Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Leo Dwi
Proses pembakaran ssate (DocPribadi/leodwi).

Berasal dari Jawa Timur, kupikir aku mampu menemukan rasa baru yang bisa bersahabat dengan lidahku, ternyata tidak.  Tiga tahun lebih aku hidup di perantauan, tepatnya di Yogyakarta, hampir semua kuliner kucicipi terutama makanan khasnya.

Lidahku ini ternyata tak mudah menerima rasa baru. Rasa yang tersemat dari Jawa Timuran melekat ke dasar lidahku. Akhirnya kucoba mencari makanan kuliner khas Jawa Timur, khususnya Ponorogo yang terkenal akan sate ayamnya.

Bermodal kuota untuk berselancar di dunia maya, aku menemukan salah satu warung sate ayam Ponorogo. Kulihat kuliner ini cukup langka di Jogja, hanya ada beberapa saja bahkan tak lebih dari 5 warung. Akhirnya kuputuskan untuk memilih Sate Ponorogo Pak Singo yang terletak di Jalan Sunan Kudus, Kasihan, Bantul.

 Warung ini ternyata masih cukup baru, Mas Leo, tukang kipas sekaligus pemilik warung  bercerita bagaimana ia mulai memperkenalkan sate Ponorogo di sini. Katanya, ia cukup kesulitan di awal karena memang kuliner ini masih asing di lidah orang Jogja.

Dengan modal seadanya, ia mulai membangun warung ini dengan semangat yang dipunya. Bermodal tekad dan keyakinan atas apa yang pernah ia janjikan pada dirinya, Mas Leo mulai menegaskan diri untuk membangun usaha pertamanya sendiri di tengah keterbatasan saat pandemi. 

Tak butuh waktu lama, Mas Leo menyajikan makanan yang aku tunggu. Sebuah sate sebanyak 10 tusuk dengan potongan lontong, dibalut dengan sambal kacangnya yang kental dan cenderung berwarna coklat muda, sungguh sangat menggugah selera. Segera kutandaskan tusuk demi tusuk karena memang bagiku, dibanding sate yang lain, sate Ponorogo menjadi favoritku tersendiri.

Sate Ponorogo, selain rasanya yang nikmat juga rendah akan kolesterol. Pembuatan bumbunya pun tanpa menggunakan MSG yang tentunya baik untuk tetap menjaga kesehatanmu.

Penggunaan ayam yang digunakan hanya daging dan kulit saja serta pembuatan bumbu kacangnya yang disangrai membuat sate ini rendah akan penggunaan minyak. Teksturnya yang empuk dan lembut serta perpaduan rasa antara gurih dan manis membuatku ingin menambah porsi untuk kumakan di rumah.

Oiya, sate ayam ini juga sangat terjangkau. Untuk satu porsinya hanya dibanderol Rp 13 ribu saja. Jika ingin ditambah lontong cukup menambah 2 ribu sudah membuat kenyang di perut. 

Selain sate ayam, di warung Sate Ponorogo Pak Singo juga terdapat menu sate tahu yang tak kalah enak. Memang di Ponorogo sendiri kuliner sate cukup bannyak varia,  salah satunya adalah sate tahu ini.

Kombinasi antara irisan tahu dan aci lalu dibakar dengan bumbu bakar seperti sate ayam ditambah sambal kacang adalah perpaduan yang sempurna untuk kuliner satu ini. Dengan potongan yang terbilang besar, sate tahu lumayan mengenyangkan.

Apalagi, harganya pun  terjangkau yaitu Rp 10 ribu saja. Jika pakai lontong Rp 12 ribu, benar-benar sangat ramah di kantong untuk kuliner seenak ini.

Sate Ponorogo Pak Singo juga melayani pemesan untuk menunjang acara-acara kamu lo. Biasanya para pemesan memesan untuk acara kondangan, ulang tahun, selamatan, atau hanya sekadar untuk hampers dibagi-bagikan sebagai oleh-oleh.

Kemasan yang digunakan pun berbeda. Sate beserta lontong dan sambel kacang yang belum diseduh akan ditempatkan di dalam besek. Jangan khawatir, meskipun dengan kemasan besek, rasa dan kualitas tetap terjaga, terbukti dengan para langganan yang datang kembali untuk memesan, menjadi patokan bahwa Sate Ponorogo Pak Singo konsisten menjaga rasa dan kualitas satenya. Untuk harganya bervarian tergantung isian yang diminta pelanggan. 

Saking enaknya bercerita betapa puasnya kulineran di warung mas Leo, aku sampai lupa menuliskan alamat warung ini. Warung Sate Ponorogo Pak Singo terletak di jalan Sunan Kudus, Gatak, Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY.

Jika kalian hendak kesini dan bingung dengan titik alamatnya, cukup ketikan di Google Maps Sate Ponorogo Pak Singo, maka kalian akan dituntun hingga sampai di depan warung tersebut. Untuk kamu yang mageran, bisa pesan lewat ojek online ya, tersedia di Gojek, Grab dan Maxim.

Akhir kata, perjalanan kuliner kali ini sungguh memuaskan, selain mengobati rasa rindu terhadap kota Ponorogo, aku menemukan kuliner khas tersebut tak jauh dari tempatku berada.

Di tengah masa pandemi seperti ini, para pejuang UMKM sangat diuji mentalnya. Salah satunya Mas Leo yang baru memulai usaha dengan segala keterbatasan. Mari kita dukung para UMKM kembali meraba di kancah perekonomian negeri. Dengan 1 porsi yang kamu beli, sangat berarti bagi para pedagang-pedagang yang sedang bertahan dalam kondisi ini. 

Leo Dwi

Baca Juga