Fakultas Hukum Universitas Negeri Yogyakarta (FH UNY) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Pembaruan Hukum Acara Pidana: RUU KUHAP sebagai Langkah Menuju Keadilan yang Berkelanjutan”, pada Senin (22/9). Kegiatan ini menghadirkan pakar hukum nasional serta akademisi dari berbagai perguruan tinggi dan aparat penegak hukum (APH) untuk mengupas urgensi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hadir sebagai pembicara utama, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., yang menyoroti pentingnya pembaruan hukum acara pidana dari perspektif politik hukum. Menurutnya, hukum tidak bersifat statis, melainkan selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat. “Kita pernah memakai hukum peninggalan kolonial, tetapi ketika masyarakat berkembang menjadi masyarakat nasional, hukum juga harus menyesuaikan. KUHAP 1981 adalah produk besar, tetapi saat ini muncul persoalan baru seperti narkoba, terorisme, dan kejahatan teknologi informasi yang menuntut revisi,” jelas Mahfud.
Ia menekankan perlunya restorative justice sebagai salah satu terobosan hukum. Restorative justice memungkinkan penyelesaian perkara pidana ringan di luar pengadilan dengan mengedepankan pemulihan bagi korban. “Restorative justice sebenarnya adalah budaya kita sejak dahulu, ketika lurah mendamaikan persoalan antarwarga. Namun tentu ada batasannya, misalnya tidak berlaku untuk kasus terorisme atau tindak pidana berat,” tambahnya.
Sementara itu, Dr. Anang Priyanto, Dosen FH UNY menyoroti isu keadilan dalam rancangan KUHAP terbaru. Ia mengingatkan bahwa keadilan tidak hanya berarti penyelesaian perkara di pengadilan, tetapi juga pemulihan hak-hak korban. “Dalam praktik, berkas perkara sering bolak-balik antara penyidik dan penuntut umum hingga berlarut-larut. Dalam RUU KUHAP, mekanisme ini diperbaiki dengan aturan bahwa berkas hanya boleh dikembalikan sekali, sehingga kepastian hukum lebih terjamin,” ujarnya.
Narasumber lain, Dr. Muhammad Arif Setiawan, Advokat dan Dosen FH UII, menekankan pentingnya kepastian prosedur dalam penggunaan upaya paksa oleh aparat penegak hukum. “Upaya paksa tidak boleh dilakukan sewenang-wenang. Harus ada izin pengadilan agar hak warga tetap terlindungi. Pembatasan waktu penyidikan juga penting untuk mencegah pelanggaran HAM,” jelasnya. Ia menyoroti perlunya penguatan Judicial Scrutiny untuk memastikan keabsahan proses dan prosedur yang dilakukan oleh APH.
Dr. Muhammad Fatahillah Akbar, Dosen FH UGM menyampaikan pentingnya KUHAP untuk hadir mendampingi pelaksanaan KUHP Nasional, namun dalam proses penyusunannya harus dilakukan dengan hati-hati. “Fitur-fitur KUHAP saat ini mencoba mencari jalan tengah dalam politik hukum kelembagaan penegak hukum, namun kepentingan Masyarakat Sipil juga harus menjadi pertimbangan utama”, ujarnya.
Sebagai penutup, Rr. Shinta Ayu Dewi, Koordinator Kejaksaan Tinggi D.I.Yogyakarta menyatakan RUU KUHAP yang tengah menjadi pembahasan mengarah pada sistem peradilan pidana yang akuntabel, transparan, dan berkeadilan. “Melalui reformasi KUHAP, fondasi peradilan pidana menjadi modern, demokratis, dan berbasis HAM sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam masyarakat”, jelasnya.
Dekan FH UNY, Prof. Dr. Mukhamad Murdiono, menyampaikan bahwa seminar ini diharapkan menjadi ruang akademik untuk merumuskan gagasan pembaruan hukum acara pidana yang lebih responsif terhadap dinamika masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Seminar nasional ini juga mendapat perhatian luas dari mahasiswa, dosen, praktisi hukum, dan masyarakat umum yang hadir, baik secara langsung maupun daring. Diskusi berjalan interaktif dengan berbagai pertanyaan kritis yang memperkaya pemahaman mengenai arah pembaruan RUU KUHAP.
FH UNY menegaskan komitmennya untuk terus mendorong kajian hukum yang progresif dan solutif, sejalan dengan cita-cita mewujudkan keadilan yang berkelanjutan di Indonesia.
Baca Juga
-
Gen Z dan Meme: Kenapa Generasi Digital Ini Bicara Lewat Gambar?
-
Top 3 Game Roblox yang Lagi Kuasai Chart, Kamu Sudah Mainin?
-
5 Ide OOTD Stylish ala Sanly Liu, Peraih Gelar Miss Universe Indonesia 2025
-
All-Out! Intip OOTD Tasya Farasya saat Hadiri Sidang Cerai Perdana
-
Dua Lipa Jadi Sorotan usai Pecat Agen yang Tolak Musisi Pro-Palestina
Artikel Terkait
-
Pakar Hukum UGM: Kenapa Tom Lembong Dapat Abolisi, Sedangkan Hasto Amnesti?
-
Tim PkM UNY Syiarkan Risalah Islam Berkemajuan
-
Tim PkM UNY Adakan Lokakarya Perempuan Islam Berkemajuan untuk Wujudkan Peradaban Utama
-
Khutbah Idul Adha: Dosen UNY Serukan Kemandirian Pangan
-
Bangun Kesadaran Self-Compassion, Psikologi UNJA Adakan Lomba dan Seminar
News
-
Gen Z dan Meme: Kenapa Generasi Digital Ini Bicara Lewat Gambar?
-
Viral! 'Tepuk Sakinah' di KUA Bikin Bimbingan Pra-Nikah Jadi Lebih Asyik
-
Jadi Inspirasi, Presiden Prabowo Kutip Semangat Declaration of Independence
-
Isu Minyak Babi di Ompreng MBG, Ini Kata Tegas Badan Gizi Nasional
-
Ribuan Massa Demo Hari Tani Nasional 2025 di Jakarta: Rute, Titik, dan Tuntutan
Terkini
-
Top 3 Game Roblox yang Lagi Kuasai Chart, Kamu Sudah Mainin?
-
5 Ide OOTD Stylish ala Sanly Liu, Peraih Gelar Miss Universe Indonesia 2025
-
All-Out! Intip OOTD Tasya Farasya saat Hadiri Sidang Cerai Perdana
-
Dua Lipa Jadi Sorotan usai Pecat Agen yang Tolak Musisi Pro-Palestina
-
Calvin Verdonk dan Impian Bermain di Pentas Eropa yang Baru Kembali Terbuka Setengah Dekade