahun 2024 tercatat sebesar sekitar 175,4 ribu hektare, setelah dikurangi dengan upaya reforestasi yang mencapai 40,8 ribu hektare. Itu artinya, hutan yang hilang masih jauh lebih besar daripada yang berhasil dipulihkan.
Angka ini menunjukkan bahwa meskipun ada kebijakan dan program penghijauan, hutan tetap berkurang secara signifikan setiap tahunnya. Inilah alasan mengapa emisi gas rumah kaca dan ancaman ekologis tetap terasa hingga kini dan semakin mengkhawatirkan.
Program pemerintah seperti penanaman satu miliar pohon patut diapresiasi sebagai langkah awal yang sangat baik. Namun, upaya ini harus diikuti dengan pengawasan jangka panjang agar pohon yang ditanam benar-benar hidup dan tumbuh, bukan hanya sekadar tercatat dalam laporan. Selain itu, kebijakan pengurangan emisi perlu dijalankan secara tegas, bersamaan dengan pengendalian laju deforestasi yang masih terjadi.
Jangan sampai satu tangan kita sibuk menanam, sementara tangan yang lain justru sibuk menebang dan merusak hasil dari usaha yang seharusnya menyelamatkan lingkungan.
Baca Juga
-
Dari Lubang Kecil Bernama Biopori, Kita Belajar Mengurai Genangan Saat Hujan Turun
-
Waspada! 5 Bahaya Mikroplastik yang Diam-Diam Mengancam Kesehatan Tubuh
-
Deforestasi atas Nama Pembangunan: Haruskah Hutan Terus jadi Korban?
-
Mulai dari Rumah, Inilah 7 Cara Sederhana Menerapkan Green Living
-
Kelapa Sawit: Sama-sama Pohon, tapi Tak Bisa Gantikan Fungsi Hutan
Artikel Terkait
-
Deforestasi atas Nama Pembangunan: Haruskah Hutan Terus jadi Korban?
-
Profil PT Mayawana Persada, Deforestasi Hutan dan Pemiliknya yang Misterius
-
Saat Waktu Seolah Berhenti di Kasembon, Mengapa Malam Terasa Begitu Lama?
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Ramai Patungan Beli Hutan, Memang Boleh Rimba Dibeli Dan Bagaimana Caranya?
News
-
Bukan Sekadar Tren Viral: Memahami Kekuatan Pop Culture di Era Digital
-
Beli Saham di Usia 15 Tahun, Timothy Ronald Jadikan Investasi Self Reward
-
Inilah Deretan Bisnis Aura Kasih, Terbaru Jadi Peternak Ayam dan Bertani
-
Lelah Bertemu Orang? Kenali 5 Sinyal Anda Perlu Jeda Sosial
-
Penunjukan Eks Tim Mawar Jadi Dirut ANTAM Tuai Kritik Keras dari KontraS
Terkini
-
Simfoni di Teras Rumah: Seni, Kesabaran, dan Kedamaian dalam Merawat Burung Kicau
-
Tom Cruise Main Film Komedi Bertajuk Digger, Tayang Tahun Depan
-
Jangan Canggung Lagi, Ini 8 Kunci agar Kencan Pertama Santai dan Berkesan
-
4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
-
Dari Lubang Kecil Bernama Biopori, Kita Belajar Mengurai Genangan Saat Hujan Turun