Sekar Anindyah Lamase | Mira Fitdyati
Tangkap layar potret Abdul Hannan (YouTube/TRANS TV Official)
Mira Fitdyati

Abdul Hannan masih mengingat jelas bagaimana hatinya berdebar setiap kali mendengar kabar dari lokasi pesantren Al Khoziny yang runtuh. Ia adalah salah satu orang tua santri yang anaknya, Al Fatih, berhasil selamat dari insiden tersebut.

Peristiwa nahas itu terjadi pada Senin (29/9/2025) dan menelan 67 korban jiwa, termasuk delapan bagian tubuh yang berhasil ditemukan. Al Fatih sendiri baru bisa terevakuasi setelah tiga hari pasca insiden runtuhnya pesantren Al Khoziny.

Selama tiga hari penuh, Hannan hidup dalam ketidakpastian. Harapan dan kecemasan bercampur jadi satu hingga akhirnya kabar bahagia datang. Al Fatih berhasil dievakuasi dalam keadaan hidup. Momen itu menjadi titik terang di tengah duka mendalam yang menyelimuti banyak keluarga santri lainnya.

Rasa Syukur Seorang Ayah di Tengah Duka

Abdul Hannan menceritakan kisahnya mengenai anaknya yang selamat dari insiden runtuhnya pesantren Al Khoziny. Hannan merupakan salah satu orang tua yang anaknya selamat dalam insiden tersebut.

Melalui YouTube TRANS TV Official yang diunggah pada Rabu (8/10/2025), Abdul Hannan menceritakan perasaannya saat pertama kali Al Fatih dapat terevakuasi. Ia mengungkapkan rasa syukurnya karena dapat melihat sang putra dalam keadaan selamat.

Ndak terbayangkan bahagia banget, senang, Alhamdulillah,” ujarnya pada acara RUMPI TRANS TV.

Saya melihat anak saya hidup saja sudah bersyukur, apalagi saya lihat tidak ada luka. Itu sudah, wah ya Allah... anugerah yang luar biasa,” tambahnya.

Ia mengungkapkan, menurut tim SAR terdapat enam orang yang kemungkinan masih hidup. Ketika itu, sebagai orang tua tentu ingin agar korban segera dievakuasi.

Namun, Hannan menjelaskan bahwa apabila alat berat digunakan dalam proses evakuasi, korban yang masih hidup mungkin tidak akan bisa diselamatkan.

Tetapi kalau sampai menggunakan alat berat ketika itu, yang enam ini bisa mati semua. Makanya saya kemudian berpikir, ya kita hanya bisa bertawakal kepada Allah dan memasrahkan kepada yang profesional,” ucapnya.

Doa, Harapan, dan Keteguhan Hati

Ia juga mengungkapkan bahwa dari enam orang yang disebutkan, dirilis empat nama dan dua orang tidak ada nama.

Saya hanya berharap dalam hati kecil, mudah-mudahan salah satunya anak saya. Tetapi saya terus terang menangis, yang penting enam ini selamat. Apakah itu anak saya atau tidak, tidak masalah. Yang penting enam ini yang masih hidup bisa selamat,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Bahkan ketika Al Fatih ditemukan, Al Fatih kemarin telah tiada. Al Fatih hari ini bukan anak saya, tetapi anak semuanya, wali-wali santri yang kehilangan anak-anaknya. Saya wakafkan anak saya ini menjadi anak semuanya, mudah-mudahan Al Fatih jadi anak saleh yang bermanfaat,” tambahnya dengan napas terisak.

Hannan juga membagikan momen saat insiden. Ia mencoba memanggil putranya, tetapi tidak ada jawaban. Dengan bibir bergetar dan wajah sedih, ia berusaha menguatkan dirinya.

Pertama itu, saya coba masuk lewat pengimaman itu, saya panggil, ‘Fatih... Fatih...’ tapi tidak ada suara yang menyahut,” ujarnya dengan nada terisak.

Ia pun mencoba bertawakal kepada Allah. Ia mengatakan, jika memang putranya syahid, ia ikhlas. Namun, ketika ia mendengar ada harapan enam orang masih hidup, ia berharap semuanya selamat, walaupun bukan putranya.

Ia mengungkapkan satu nyawa sangat berharga, apalagi enam. Ia berterima kasih kepada tim SAR karena sangat berhati-hati dalam evakuasi hingga membuat terowongan dari bawah.

Beberapa kali Hannan terlihat mengusap air matanya saat bercerita mengenai insiden itu. Ia terus berdoa agar banyak yang selamat, tetapi ternyata yang bisa selamat hanya enam orang.

Dalam video tersebut, Hannan juga mengungkapkan dirinya membaca surat Al-Kahfi. Ia memilih surat itu karena pengalaman sang kakek dahulu, yang mendapatkan ketenangan setelah sakit keras dan membaca surat tersebut atas saran seorang kiai.

Kisah Abdul Hannan menjadi cerminan keteguhan hati seorang ayah yang diuji antara harapan dan kehilangan. Di tengah reruntuhan dan duka, ia memilih untuk bersyukur atas keselamatan anaknya serta berempati kepada orang tua lain yang berduka.

Bagi Hannan, keajaiban bukan sekadar tentang anak yang hidup, tetapi juga tentang keikhlasan, doa, dan keyakinan bahwa setiap takdir adalah bagian dari kasih sayang Tuhan.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS