Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Buku Gus Dur (Doc/Samedy)

Buku berjudul ‘Gus Dur; Kisah-kisah Jenaka dan Pesan-pesan Keberagaman’ yang disusun oleh Marwini, S.H.I., M.A., M.Si ini berusaha mengungkap kisah hidup Gus Dur, panggilan akrab K.H. Abdurrahman Wahid yang penuh dengan keteladanan

Dalam kata pengantar buku ini, penulis menyatakan bahwa salah satu niat menulis buku ini adalah untuk tetap menjaga warisan intelektual dan gagasan Gus Dur yang baik dan bermanfaat, sehingga dapat selalu menginspirasi generasi-generasi berikutnya.

 Almarhum Gus Dur memang dikenal sebagai seorang ulama dan tokoh pesantren. Namun, kiprahnya di kancah nasional justru bukannya menjadi pendakwah dan penceramah dari panggung ke panggung. Sebaliknya, ia hadir dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia, berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami persoalan-persoalan yang dihadapi, serta memberikan jalan keluar.

Sepak terjang perjuangan Gus Dur dapat dibaca sebagai bentuk dakwah ‘bil hal’ atau dakwah yang disampaikan melalui tindakan nyata. Namun, di lain kesempatan ia juga kerap didaulat dan diundang untuk berceramah atau berdakwah ‘bil lisan’. Pergaulannya yang luas menjadikannya sebagai sosok yang bisa hadir di mana-mana, mulai kancah nasional hingga internasional (hlm. 14-15).

Gus Dur tumbuh menjadi sosok yang diperhitungkan oleh kalangan intelektual Indonesia. Ia dikenal sebagai pribadi yang memiliki wawasan perhatian yang sangat luas, terutama dalam bidang sosial humaniora. Namun demikian, ia juga memiliki penguasaan yang cukup mendalam di bidang ilmu agama (hlm. 29).

Perjalanan intelektual Gus Dur sendiri dapat dilacak dari berbagai kegemarannya semasa muda dulu. Ia adalah sosok yang gemar bahkan ‘maniak’ buku. Hampir tidak ada buku, khususnya milik ayahnya sendiri yang tidak dibaca oleh Gus Dur. Bahkan kegemarannya membaca sudah terpupuk sejak ia masih duduk di sekolah dasar. Konon, menjelang kelulusannya dari sekolah dasar, ia pernah memenangkan lomba karya tulis (mengarang) sewilayah Kota Jakarta dan menerima hadiah dari pemerintah.

Kenyataan ini menjadi bukti bahwa kemampuannya dalam menuangkan gagasan dan ide-idenya telah terbentuk sejak usianya masih dini. Hal itu tentu saja dipengaruhi oleh banyaknya informasi yang ia serap dari buku-buku yang dibacanya (hlm. 30).

Selalu menarik memang, bila membaca kembali kisah perjalanan hidup Gus Dur yang sarat dengan keteladanan. Meskipun ia telah tiada akan tetapi gagasan-gagasan luhurnya masih terus dikaji dan dijadikan panutan oleh masyarakat. 

***

*Penulis lepas mukim di Kebumen.

Sam Edy Yuswanto