Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Eko Saputra
Ilustrasi Membaca Buku (Pixabay).

Membaca buku non fiksi memiliki banyak manfaat, salah satunya menambah wawasan dan memperluas sudut pandang. Namun, bagi sebagian orang, membaca buku non fiksi masih sulit dilakukan.

Salah satu alasannya karena kebanyakan buku jenis ini cukup tebal, biasanya lebih dari 300 halaman bahkan ada yang sampai 700-an halaman. Hal ini tentu bisa menyurutkan semangat, apalagi bagi yang baru memulai membaca buku-buku non fiksi.

Jika kamu termasuk salah satunya, tak perlu khawatir karena ada cukup banyak buku non fiksi yang tipis, tak lebih dari 160 halaman. Nah, berikut ini 5 di antaranya. 

1. Wabah dan Pandemi – Meera Senthilingam

Buku setebal 134 halaman ini menjelaskan secara khusus tentang penyakit menular mulai dari cacar, campak, HIV, polio, hingga covid-19 yang telah memusnahkan sejumlah masyarakat.

Meera Senthilingam mengawali buku ini dengan memberikan definisi berbagai istilah rumit penyakit menular seperti; wabah, epidemi, pandemi, endemik, herd immunity, kasus indeks dan lain sebagainya. 

Selanjutnya penulis memaparkan lebih jauh tentang bagaimana suatu penyakit dapat menular dari satu individu ke sekelompok masyarakat, dan kemudian menjangkiti penduduk dunia secara global. Berbagai upaya juga telah dilakukan demi memerangi penyakit menular ini seperti memberikan vaksin dan obat-obatan.

Meera Senthilingam juga menyebutkan bahwa pemberantas penyakit menular bersifat kompleks, tidak hanya masalah medis, melainkan juga soal sosial dan politik. 

Buku yang hadir di waktu yang tepat ini memberikan harapan sekaligus wawasan yang lebih jernih tentang apa yang sebenarnya kita hadapi.

2. Mahadata – Brian Clegg

Mahadata (Big Data) merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut himpunan data yang sangat banyak dan rumit. Data tersebut bisa berupa teks, gambar, video, rekaman suara dan lain sebagainya. Data-data itu kemudian diolah oleh seperangkat kecerdasan buatan untuk tujuan tertentu, misalnya memilih karyawan mana yang layak direkrut oleh perusahaan dengan melihat rekam jejaknya di dunia maya, atau merekomendasikan beberapa film kepada pengguna layanan streaming dengan melihat film jenis apa yang sering ditonton sebelumnya. 

Dalam buku setebal 158 halaman ini, Brian Clegg menjelaskan lebih jauh tentang mahadata, bagaimana cara kerjanya, dan apa manfaat serta dampak buruknya bagi kehidupan saat ini dan masa depan. Penulis buku-buku sains populer ini juga memberikan beberapa contoh penerapannya oleh berbagai perusahaan seperti Netflix dan Amazon. Buku ini merupakan pengantar bagi siapa saja yang ingin mengenal mahadata.

3. Stop Membaca Berita – Rolf Dobelli

Di zaman yang semakin canggih, kita dapat dengan mudah mengetahui peristiwa apa saja di belahan bumi mana pun secara cepat, bahkan langsung setelah peristiwa itu terjadi. Mulai dari penangkapan politikus korup, bencana alam, jatuhnya pesawat terbang, perceraian artis ternama, aksi terorisme, demonstrasi besar-besaran dan masih banyak lagi. Kita dijejali begitu banyak berita sepanjang hari. Namun, apakah mengikuti semuanya benar-benar bermanfaat? Menurut Rolf Dobelli, justru lebih banyak mudaratnya.

Dalam buku setebal 145 halaman ini, Rolf Dobelli memberikan tak kurang dari dua puluh argumen mengapa membaca berita sebenarnya tidak baik untuk kita. Beberapa alasannya seperti; berita mengaburkan gambaran besar, berita keliru menggambarkan risiko, berita memberi kita ilusi empati, dan masih banyak lagi. Alih-alih membaca berita, Rolf Dobelli sendiri menyarankan untuk lebih banyak membaca buku dan artikel-artikel panjang yang mendalam. 

Di antara jutaan berita yang menjejali sepanjang waktu, buku ini hadir sebagai pengingat untuk kita agar memilah mana berita yang layak diikuti dan mana yang sebaiknya ditinggalkan. 

4. Quarter-Life Crisis – Gerhana Nurhayati Putri

Cemas dan bingung dengan masa depan? Menjadi idealis atau realistis? Lanjut kuliah atau kerja? Pasangan yang tepat itu bagaimana? Gaji tinggi atau kerja sesuai passion? Kantoran atau freelance? Finansial tak maju-maju? Jika segudang permasalahan tersebut kamu alami saat ini, buku ini mungkin cocok untuk dibaca.

Selain karena tipis (102 halaman) dan relate dengan masalah sehari-hari, buku ini juga merupakan buku ilustrasi sehingga pembaca tidak mungkin bosan mengikuti sampai akhir. 

Buku ini terdiri dari tiga bagian besar. Bagian pertama mendefinisikan quarter-life crisis dengan lebih jelas dilengkapi tanda-tanda bagi yang mengalaminya. Bagian kedua memaparkan berbagai masalah yang paling sering dialami orang-orang yang berada dalam fase ini. Bagian terakhir memberikan solusi dan langkah-langkah yang dapat dilakukan guna menghadapi masalah tersebut. 

5. Wait, What? Dan Pertanyaan Mendasar Lain dalam Hidup – James E. Ryan

Buku setebal 118 halaman yang ditulis oleh James E. Ryan ini menjelaskan tentang lima pertanyaan paling penting di dalam hidup. Pertanyaan-pertanyaan ini perlu kita ajukan guna memicu keingintahuan dan memulai kemajuan, baik itu dalam kehidupan pribadi, lingkungan kerja, maupun masyarakat luas.

Buku ini bermula ketika James E. Ryan menyampaikan pidatonya pada acara wisuda sebagai dekan Harvard Graduate School of Education. Ia menyebutkan bahwa pertanyaan sama pentingnya dengan jawaban. Dengan mengajukan pertanyaan yang tepat, jawaban yang benar pun lebih mudah ditemukan. Video pidato tersebut kemudian viral, lalu seorang editor menyarankan agar naskahnya dibuat lebih panjang. Dan jadilah buku ini. 

Itulah 5 rekomendasi buku non fiksi yang dapat kamu selesaikan dalam sekali duduk. Meskipun tipis, buku-buku tersebut tetap menyajikan pengetahuan yang luas dan mendalam. Jadi, tertarik untuk baca yang mana saja?

Eko Saputra