Tampak aroma semangat dalam dirimu.
Keriput kini berhias di wajah indahmu.
Rambut mulai memutih tanda engkau sudah tua.
Badan pun tak sekuat dulu lagi.
Engkau terus merawang akan masa lalu.
Masa lalu atas perjuangan dan kenanganmu.
Engkau bahkan berharap agar seperti dahulu kala.
Namun, itu hanyalah angan-anganmu saja.
Kini kadang kau tak sadar, kalau kau tak sekuat seperti dahulu.
Kini kau lupa bahwa saatnya istirahatkan tumbuhmu di masa tua.
Engkau seakan tak kenal lelah.
Engkau tak pernah tenang ketika berdiam diri di rumah saja.
Engkau begitu etos dan tekun bekerja.
Ayah, kini engkau sudah tua.
Cukuplah bagimu berjuang untuk anak-anakmu.
Hanya do'amulah ridha dari kesuksesan anak-anakmu.
Kini sudah saatnya anakmu akan merawat dan mengabdi kepadamu.
Istrihatlah wahai ayahku, kini engkau sudah tua.
Baca Juga
-
Media Sosial, Desa, dan Budaya yang Berubah
-
Media Sosial dan Dunia Anak: Antara Manfaat dan Tantangan
-
Pendidikan Etika Digital sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan
-
Pendidikan, Kunci Generasi Muda Menuju Indonesia Emas 2045
-
9 HP Kamera 0,5 Harga 1-2 Jutaan Terbaik 2025, Foto Ramean Jadi Full Team!
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
Terungkap! Alasan Haru Tim SAR Pilih 'Tangan Kosong' di Ponpes Al Khoziny
-
Tak Ada Marselino, Siapa yang Layak Dampingi Ivar Jenner di Lini Tengah Timnas SEA Games 2025?
-
Review Film Rangga & Cinta: Sekuel AADC yang Lebih Emosional dan Musikal!
-
7 RS di Jakarta Ini Tawarkan Paket MCU Unik: Cek Kesehatan Jiwa Hingga Bebas Narkoba
-
Picu Pro Kontra, The Sweet Idleness Diklaim sebagai Film Pertama Garapan AI