Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | R. Josaphat Bhismantaka Nugroho Bagaskara
Kopicek, produk kopi dari Komunitas Mata Hati (Dok. Pribadi/R. Josaphat B. N. B)

Komunitas Mata Hati, atau biasa disebut dengan 'KMH', merupakan komunitas difabel tunanetra yang bertempat di Surabaya. KMH dulunya merupakan komunitas musik, yang kemudian perlahan menjadi wadah tunanetra untuk mengeksplor minat dan bakatnya. Hingga kini, terhitung sudah 25 tahun Komunitas Mata Hati memberikan manfaat dan berkarya kepada masyarakat difabel dan non-difabel.

Karya-karya teman tunanetra di KMH sangat beragam. Ada yang menyalurkannya melalui musik, terapi pijat, hingga pengolahan kopi. Hal ini mereka lakukan dalam upaya mematahkan stigma difabel, terkhusus tunanetra kepada mayoritas masyarakat. Mayoritas masyarakat kerap kali memandang individu difabel dengan "sebelah mata". Hal tersebut bisa ditandai dengan terbatasnya ruang publik bagi difabel untuk mengeksplorasi dirinya. 

Mengenai hal tersebut, salah satu anggota Komunitas Mata Hati bernama Ipung, mengungkapkan pengalamannya terkait perjuangan tunanetra untuk mematahkan stigma tersebut, terkhusus melalui pengolahan kopi. Ipung sendiri merupakan barista dari produk olahan kopi KMH, bernama 'Kopicek'. Setelah ini, penulis akan melampirkan hasil wawancara pribadinya dengan barista dan anggota KMH terkait hal tersebut.

Sudut Pandang Kopicek Melalui Kacamata Baristanya

Ipung, barista Kopicek dan anggota Komunitas Mata Hati (Dok. Pribadi/R. Josaphat B. N. B)

Dalam sesi wawancara pribadi dengan penulis, Fadhlakal Jamal Ghofqru Aswar, atau biasa dipanggil Ipung, mengungkapkan awal mula ia tertarik kepada dunia kopi, hingga harapan Komunitas Mata Hati untuk mematahkan stigma tunanetra melalui Kopicek.

"Dulu itu awal suka kopi sejak TK, ketika nyoba kopi punya nenek. Dari situ kemudian jadi tahu rasa kopi, dan malah suka. Kalau terkait bikin kopinya, saya baru tertarik beberapa bulan kebelakang ini," ujar barista tunanetra tersebut menceritakan pengalamannya terjun ke dunia kopi.

Kemudian, Ipung menambahkan cerita tentang bagaimana awal mula Komunitas Mata Hati mengawali usaha kopi mereka.

"Memang pada dasarnya, temen-temen disini (KMH), pada suka ngopi. Dari situ kita sekalian mikir, untuk membuat produk kopi kita sendiri yang nantinya akan dijual," jelas Ipung menceritakan terbentuknya Kopicek.

Barista Kopicek tersebut juga menuturkan bahwa ia dan rekan-rekannya di KMH mempelajari tata cara pengolahan dan pembuatan kopi, melalui media sosial, seperti YouTube dan Instagram.

Selain itu, Ipung dan teman-teman dari Komunitas Mata Hati juga kerap mengadakan pelatihan bersama untuk mempelajari penggunaan alat-alat untuk "memahat" kopi khas mereka.

Selanjutnya, Ipung menjelaskan filosofi dan makna terselubung dari "Kopicek" itu sendiri. 

"Kopicek. Kopinya orang picek. Udah gitu aja sebenernya maknanya. Tapi karena interpretasi orang beda-beda, akhirnya kita pakai slogan. Kopicek, Cek Rasanya, Cek Nikmatnya, begitu. Kalau aku sih seneng-seneng aja dibilang picek, karena memang aku punya keterbatasan penglihatan, tapi ya itu tadi, interpretasi orang beda-beda, jadi ya seperti itu," ucap barista Kopicek menuturkan tentang alasan dan makna terselubung dari penamaan produk kopinya.

Terakhir, Ipung memaparkan tujuan utama yang diangkat oleh Komunitas Mata Hati melalui Kopicek. 

"Sebenernya Kopicek ini selain kita hobinya suka ngopi, hal ini juga dilaksanakan dalam upaya mematahkan stigma tunanetra yang kebanyakan dianggap hanya bisa menjadi tukang pijat, padahal tidak. Ada juga yang menjadi musisi dan barista, dan masih banyak lagi. Dan kadang juga ada orang-orang yang meremehkan tunanetra karena keterbatasan kami. Maka dari itu sudah menjadi tugas saya, teman-teman, dan KMH untuk tetap berkontribusi terhadap masyarakat," tutup Ipung mengungkapkan tujuan utama KMH untuk mematahkan stigma tunanetra melalui Kopicek.

Sebagai komunitas difabel, Komunitas Mata Hati (KMH) juga bergerak dalam menyuarakan tentang hak-hak tunanetra, yang tidak boleh dikekang oleh stigma mayoritas. Hal ini ditandai melalui berbagai hal, salah satunya melalui produk Kopicek, yang dibuat menggunakan "mata hati'.

R. Josaphat Bhismantaka Nugroho Bagaskara