Memasuki bulan akhir bulan November, penduduk di Amerika Serikat merayakan sebuah tradisi tahunan yakni Thanksgiving. Tradisi ini merayakan sukacita dan rasa syukur sekaligus memperingati peristiwa sampainya para peziarah dari Eropa di benua Amerika untuk mencari kehidupan baru di sana. Thanksgiving dewasa ini dirayakan dengan perjamuan besar yang menghadirkan hidangan khas berupa kalkun panggang yang dinikmati bersama keluarga.
Namun, di balik sukacita yang dirayakan oleh penduduk modern Amerika Serikat, Thanksgiving menyimpan banyak kontroversi yang menyelimutinya. Banyak pihak terutama mereka yang merupakan keturunan penduduk Amerika asli merasa bahwa Thanksgiving dirayakan di atas penderitaan para suku asli benua Amerika yang merasakan pahitnya kolonialisme yang membawa petaka bagi mereka.
Thanksgiving versi narasi kolonial
Penduduk Amerika Serikat di masa modern meyakini bahwa Thanksgiving berakar dari pesta panen yang dirayakan oleh para peziarah (pilgrim) yang datang dari benua Eropa dan menetap di benua Amerika untuk mengadu nasib di dunia baru. Mereka merayakan pesta panen sebagai wujud rasa syukur atas panen pertama mereka di tanah yang baru. Sebagai wujud dari berbagi syukur, mereka mengundang salah satu suku asli Amerika, yakni suku Wampanoag yang diyakini membantu panen mereka.
Beberapa mitos yang dipercaya oleh masyarakat modern di Amerika Serikat bahwa pesta perayaan panen tersebut menghadirkan hidangan kalkun yang dinikmati bersama petinggi suku Wampanoag tersebut. Sehingga tradisi Thanksgiving identik dengan kalkun panggang. Namun, beberapa sejarawan tidak menemukan bukti tertulis simbolisme kalkun di catatan sejarah para kolonialis tersebut. Selain itu, tidak ada bukti tercatat baik dari catatan kolonialis maupun dari tradisi kisah Wampanoag yang mengatakan bahwa suku Wampanoag diundang untuk merayakan pesta panen tersebut.
Thanksgiving versi narasi keturunan penduduk asli benua Amerika (Native Americans) dan Gerakan "Day of Mourning"
Para penduduk asli yang merupakan keturunan suku Amerika asli, terutama suku Wampanoag menolak narasi macam itu. Sepanjang sejarah tidak pernah ada kisah yang disetujui oleh suku Wampanoag bahwa mereka diundang dalam tradisi perayaan Thanksgiving pertama. Tidak ada cerita atau catatan dari nenek moyang Wampanoag yang menyatakan demikian, sehingga para aktivis dari suku Wampanoag menuding pemerintah Amerika Serikat telah memfabrikasi sejarah Thanksgiving untuk kepentingan politik.
Para aktivis suku Amerika asli menilai bahwa tradisi Thanksgiving mengaburkan sejarah kelam yang dialami oleh penduduk Amerika asli. Sepanjang sejarah, hubungan antara penduduk kolonialis kulit putih dengan penduduk asli Amerika diwarnai dengan konflik berdarah.
Mereka terus diperangi dan terpaksa kabur dari tanah mereka, sehingga jumlah mereka semakin berkurang dan kini hanya tersisa beberapa dari keseluruhan demografi penduduk Amerika Serikat. Kehadiran Thanksgiving dinilai hanya memperburuk keadaan, karena menutupi fakta bahwa mereka menjadi korban kolonialisme dan Thanksgiving membuat seolah-olah relasi antara pendatang dengan penduduk asli Amerika selama ini baik-baik saja.
Kerisauan para aktivis penduduk asli Amerika memuncak dan akhirnya merintis sebuah gerakan The National Mourning Day atau Hari Berkabung Nasional bagi penduduk asli Amerika. Gerakan ini dipelopori oleh Frank "Wamsutta" James, seorang aktivis keturunan Wampanoag. Ia menuntut pemerintah Amerika Serikat telah mengaburkan sejarah. Sebagai gantinya, ia merintis gerakan ini untuk mengedukasi para penduduk suku Amerika asli terhadap kekejaman yang mereka alami sepanjang sejarah, menghimpun massa untuk menuntut kesejahteraan bagi penduduk suku Amerika asli dan mengedukasi budaya yang kaya dari suku Amerika Asli.
Gerakan ini menjadi antitesis bagi Thanksgiving. Kini Thanksgiving tetap dirayakan, tapi disertai dengan edukasi akan budaya suku Amerika asli yang kaya kepada penduduk Amerika Serikat modern oleh para keturunan suku Amerika asli. Mereka berharap, ke depannya akan tercipta keadilan yang mereka tuntut dan kesejahteraan bagi penduduk suku Amerika asli yang selama ini menjadi penduduk marjinal.
Referensi
- "Frank James (Wamsutta, 1923-2001) National Day of Mourning," in Dawnland Voices: An Anthology of Indigenous Writing from New England edited by Siobhan Senior (Lincoln: University of Nebraska Press, 2014), 455–458.
- NY Times, "Everything You Learned About Thanksgiving Is Wrong."
- Woodlief, H. Graham, "History of the First Thanksgiving."
Baca Juga
-
Mengenal Orang Tua Alyssa Daguise: Calon Besan Ahmad Dhani Ternyata Bukan Sosok Sembarangan
-
Profil Hestia Faruk: Tante Thariq yang Dahulu Sempat Dikenalkan ke Fuji
-
Menentukan Monster Sesungguhnya dalam Serial Kingdom: Manusia atau Zombie?
-
5 Langkah Awal Memulai Karier sebagai Desainer Grafis, Mulailah dari Freelance!
-
Menekuni Kegiatan Content Creating: Berangkat dari Hobi Menuju Karier
Artikel Terkait
-
Unik! Contoh Ucapan Hari Guru Bahasa Inggris untuk Caption & Story Instagram
-
Kenapa Seminggu Ada 7 Hari? Jawabannya Ada di Langit dan Sejarah
-
Gandeng Park Hyo Shin, V BTS Siap Rilis Lagu Winter Ahead pada 29 November
-
Kumpulan Ucapan Hari Guru Aesthetic: Simple Tapi Berkesan!
-
Sejarah Singkat Berdirinya PGRI, Diawali dari Perlawanan terhadap Penjajah Belanda
Ulasan
-
Ulasan Buku 'Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja', Bagikan Tips Jago Berkomunikasi
-
Mama yang Berubah Jadi Peri di Mummy Fairy and Me 4: Keajaiban Putri Duyung
-
Jambi Paradise, Destinasi Wisata Pilihan Keluarga
-
Melancong ke Jembatan Terindah di Jambi, Gentala Arasy
-
Review Film Role Play, Menjelajahi Dunia Karakter dan Narasi
Terkini
-
Makna Perjuangan yang Tak Kenal Lelah di Lagu Baru Jin BTS 'Running Wild', Sudah Dengarkan?
-
Puncak FFI 2024: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Sapu Bersih 7 Piala Citra
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans
-
3 Rekomendasi Oil Serum Lokal Ampuh Meredakan Jerawat, Tertarik Mencoba?