Setiap tahunnya pada tanggal 16 November diperingati sebagai Hari Angklung Sedunia. Gak cuma jadi kebanggaan bagi seni musik tradisional Indonesia, tapi angklung juga memiliki pondasi filosofi yang diusung dan memberi makna mendalam lewat kearifan lokal. Bahkan ada filosofi tentang kekompakan dan kepemimpinan yang dibawa dalam eksistensi alat musik dari bambu yang satu ini.
Bukan sekadar membunyikan, lima filosofi hidup ini bisa didapat dari alat musik angklung. Warna indah bagi harmoni kehidupan.
1. Hidup itu tidak sempurna, jadi harus saling melengkapi
Filosofi angklung, khususnya bagi urang Sunda, ternyata cukup dekat dengan penggambaran kehidupan manusia. Filosofi ini berawal dari makna angklung yang berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah. Jadi. secara harafiah angklung diartikan sebagai nada yang pecah atau tidak lengkap.
Ketidaksempurnaan dalam angklung justru menghasilkan nada indah saat disatukan dan bisa saling melengkapi. Pemahaman ini pun turut menggambarkan kondisi manusia yang tidak sempurna dan harus saling melengkapi satu sama lain. Saat yang tidak sempurna mau saling melengkapi, justru hidup jadi sempurna dan pastinya lebih bermakna.
BACA JUGA: Sejarah Angklung: Diakui UNESCO hingga Menjadi Wajah Google Doodle Hari Ini
2. Perbedaan yang disatukan akan menciptakan harmoni
Bentuk angklung, dimana tabungnya punya berbagai ukuran dan not, sejatinya mewakili perkembangan kehidupan manusia. Satu not nada dari satu tabung bambu tersebut berdiri sendiri dan berbeda satu sama lain hingga menghasilkan bunyi nyaris tak bermakna. Agar bisa menjadi harmoni yang utuh demi terciptanya sebuah lagu, angklung harus dimainkan bersama-sama dalam tabuh dan nada yang teratur.
Begitu juga dengan manusia yang terlahir berbeda satu dengan lainnya. Hidup manusia akan jauh lebih bermakna ketika setiap perbedaan mampu disatukan, saling mengisi dan melengkapi, serta berjalan beriringan tanpa saling menjatuhkan. Sebab, perbedaan itu sejatinya adalah kekuatan saat mau saling menyatu demi menciptakan harmoni kehidupan.
3. Bukti kekompakan, kesabaran, dan tenggang rasa jadi kunci hidup harmonis
Sudah jadi rahasia umum jika dalam memainkan angklung merupakan perjuangan melatih kekompakan, kesabaran dan saling tenggang rasa. Ada saatnya tampil dan berhenti. Ada yang kebagian membunyikan banyak nada dan sedikit. Ada pula saatnya bersuara dan diam untuk menikmati irama yang dibunyikan orang lain.
Kemampuan untuk menahan ego ini akan "menyelamatkan" harmoni, persis seperti menjalani kehidupan. Bukankah gak selamanya keinginan untuk menonjol akan berdampak baik bagi hidupmu? Angklung mengajarkan untuk tidak egois hanya demi mendapat sorotan penonton. Secukupnya dan gak perlu berlebihan malah akan membawa hasil yang lebih baik.
BACA JUGA: Jenis dan Asal Usul Angklung yang Jadi Ikon Google Doodle Hari Ini
4. Setiap hal yang dilakukan butuh konsentrasi tinggi kalau mau berhasil
Meski tampak mudah dimainkan hanya dengan menggoyangkan tabung bambu, tapi membunyikan dalam hormonisasi butuh konsentrasi tinggi. Setiap pemain angklung yang membawa nada berbeda harus berkonsentrasi pada "jatahnya" membunyikan nada, termasuk fokus pada arahan sang konduktor yang memimpin.
