Cadangan es di Antartika, penyimpan sebagian besar air tawar dunia, kian cepat mencair. Dampaknya sangat besar: permukaan laut naik, arus laut global berubah, hingga ancaman tenggelamnya wilayah pesisir.
Selama puluhan tahun, para ilmuwan menduga angin barat yang menguat akibat perubahan iklim adalah penyebab utama pencairan lapisan es di Antartika Barat, terutama di kawasan Laut Amundsen.
Namun riset terbaru dari University of Washington, yang terbit di Nature Geoscience (10/9), justru membalikkan dugaan itu.
Apa yang ditemukan peneliti?
Tim yang dipimpin Gemma O’Connor menggunakan data dari inti es, lingkaran pohon, dan karang untuk membangun model iklim beresolusi tinggi.
Mereka lalu melakukan 30 simulasi untuk menguji pola angin di Antartika. Hasilnya konsisten: hembusan angin dari utara, bukan angin barat, lebih berperan dalam mempercepat pencairan es.
Angin utara ini menutup “polynyas”, celah kecil di es laut yang biasanya menjadi jalur panas laut keluar ke udara. Saat celah tertutup, panas terjebak di dalam air, membuat laut lebih hangat, dan mempercepat pencairan es dari bawah permukaan.
Jika lapisan es di Antartika Barat mencair seluruhnya, permukaan laut global bisa naik hingga 6 meter. Itu berarti kota-kota pesisir di seluruh dunia, termasuk Jakarta, terancam tenggelam.
Lebih jauh, temuan ini memperkuat kaitan antara aktivitas manusia dan hilangnya es di Antartika. Menurut O’Connor, emisi gas rumah kaca telah melemahkan tekanan udara di Laut Amundsen sehingga angin utara makin kuat.
“Ada hubungan nyata antara hilangnya es Antartika Barat dan perubahan iklim akibat manusia, hanya saja jalurnya berbeda dari yang kami kira sebelumnya,” jelasnya.
Riset ini memberi peringatan bahwa model iklim yang hanya mengandalkan peran angin barat tidak cukup akurat. Dengan memahami faktor angin utara, prediksi masa depan pencairan es bisa lebih tepat, dan kebijakan iklim global harus lebih serius meredam emisi penyebab perubahan cuaca ekstrem.
Penulis: Muhammad Ryan Sabiti
Baca Juga
-
Setelah Dievakuasi, Ancaman Belum Usai: Risiko Kesehatan Kontaminasi Cs-137
-
40 Hari Bolos Sekolah, Ferry Irwandi Tersentuh oleh Kesabaran Sang Guru!
-
Bingung Cara 'Styling' Biar Gak Gitu-gitu Aja? Ini 9 Aturan Main Buat Pemula
-
Sunscreen saat Hujan, Pentingkah? Jangan Sampai Salah Langkah!
-
Raisa & Hamish Daud Umumkan Perpisahan, Fans Teringat Lirik 'Usai di Sini'
Artikel Terkait
-
Nyamuk Ditemukan di Islandia, Pertanda Iklim Global Kian Menghangat
-
IRENA: Dunia Butuh Dua Kali Lipat Aksi untuk Selamat dari Krisis Iklim
-
Saat Suhu Bumi Naik, Nyamuk pun Berpesta: Awas Ancaman 'Ledakan' Demam Berdarah
-
Target Emisi Indonesia Mundur Tujuh Tahun, Pemerintah Didesak Dengarkan Suara Rakyat
-
Imajinasi Iklim dari Pinggiran: Cerita yang Tak Terdengar di Forum-forum Megah Pemerintah
Rona
-
Menebar Cahaya dari Kalam Ilahi: Komunitas Sahabat Al-Qur'an Tumbuh Bersama Ayat dan Amal
-
Perempuan Pesisir dan Beban Ganda di Tengah Krisis Iklim
-
Saat Pemuda Adat Tampil di Panggung Dunia Membela Hutan dan Budaya: Mengapa Ini Penting?
-
Polusi Plastik Mengancam Pesisir, Bagaimana Partisipasi Publik Jadi Solusi?
-
Ketika Musang Luwak Jadi Penyeimbang Ekosistem Hutan, Bagaimana Sumbangsihnya?
Terkini
-
Setelah Dievakuasi, Ancaman Belum Usai: Risiko Kesehatan Kontaminasi Cs-137
-
40 Hari Bolos Sekolah, Ferry Irwandi Tersentuh oleh Kesabaran Sang Guru!
-
Bingung Cara 'Styling' Biar Gak Gitu-gitu Aja? Ini 9 Aturan Main Buat Pemula
-
Sunscreen saat Hujan, Pentingkah? Jangan Sampai Salah Langkah!
-
Raisa & Hamish Daud Umumkan Perpisahan, Fans Teringat Lirik 'Usai di Sini'