Lintang Siltya Utami | Margaretha Audy Agreivina
Kegiatan Baca Bareng Aksaraya Semesta. (DOK: Pribadi / Lilin Davida Fessy & Reiki Ratthadhipa)
Margaretha Audy Agreivina

Fenomena generasi kutu buku membantah kekhawatiran pegiat literasi akan menurunnya minat baca akibat teknologi digital. Generasi baru tidak meninggalkan kebiasaan membaca, melainkan beradaptasi dengan memanfaatkan perangkat digital sebagai medium baru untuk mengakses bacaan. Akses tersebut didapat melalui e-book, aplikasi komik daring, maupun platform digital lainnya. Perubahan ini menunjukkan bahwa persoalan utamanya bukan pada apakah mereka membaca atau tidak, tetapi bagaimana mereka membaca.

Ibrahim (26), volunteer divisi sponsorship dan partnership Aksaraya Semesta yang telah lama bergabung selama 11 bulan memiliki pendapat tentang kutu buku.

“Orang yang lebih milih buka gadget itu sesuatu yang tidak bisa kita hindari. Tapi kalau dilihat akhir-akhir ini, bahkan di majalah Tempo sendiri bikin ulasan tentang lahirnya generasi kutu buku, jadi meskipun mereka melihat gadget mungkin mereka tuh baca buku lewat e-book,” jelasnya.

Gen Z dikenal menyukai kepraktisan dan ingin langsung pada inti informasi. Kecenderungan ini menciptakan pasar bagi konten pendek, seperti klip video di TikTok dan ringkasan buku yang dengan cepat dilihat dan diserap di media sosial. Perubahan digital dalam dunia literasi membuat cara kita mengakses informasi dan belajar menjadi rumit sekaligus beragam. 

Di satu sisi, situasi ini memunculkan kekhawatiran tentang potensi hilangnya pengalaman mendalam ketika memahami sebuah karya secara utuh. Namun, di sisi lain, konten-konten pendek yang disajikan melalui media sosial seperti BookTok justru dapat menjadi pintu masuk yang efektif. Anak muda yang awalnya hanya melihat konten singkat di media sosial, kemudian menjadi tertarik untuk mencari dan membaca buku aslinya secara lengkap. Ini adalah jembatan literasi yang dibangun oleh teknologi itu sendiri.

Merayakan Semua Genre, Menyambut Semua Pembaca

Dokumentasi (DOK: Pribadi / Lilin Davida Fessy & Reiki Ratthadhipa)

Dio (20), seorang pembaca setia manga dan komik di platform digital, menyampaikan, “Orang-orang sekarang kalau cari tahu sesuatu, mereka hanya mau tahu poin-poinnya saja tanpa membaca keseluruhan. Maksudnya mereka enggak membaca latar belakangnya atau permasalahannya apa, tapi hanya tahu poinnya itu.”

Pandangan ini menunjukkan bahwa di kalangan generasi muda sendiri, sudah ada kesadaran mendalam akan pentingnya membaca secara menyeluruh. 

Mereka paham bahwa memahami konteks lengkap dari sebuah informasi jauh lebih berharga daripada sekadar mengetahui ringkasannya. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua anak muda terjebak dalam budaya konsumsi informasi cepat, melainkan masih banyak yang menghargai proses literasi yang mendalam dan komprehensif. 

Platform digital seperti Webtoon, aplikasi e-book, atau situs baca komik online bukan lagi dianggap sebagai penghalang, melainkan sebagai jembatan yang menghubungkan minat baca dengan kemudahan akses. 

“Menurutku, hadirnya generasi kutu buku itu baik dan bagus karena untuk menambah pengetahuan,” jelas Dio.

Menyambut hadirnya generasi kutu buku di era digital saat ini, komunitas literasi seperti Aksaraya Semesta tidak bisa lagi menggunakan cara lama yang kaku. Mereka dapat menunjukkan keunikannya tersendiri dengan tidak membatasi genre bacaan dan dapat membawa buku fisik atau melalui gadget secara online.  

Ibrahim menjelaskan pendekatan inklusif mereka, “Yang membedakan Aksar sama yang lainnya, dia merayakan semua genre setiap kali berkumpul kita bebas bawa buku apa pun. Terus bawa buku apa pun, genre apapun, entah mau bawa majalah, koran, komik, enggak masalah.” 

Pendekatan ini dilakukan agar orang lain yang ingin bergabung membaca tidak merasa terintimidasi atau merasa bacaannya kurang berat untuk dibahas. Ini adalah kunci untuk memberikan ruang nyaman bagi anak muda yang mungkin baru mulai suka membaca. Aksaraya secara eksplisit ingin mewadahi orang-orang yang ingin bergabung dengan klub buku melalui bacaan yang cenderung ringan.

Aksaraya Semesta sendiri tidak hanya terfokus pada membaca saja, melainkan juga pada kegiatan di luar membaca. Hal ini dilakukan agar peserta dan volunteer yang terlibat dalam komunitas tidak merasa bosan. Bahkan, mereka mampu menarik perhatian sponsor dan diundang oleh Gramedia serta penulis yang baru menerbitkan bukunya. Keberadaan dan kegiatan komunitas ini menjadi bukti nyata bahwa generasi kutu buku, kini memiliki wadah yang aktif.

Munculnya generasi kutu buku di era digital saat ini memang menjadi berkah dan membuktikan bahwa minat membaca tidak hilang, hanya berubah cara membacanya. Aksaraya Semesta berhasil menarik minat dan sponsor karena menyediakan ruang yang fleksibel bagi Gen Z untuk membaca dan berdiskusi, membuktikan bahwa kebutuhan akan ruang tersebut masih tinggi.

Baca Juga