Satu orang saja melenceng, harmoni yang dirancang akan buyar dan menganggu keseluruhan penampilan kelompok. Di sinilah letak pentingnya peran pemimpin dan kerelaan pemain untuk manut pada arahan yang ada. Menjalani hidup pun sama, ada waktunya kita harus ikut aturan pemimpin dan fokus pada tugas serta tanggung jawab masing-masing demi mencapai tujuan bersama.
5. Pemimpin jadi penentu keselarasan di antara perbedaan
Gak ada pemimpin yang dikatakan berhasil kalau masih ada pengikutnya yang membelot atau bertindak semaunya sendiri. Persis seperti harmonisasi angklung, tim yang bermain bisa sukses atau tidak juga bergantung pada kemampuan kepemimpinan dari sang konduktor, di luar faktor menekan ego dari tiap nada agar tidak saling menonjol.
Keselarasan jadi tanggung jawab pemimpin untuk memadukan perbedaan menjadi kesatuan yang harmonis. Bukan asal mengatur atau memerintah, tapi merangkul perbedaan agar mau menyatu dan saling melengkapi. Bukankah hidup juga seperti itu? Pemimpin adalah tumpuan arah dimana tugas utamanya berkolaborasi dalam perbedaan.
Hidup memang akan selalu penuh dengan pembelajaran, termasuk tentang angklung dan filosofi yang diusung. Harmonisasi penuh makna dalam angklung akan mampu menyelaraskan kehidupan saat orang mau meresapi kelima filosofi tadi dengan baik. Angklung jadi bukti bahwa kearifan lokal gak pernah gagal memberi makna bagi kehidupan.
Baca Juga
-
Lebih dari Sekadar Demo: Aksi Ibu-Ibu Ini Buktikan Aspirasi Bisa Disampaikan Tanpa Anarki!
-
Nasdem Minta Gaji-Tunjangan Sahroni dan Nafa Dibekukan, Warganet Anggap Belum Cukup
-
BWC 2025: Jadwal Laga 9 Wakil Indonesia di Babak 16 Besar
-
Rekap BWF World Championships 2025 Babak Awal: 8 Wakil Indonesia Lolos
-
Momen Cinta Laura Makan 'Shothow' Pakai Centong: Logat Bulenya Bikin Gemas!
Artikel Terkait
-
Hari Disabilitas Internasional 2022: Tengok Para Anak Istimewa Mahir Tari Bali Hingga Main Angklung
-
Peringatan 12 Tahun Angklung Mendunia di Bandung
-
Tampil di Google Doodle Hari Ini, Yuk Simak Sejarah Angklung yang Mendunia
-
Jadi Google Doodle, Yuk Kenali 5 Jenis Angklung yang Jarang Diketahui Orang
-
Muncul di Google Doodle, Begini Sejarah dan Nilai Filosofi Angklung
Rona
-
Diplomasi Kain Tenun Kajang di Amsterdam, dari Lokal Gemilang di Kancah Global
-
Indonesia Genjot Energi Surya, Momentum atau Sekadar Janji?
-
Cerita Maya, Remaja Difabel asal Temanggung Temukan Asa Lewat Kopi Robusta
-
Kenapa Mobil Warna Gelap Bisa Bikin Bumi Makin Panas? Ini Penjelasan Ahli
-
BRIN Dorong Kolaborasi Global untuk Percepat Inovasi Nanoteknologi
Terkini
-
Dream Bus oleh Day6: Tekad untuk Tak Melepaskan Mimpi di Tengah Rintangan
-
Fashion Goals! 4 Style Modern Asa BABYMONSTER yang Bisa Jadi Inspirasimu
-
Gerald Vanenburg Instruksikan Timnas U-23 Sudahi Euforia, Ini Sebabnya!
-
5 Clay Mask Charcoal untuk Bersihkan Pori-Pori Wajah, Ampuh Angkat Komedo!
-
Sinopsis Oshi no Satsujin, Drama Terbaru Momoko Tanabe dan Mayuu Yokota