Di tengah hiruk pikuk dunia mode, inisiatif yang mengedepankan inklusi muncul. Dosen Desain Mode UNJ (Universitas Negeri Jakarta) Vera Utami, mendorong inklusivitas pakaian adaptif bagi penyandang disabilitas.
Bagi Vera, pakaian bukan sekadar alat untuk tampil modis. Akan tetapi juga medium yang dapat meningkatkan rasa percaya diri, pemberdayaan, dan hak asasi setiap individu, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Empati yang Berasal dari Keluarga
Vera bukanlah sosok yang hanya memandang disabilitas dari jauh. Keponakan dan anaknya merupakan penyandang disabilitas. Sehingga membuat Vera dapat merasakan langsung betapa sulitnya kehidupan sehari-hari bagi mereka.
"Saya sering melihat keponakan saya kesulitan berpakaian, apalagi ketika harus mengenakan pakaian yang tersedia di pasaran," kata pemilik nama lengkap Dr. Vera Utami Gede Putri., S.Pd., M.Ds ketika diwawancara melalui telepon pada Kamis (10/10/2024)
Pengalaman inilah yang memicu empati dan kesadaran Vera akan pentingnya inovasi di bidang pakaian untuk penyandang disabilitas.
Melalui interaksi dengan keponakan dan anaknya, Vera melihat bahwa pakaian adaptif adalah kebutuhan yang mendesak bagi penyandang disabilitas. Tidak hanya dari segi kenyamanan, tapi juga dari sisi fungsionalitas dan kemudahan pemakaian.
Menurut Vera, banyak keluarga penyandang disabilitas, harus berjuang menyesuaikan pakaian yang tidak didesain untuk kebutuhan khusus. Pada akhirnya menimbulkan frustasi baik bagi pengguna maupun keluarga yang merawat mereka (caregiver).
Keterbatasan Pasar dan Tekad Vera
Vera pun mulai mencari solusi dengan menanyakan langsung kepada komunitas disabilitas di Semarang tentang kebutuhan mereka dalam berpakaian. Hasilnya jelas: pakaian yang tersedia di pasaran tidak memenuhi kebutuhan mereka.
Penyandang disabilitas kerap kali harus beradaptasi dengan pakaian konvensional yang tidak mempertimbangkan keterbatasan fisik mereka. Hal ini membuat Vera semakin terdorong untuk menciptakan sesuatu yang inklusif dan adaptif.
"Sebagai seorang dosen Desain Mode, saya merasa ini tanggung jawab saya. Pakaian adaptif bukan hanya tentang kenyamanan, tapi juga tentang memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk menjalani hidup dengan lebih mudah dan bermartabat," ujar Vera lulusan program Doktor Fakultas Ilmu Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung itu.
Desain untuk Semua
Salah satu prinsip yang diterapkan Vera dalam merancang pakaian adaptif bagi penyandang disabilitas adalah budaya keluarga. Vera menyadari bahwa setiap keluarga penyandang disabilitas memiliki kebiasaan yang berbeda dalam merawat anggota keluarganya.
"Ada ibu yang harus mengurus anak-anak lain di samping merawat anak dengan cerebral palsy. Maka, pakaian yang mereka butuhkan haruslah praktis dan efisien," tambahnya.
Pakaian adaptif ini dirancang agar sesuai dengan kondisi fisik cerebral palsy yang bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Untuk itu, pakaian yang dikembangkan Vera hadir dengan beragam pilihan.
Misalnya seperti bukaan resleting penuh atau sebagian, hingga penggunaan perekat yang memudahkan pemakaian oleh caregiver. Fokus Vera bukan hanya pada penggunanya, tetapi juga pada pendamping yang berperan besar dalam membantu mereka berpakaian.
Menuju Inklusivitas yang Lebih Luas
Vera memulai perjalanan ini sejak 2017, ketika ia membimbing skripsi mahasiswa terkait desain adaptive clothing. Dalam perjalanan tersebut, Vera terus mendalami riset dan mengembangkan berbagai jenis fesyen adaptif.
Tidak hanya memudahkan pengguna, tetapi juga membantu caregiver dalam rutinitas sehari-hari. Inklusivitas yang ia dorong tak hanya soal pakaian yang nyaman dan fungsional, tetapi juga soal kesetaraan dalam hal hak asasi.
Harapan Vera ke depan adalah terciptanya lebih banyak pilihan pakaian adaptif di industri fashion yang memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas.
Dengan begitu, mereka tak hanya akan merasa lebih nyaman secara fisik, tetapi juga lebih diterima dalam kehidupan sosial. "Setiap orang, tanpa terkecuali, berhak memiliki pakaian yang membuat mereka merasa dihargai dan diberdayakan. Ini adalah bagian dari membangun masyarakat yang inklusif, sesuai dengan arah pemerintah," tutup Vera.
Vera, dengan tekad dan empatinya, telah mengukir namanya sebagai dosen UNJ pionir inklusivitas dalam hal pakaian adaptif bagi penyandang disabilitas. Melalui brand Zavera Adaptif yang didirikannya, masa depan fashion bukan hanya soal tren dan gaya, tetapi juga tentang kemanusiaan dan keberagaman.
Inklusi in style kini bukan sekadar konsep abstrak—melainkan kenyataan yang semakin mendekati jangkauan kita semua. Dengan inovasi ini, ia tak hanya mendobrak batasan desain, tetapi juga membangun jembatan bagi penyandang disabilitas untuk hidup dengan lebih nyaman, mandiri, dan berdaya.
Artikel Terkait
-
Membungkus Pakaian dengan Plastik Wrap: Tips Traveling Tanpa Ribet
-
Cara Merawat Pakaian di Musim Hujan, Dijamin Tetap Awet!
-
Allen Ren, Aktor China Dijuluki 'Bang Sholeh' karena Anti Kissing di Drama
-
10 Tahun Jokowi, Indonesia Juara Umum Paragames Tiga Kali Berturut-Turut dan Raih Medali Emas di Dua Paralimpiade
-
Dari UU ke Realita: Mengapa Hak Penyandang Disabilitas Masih Diabaikan?
Rona
-
Tantangan Pandam Adiwastra Janaloka dalam Memasarkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Mengenal Pegon, Kendaraan Tradisional Mirip Pedati yang Ada di Ambulu Jember
-
Fesyen Adaptif: Inovasi Inklusif di Dunia Mode untuk Penyandang Disabilitas
-
KILAS dan Edukasi G-3R di Cimenyan: Membangun Kesadaran Pengelolaan Sampah
-
Ekoregion Pembangunan Wilayah di Papua sebagai Solusi Pembangunan Berkelanjutan
Terkini
-
Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah Sejak Juli 2024, Mahar Emas 3 Gram dan Uang 200 Ribu
-
Ulasan Buku Sabar, Syukur, dan Ikhlas: Kunci Sukses Bahagia Dunia Akhirat
-
Spoiler! Hunter X Hunter Chapter 403: Balsamilco vs Pangeran Halkenburg
-
Hazelight Studios Umumkan Game Baru, Siap Hadirkan Inovasi Co-Op Unik!
-
Rencana Timnas Indonesia Panggil 3 Bintangnya Buat Vietnam Ketakutan