Lonjakan penipuan online dan perdagangan manusia di Asia Tenggara menjadi ancaman serius bagi anak muda. Modus-modus baru yang memanfaatkan iklan kerja palsu, website perusahaan fiktif, hingga manipulasi psikologis membuat banyak korban terjebak dalam skema perbudakan digital.
Di Kamboja, fenomena ini berkembang menjadi jaringan kriminal lintas negara yang memaksa korban bekerja sebagai operator penipuan online di bawah ancaman kekerasan.
Pemerintah Indonesia sendiri mencatat 679 WNI menjadi korban perdagangan manusia di Kamboja pada 2021–2022. Situasi ini menegaskan perlunya kolaborasi regional yang lebih kuat.
Menjawab urgensi tersebut, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) bersama Royal University of Phnom Penh (RUPP) menyelenggarakan lokakarya dua hari bertema “Risiko dan Pencegahan Penipuan Online untuk Kaum Muda” pada 24–25 Oktober 2025.
Kegiatan yang berlangsung di kampus RUPP ini menjadi bagian dari program Pengabdian Masyarakat (Abdimas) internasional, melibatkan mahasiswa, akademisi, dan tokoh masyarakat dari kedua negara.
Inisiatif ini merupakan kolaborasi UPNVJ, Center for Southeast Asian Studies (CSEAS), serta Institut Studi Internasional dan Kebijakan Publik (IISPP) RUPP. Mereka melihat ancaman perdagangan manusia dan penipuan online sebagai “wajah gelap” dari perkembangan digital.
“Kejahatan ini tidak kenal batas negara, jadi solusi kita juga harus melampaui batas negara,” ujar perwakilan CSEAS.
Ia menambahkan bahwa menggabungkan pengalaman lapangan mahasiswa Kamboja dengan riset akademisi Indonesia akan memperkuat pertahanan anak muda terhadap risiko digital.
Dipimpin oleh akademisi UPNVJ, Lia Wulandari, MA, dan Raden Maisa Yudono, M.Si, lokakarya dirancang interaktif: role play mengidentifikasi lowongan palsu, analisis kasus nyata, hingga pelatihan keamanan digital.
“Kami tidak ingin hanya berbicara pada mahasiswa; kami ingin melibatkan mereka,” kata Lia.
Yudono menekankan tujuan utama pelatihan ini adalah “mengubah mereka dari calon korban menjadi pejuang.”
Mahasiswa RUPP menyambut lokakarya ini dengan antusias. Banyak yang mengaku baru memahami bagaimana profesional dan meyakinkannya taktik sindikat kriminal. “Saya pikir sudah berhati-hati, tapi ternyata teknik mereka jauh lebih canggih,” ujar seorang mahasiswa tahun ketiga.
Lebih dari sekadar pelatihan, kegiatan ini menumbuhkan kesadaran bahwa ancaman digital dihadapi bersama oleh negara-negara kawasan.
UPNVJ dan RUPP kini menjajaki kerja sama formal, termasuk rencana MOU untuk lokakarya lanjutan, portal riset bersama, hingga program pertukaran pelajar tentang keamanan digital. Lokakarya perintis ini menjadi langkah awal menuju gerakan regional untuk melindungi generasi muda dan membangun ruang digital Asia Tenggara yang lebih aman.
Baca Juga
-
Petugas BPBD Aceh Tahan Tangis saat Akui Tak Kuat Lagi Angkut Jenazah
-
Bullying Subur Karena Kita Tak Pernah Menciptakan Safe Space, Benarkah?
-
Peran Strategis Sekolah: Ujung Tombak Utama Pencegahan Bullying
-
5 Laptop Rp 10 Jutaan Terbaik Akhir 2025: Mana yang Paling Worth It?
-
Cyberbullying: Ketika Komentar Jahat Disebut Ongkos Berada di Internet
Artikel Terkait
News
-
Petugas BPBD Aceh Tahan Tangis saat Akui Tak Kuat Lagi Angkut Jenazah
-
Berani Angkat Latar Bali, Film Bandit Bakal Bikin Jantung Berdebar di JAFF 2025
-
CROWD 9.0: Ajang Kreasi Digital Mahasiswa dari Seluruh Nusantara
-
Target Rp500 Juta, Donasi Ferry Irwandi Tembus Rp10 Miliar dalam 24 Jam
-
Lebih Mahal Mana? Bongkar Tuntas Untung Rugi Sewa Harian dan Bulanan di Tengah Kota
Terkini
-
Bullying Subur Karena Kita Tak Pernah Menciptakan Safe Space, Benarkah?
-
Peran Strategis Sekolah: Ujung Tombak Utama Pencegahan Bullying
-
5 Laptop Rp 10 Jutaan Terbaik Akhir 2025: Mana yang Paling Worth It?
-
Cyberbullying: Ketika Komentar Jahat Disebut Ongkos Berada di Internet
-
Bullying: Beda Sikap Masyarakat Antara Korban dan Pelaku Perundungan