Berdiri tegap di pojokan kamar.
Aku saksikan secara perlahan, sambil badan berada di atas kasur.
Hari pun terasa panas yang mau menyusuri tubuhku.
Pikiran mulai melayang-layang memandangi lemari kusam itu.
Lemari itu kini semakin tua.
Ukiran-ukirannya bercorak kuno mengelilingi.
Debu-debu pun ikut menghiasi tubuhnya.
Aku terus menatap, ia pun terus menatap.
Sejak malam hari akan tiba.
Dirimu tak menampakkan cahaya seperti lemari yang ada di gedung-gedung tinggi.
Engkau begitu polos dan kadang menyeramkan.
Mungkin karena sudah banyak sejarah telah kau ukir.
Lemari tua, lemari kusam.
Dirimu tetap menjadi yang terbaik.
Dirimu tetap nomor satu sebagai lemari kuat di rumah ini.
Walau dirimu nampak kusam.
Tapi kau lemari tua, banyak memberi perjuangan.
Baca Juga
-
Romantisasi Ketangguhan Warga: Bukti Kegagalan Negara dalam Mengurus Bencana?
-
Sampah, Bau, dan Mental Warga yang Disuruh Kuat
-
Iklan Premium, Isi Refill: Mengapa Pemimpin Kompeten Sulit Menang?
-
Hidupmu Bukan Konten: Melawan Standar Sukses Versi Media Sosial
-
Remaja, Keranjang Oranye, dan Ilusi Bahagia Bernama Checkout
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
CERPEN: Tuhan Tidak Pergi, Manusia Yang Menjauh
-
Bakar-Bakaran Malam Tahun Baru, Tradisi Sederhana yang Selalu Dinanti
-
XD Jepang Midorikawa/Saito Resmi Berpisah, Ada Kekecewaan yang Terungkap
-
Kim Min Kyu dan Kang Han Na Jatuh Cinta Lewat Email di Drama Love Track
-
CERPEN: Tawa Misterius di Kamar Asrama