Di tengah maraknya isu deforestasi dan krisis lingkungan, ada sebuah kampung di Ciamis, Jawa Barat, yang justru menjadi contoh sebaliknya. Kampung Kuta, sebuah perkampungan adat di Kecamatan Tambaksari, dikenal luas karena konsistensinya menjaga Hutan Adat Leuweung Gede.
Seluas 31 hektare, hutan ini tetap terjaga bukan karena pagar beton atau patroli aparat, melainkan berkat aturan adat yang diwariskan turun-temurun. Di Jawa Barat, Leuweung Gede menjadi satu-satunya hutan adat, dan secara nasional termasuk dari sepuluh hutan adat di Pulau Jawa yang diakui negara melalui SK Menteri LHK.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyaksikan langsung bagaimana hutan itu tetap lestari saat berkunjung pada pertengahan September 2025. Ia memberi apresiasi sekaligus menyebut masyarakat Kampung Kuta sebagai teladan nasional.
Menurutnya, apa yang dijalankan warga membuktikan bahwa kearifan lokal bisa sejalan dengan kebijakan negara, terutama dalam program perhutanan sosial. Lebih dari sekadar urusan menjaga pepohonan, pengakuan hutan adat juga menyangkut martabat, identitas, dan hak hidup masyarakat adat.
Bagi warga Kampung Kuta, hutan bukanlah sekadar ruang hijau, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari. Aturan adat melarang mereka merusak, apalagi menebang sembarangan. Hutan itu dianggap keramat, dijaga dengan ritual dan tata cara yang penuh makna. Dari generasi ke generasi, anak-anak tumbuh dengan kesadaran bahwa menjaga hutan berarti menjaga masa depan.
Tak hanya soal ekologi, hutan adat juga memberi sumber kehidupan. Aren menjadi komoditas unggulan yang diolah melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial. Dari pohon aren lahir gula, kopi, madu klanceng, hingga kerajinan bambu yang menopang ekonomi warga.
Menhut bahkan ikut memanen aren bersama warga, merasakan langsung bagaimana tradisi dan penghidupan menyatu dalam satu siklus.
Sejak 2016, pemerintah telah mengakui lebih dari 160 unit hutan adat di Indonesia dengan luas mencapai 333 ribu hektare. Namun, apa yang dijalankan masyarakat Kampung Kuta memberi wajah nyata dari kebijakan itu: bahwa hutan adat bisa melestarikan alam sekaligus meningkatkan kesejahteraan.
Kampung Kuta menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak harus mengorbankan tradisi. Justru, tradisi bisa menjadi pondasi kokoh dalam menghadapi tantangan zaman. Apa yang mereka jaga selama ini bukan hanya hutan, melainkan warisan budaya dan harapan bagi generasi mendatang.
Baca Juga
-
Nova Arianto Mulai Temukan Puzzle Timnas Indonesia U-17 Jelang Piala Dunia
-
Rangkap Jabatan, Angga Raka Prabowo Dibela Akademisi
-
Debat Panas di X Soal Personal Branding, Sebenarnya Kita Perlu Gak Sih?
-
Rombak Anggaran ala Purbaya: Gebrakan atau Judi Ekonomi?
-
Djamari Chaniago Siap Beri Masukan Reformasi Polri Bersama Ahmad Dofiri
Artikel Terkait
Rona
-
Festival Bodri 2025: Diskusi Lintas Sektor Hasilkan Solusi Nyata untuk Kelestarian DAS Bodri
-
Dari Mediterania ke Eropa: Bagaimana Cat Putih Membuat Rumah Lebih Nyaman dan Turunkan Suhu?
-
Es Antartika Terus Menyusut, Ilmuwan Bongkar Faktor Tersembunyi
-
Startup Indonesia Gandeng Zeroboard Jepang untuk Tekan Emisi Karbon
-
Mahasiswa KKN UNS Kembangkan Program 'Berseri' untuk Kelola Sampah Organik di Serangan
Terkini
-
Nova Arianto Mulai Temukan Puzzle Timnas Indonesia U-17 Jelang Piala Dunia
-
Rangkap Jabatan, Angga Raka Prabowo Dibela Akademisi
-
Debat Panas di X Soal Personal Branding, Sebenarnya Kita Perlu Gak Sih?
-
Rombak Anggaran ala Purbaya: Gebrakan atau Judi Ekonomi?
-
Djamari Chaniago Siap Beri Masukan Reformasi Polri Bersama Ahmad Dofiri