Hernawan | Gabriella Keisha
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiastuti. (Twitter)
Gabriella Keisha

Dikenal kritis terhadap pemerintah, Susi Pudjiastuti justru menyatakan dukungan atas usulan Menteri HAM terkait pembentukan zona demonstrasi di halaman Gedung DPR RI.

“Kali ini saya setuju.” Pernyataan singkat ini ditulis di X pada Sabtu (13/9/2025) oleh Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, dalam responnya terhadap usulan Menteri HAM, Natalius Pigai, yang mengajukan ide pembuatan lapangan khusus demonstrasi di halaman Gedung DPR RI.

Menteri HAM, Natalius Pigai, mengusulkan agar halaman Gedung DPR RI dijadikan tempat untuk demonstrasi. Menurutnya, halaman kantor-kantor besar pemerintah dengan lahan luas seharusnya menyediakan ruang terbuka untuk masyarakat menyampaikan aspirasi.

“Kantor besar seperti DPR RI, halaman luas jangan sampai masyarakat demonstrasi di pinggir jalan, mengganggu kenyamanan orang. Sebaiknya dibuat lagi halaman depan, dibuatkan supaya (menampung) 1.000-2.000 orang,” kata Natalius Pigai di sela kunjungan ke Kantor Wilayah Kementerian HAM di Denpasar, Bali, dilansir ANTARA, Jumat (12/9/2025).

Ia juga sempat menambahkan bahwa pemerintah, termasuk lembaga legislatif, yudikatif, hingga sektor swasta, seharusnya menerima kedatangan pengunjuk rasa.

“Kalau kementerian buat peraturan menteri, saya mau saja. Jadi setiap unjuk rasa, siapa pun baik pemerintah, legislatif, yudikatif, atau korporasi, pihak swasta wajib menerima pengunjuk rasa tapi dibuat ruang, ada tempat pusat demokrasi,” ujar Pigai.

Dukungan Mengejutkan dari Susi Pudjiastuti

Di tengah perdebatan soal usulan ini, dukungan datang dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Melalui media sosial X miliknya, ia memberikan respon singkat:

“Kali ini saya setuju.”

Pernyataan tersebut langsung mencuri perhatian publik. Susi selama ini dikenal sebagai sosok kritis terhadap kebijakan pemerintah, sehingga dukungannya kali ini terhadap usulan tersebut menuai berbagai komentar publik.

“Setuju apanya bu? Yang harus dilakukan itu mereka mendengar rakyat. Mau dibikin lapangan supaya keluar anggaran lagi, tapi kalau mereka masih budek ya buat apa? Harusnya tanpa demo pun mereka mengerjakan apa yang jadi keinginan rakyat,” komentar salah satu pengguna akun X (@Gyb***)

“Demonstrasi itu opsi terakhir karena mereka tidak mendengar suara rakyat, kalau anda setuju sama saja anda setuju dengan legislatif nggak bakalan bener kerja seterusnya,” komentar akun lainnya (@Umbu***)

Kritik dari warganet tersebut menandakan bahwa bagi sebagian masyarakat, demonstrasi bukan soal tempat, melainkan soal apakah suara yang disampaikan benar-benar didengar oleh wakil rakyat.

Wacana Demokrasi yang Perlu Dikawal

Meski baru sebatas wacana, usulan ini telah membuka ruang diskusi publik. Apakah zona demonstrasi ini akan menjadi solusi untuk menjembatani rakyat dan pemerintah? Atau justru menjadi cara baru untuk mengatur dan membatasi suara rakyat?

Yang jelas, jika benar-benar direalisasikan, kebijakan ini harus dijalankan dengan prinsip keterbukaan dan keberpihakan pada rakyat. Demokrasi bukan sekadar menyediakan tempat untuk berbicara, tetapi juga memastikan suara itu didengar.