
Pekan lalu, Festival Pamenan Anak Nagari digelar meriah.Festival Pamenan Anak Nagari digelar di Agamjua Art and Culture Cafe, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat (Sumbar), 8 hingga 9 Desember 2022.
Acara in dimaksudkan untuk menghidupkan kembali identitas budaya Minangkabu melalui kesenian tradisional. Terbukti, beragam kesenian tradisional yang berasal dari 10 Nagari di Payakumbuh ditampilkan
Beragam kesenian tradisional itu meliputi Payobasuang mengenalkan Rabab Darek, Tiaka menampilkan seni Basidongkang. Kemudian Nagari Koto nan Godang menampilkan Tari Podang, Limbukan dengan Randai Si Agak Tuah dan Aia Tabik menampilkan Talempong Sikatuntuang.
Nagari Aur Kuniang, Koto Panjang Lamposi, Parambahan, Sungai Durian, serta Nagari Koto Nan Ompek juga menampilkan permainan tradisional dan kuliner tradisionalnya masing-masing.
Suara Sumbar melansir, Kurator Festival Pamenan Anak Nagari, Buya Zuari Abdullah menjelaskan, pepatah adat itu berisi ajakan agar orang Minang terus merekonstruksi ulang karakter atau kepribadian Minangkabau. Karakter dan kepribadian tersebut bisa diserap dari bermacam sisi, salah satunya kesenian tradisional.
Buya Zuari melihat pentingnya upaya pengembangan kesenian tradisional yang ada di Nagari-nagari, mulai dari permaian tradisional hingga kuliner tradisional.
“Dari seni kuliner atau masakan tradisional kita bisa belajar tentang ketahanan pangan, dari permainan tradisional begitu pula. Di tiap-tiap item itu terkandung kekayaan ilmu pengetahuan yang akan hilang dan punah jika tidak segera diselamatkan,” ungkap Buya Zuari.
Menurut Buya Zuari, festival itu berangkat dari hasil Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Kesenian Tradisional yang telah dilakukan sebelumnya.
Adapun salah satu hasil FGD itu ialah terhimpunnya data kesenian tradisional dari 10 Nagari di Payakumbuh. Hal itu yang kemudian ditampilkan dalam Festival Permainan Anak Nagari tahun ini.
Kegiatan itu sukses diselenggarakan berkat program Dinas Kebudayaan Sumbar yang terlaksana dengan sokongan dana pokir Ketua DPRD Sumbar, Supardi.
Bicara hidupnya kesenian tradisional bersama nilai-nilai positif yang dikandungnya, mau tidak mau juga harus menyinggung eksistensi Nagari tempat tumbuh kembangnya kesenian tradisional itu sendiri. Namun sayang, eskistensi Nagari itu sendiri mulai pudar.
Hal itu juga menjadi perhatian Buya Zuari. Menurut dia, berbagai aspek yang ada dalam suatu Nagari, seperti kesenian tradisional, silek, surau, sasasan, dan seterusnnya, sulit dikembangkan lebih jauh jika Nagari itu sendiri tidak kehilangan daya hidup.
“Eksistensi Nagari akan menentukan pula nasib identitas budaya Minangkabau. Banyak aspek sosial-budaya, nilai-nilai lokal yang positif, yang memudar seiring meredupnya Nagari,” kata Buya Zuari lagi.
Oleh sebab itu, lewat festival yang baru digelar ini dia melihat secercah harapan.
“Jika festival ini bisa digelar di Nagari-nagari yang ada di Payakumbuh, maka kesenian-kesenian tradisional di mana identitas budaya itu berkait bisa terus hidup, tumbuh, dan berkembang," harap dia.
Dengan merawat dan mengembangkan kesenian tradisional yang masih hidup di Nagari-nagari, Buya Zuari berharap arus modernisasi dapat difilter.
“Arus budaya dari luar, harus kita filter. Kita tidak tolak semuanya secara serta merta. Namun kita juga tidak boleh menelan mentah-mentah semua yang datang,” pungkas Buya Zuari.
Baca Juga
-
Sidang Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Taeil eks-NCT Ditunda ke Juni, Diduga karena Benturan Jadwal
-
Ulasan Novel Represi: Luka Lama dan Perjalanan Menuju Penyembuhan
-
Review Film Trap: Operasi Penangkapan FBI di Balik Panggung Konser
-
Lika-liku Kehidupan Kembar Siam dalam Buku One Karya Sarah Crossan
-
Seumur Jagung, Kim Bo Ra Umumkan Perceraian dengan Sutradara Jo Ba Reun
Artikel Terkait
-
Review Film When Marnie Was There: Menghanyutkan dan Menyentuh
-
8 Larangan Keras di Candi Borobudur Saat Festival Lampion Waisak, Jangan Sampai Kena Denda!
-
Festival Lampion Borobudur Mulai Jam Berapa? Tiket Masih Ada, Ini Cara Belinya
-
Taman Budaya Bogorun 2025: Lomba Lari Standar Nasional Pertama di Kabupaten Bogor
-
Review Vulcanizadora: Film Indie ala Meditasi Gelap tentang Hidup
Rona
-
GEF SGP Gandeng Ghent University dalam Program Ketahanan Pangan dan Ekologi
-
Kisah Mama Siti: Perempuan Adat Papua yang Menjaga Tradisi Lewat Pala dan Membawanya ke Dunia
-
Pariwisata Hijau: Ekonomi Sirkular untuk Masa Depan Bumi
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Apakah Hari Kartini Menjadi Tameng Emansipasi oleh Kaum Wanita?
Terkini
-
Sidang Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Taeil eks-NCT Ditunda ke Juni, Diduga karena Benturan Jadwal
-
Ulasan Novel Represi: Luka Lama dan Perjalanan Menuju Penyembuhan
-
Review Film Trap: Operasi Penangkapan FBI di Balik Panggung Konser
-
Lika-liku Kehidupan Kembar Siam dalam Buku One Karya Sarah Crossan
-
Seumur Jagung, Kim Bo Ra Umumkan Perceraian dengan Sutradara Jo Ba Reun