Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | sofi windiarti
Ilustrasi quarter life crisis. (Unsplash.com/enginakyurt)

Seorang pernah bertanya mengenai keadaan dirinya apakah dirinya sudah disebut dewasa baik secara mental maupun fisik. Terkadang pertanyaan tentang dewasa terhadap dirinya muncul ketika dirinya telah menghadapi usia yang cukup matang, antara 18-30 tahun. Secara usia mungkin merasa bahwa pribadinya sudah disebut dewasa, tetapi mentalnya belum siap menghadapi fase di mana menjadi seorang dewasa adalah hal yang sulit dihadapi.

Menurut Maslow, orang yang dewasa adalah orang yang dapat mengenali potensi dalam dirinya dan sudah bisa menerima dirinya sendiri. Kedewasaan itu adalah hal yang sifatnya tidak konstan dan memerlukan proses. Proses ini yang akan terus menerus berjalan selama hidup, tentunya manusia pasti mengalami permasalahan seiring adanya masalah itulah adanya proses pendewasaan diri. Dewasa tidak hanya perihal fisik, melainkan dewasa secara emosi dan sosial.

Menurut seorang ahli psikolog perkembangan, Santrock (1999) orang yang tergolong dewasa muda berusia 20-40 tahun. Orang dewasa muda memasuki masa transisi secara fisik, intelektual, dan peran sosial (Dariyo, 2004). Fenomena tersebut yang biasanya terjadi pada rentang usia 18-30 tahun, ditandai dengan rasa cemas dan gelisah akan banyak hal dalam kehidupan. Fase dewasa sangat berkaitan erat dengan fase quarter life crisis, di mana orang yang mengalami quarter life crisis saat dirinya menuju dewasa, biasanya mereka akan merasa tidak memiliki arah, bingung, dan khawatir akan ketidakpastian dalam hidupnya. 

Dalam jurnal Psikologi berjudul Psychological Well Being, Self Efficacy dan Quarter Life Crisis pada Dewasa Awal, Quarter Life Crisis merupakan periode ketika individu merasa khawatir dan cemas tentang masa depan dan mulai mempertanyakan kembali apa yang menjadi tujuan hidupnya. Mereka yang mengalami quarter life crisis merasa bingung dan cemas mempertanyakan tujuan dan apa yang harus dilakukan untuk kedepannya. Dewasa adalah fase yang rentan bagaimana seorang dapat mengontrol emosional dalam dirinya. 

Tanda dewasa secara mental adalah mulai memikirkan bagaimana tujuan hidup selanjutnya, hal yang harus dilakukan untuk masa depan. Mereka akan merasa cemas bila melihat teman atau orang lain lebih duluan sukses daripada dirinya. Merasa dirinya tidak berharga untuk hidup. Mulai memikirkan dirinya yang selalu overthinking apakah dirinya bisa seperti temannya yang duluan sukses. Jika belum mempunyai pekerjaan, orang tersebut juga akan terus membandingkan kualitas dalam dirinya.

Padahal, membandingkan dengan orang lain sangat tidak ada habisnya. Segala persoalaan hidup mulai terasa saat di usia dewasa, mulai soal percintaan, kondisi mental yang belum siap, finansial dan ekonomi, masalah keluarga, merasa depresi dan kesepian dan tidak ada orang yang mau memperhatikannya. Kondisi-kondisi tersebut akan selalu ada.

Setiap orang mungkin akan berbeda-beda masalah atau problem yang akan di hadapi. Tapi semua itu bisa dihadapi dengan kalem tidak usah takut. Karena kamu tidak sendirian menghadapi permasalahan dewasa atau fase quarter life crisis. Semuanya mengadapi hal tersebut. Tergantung bagaimana caranya kita bisa menghadapinya. Jadi ketika seorang berada di fase dewasa sangat berkaitan dengan  tanda tanda quarter life crisis.  

Gejala dan tanda kamu berada di fase quarter life crisis

1. Kamu saat ini sedang terjebak mengkhawatirkan akan karier, hubungan percintaan, kondisi fisik dan mental pribadi

Khawatir Akan hal tersebut adalah hal yang lumrah dan sudah saatnya kamu khawatir akan hal itu. Tetapi jangan dijadikan pikiran tersebut menghantui dirimu setiap saat. Selalu rutin memikirkan, "Bagaimana ya karier aku kedepannya, apakah aku bakalan bisa bekerja dengan gaji diatas 10 juta atau justru dibawahnya," "Sudah usia 25 tahun, kok jodoh aku belum juga keliatan. Apa ga ada yang mau sama aku ya? Karena wajahku jelek?" 

Stop berkata terus seperti itu, tapi lakukan tindakan untuk meminimalisir ketika otak bertanya dengan pertanyaan tersebut. Lebih baik usaha dan tindakan daripada semakin depresi memikirkan tersebut yang tidak akan pernah ada habisnya. Jika saat ini karier atau pekerjaan dengan gaji yang pas atau tidak merasa cukup kamu bisa melakukan kerjaan tambahan di luar kerjaan wajib kamu. Seperti kamu seorang content creator di sebuah perusahaan x kamu bisa menambah penghasilan di luar kantor dengan menulis yang hasil karya kamu di bayar. Ingat prinsip bahwa kamu harus mengurangi waktu yang tidak bermanfaat yang membuat dirimu stress dan selalu overthinking.

2. Minder dengan kesuksesan teman yang sudah lebih berhasil daripada dirinya

Tanpa disadari hal ini muncul saat kamu bermain social media. Melihat insta story teman yang hidupnya lebih indah. Baik dari segi finansial dan seperti tidak ada beban. Padahal kamu tahu? media social adalah topeng menutupi keburukan hidup yang dialami seorang. Mungkin di media social merasa baik baik saja. Tetapi kamu tidak tahu kondisi mental yang mereka rasakan. Atau kalau positif thinking kamu ga akan pernah tahu seberapa usaha dan kerja kerasnya mereka dalam menghadapi mimpi yang mereka ingin capai. Kamu hanya melihat enaknya saja tapi prosesnya apakah begitu menyedihkan yang dirasakan. 

Kamu harus paham dan percaya kalau ketika usaha tidak menghianati hasil. Ya betul, usaha akan sesuai dengan kerja keras. Ikhlas melakukan, bersyukur dan tidak pantang menyerah. Kalau ada problematika hidup toh dijalani saja ikuti alurnya. Tidak ada apa apa tidak sukses hari ini, dicoba lag. Mungkin usahanya kurang maksimal.

3. Tidak Bahagia Padahal Memiliki Segalanya

Merasa dirinya tidak sehat mental padahal secara finansial, karier sudah bagus, punya rumah dan mobil. Tapi kok belum bisa bahagia? tentu saja kita sebagai manusia punya sifat tidak akan pernah puas dengan hasil yang sudah dibilang cukup. Meski memiliki segalanya sudah ada, tapi jika kondisi mentalnya tidak mendukung. Apakah bisa disebut bahagia?

Kunci kebahagiaan adalah saat pikiran bisa tenang, nyaman dan bisa berdamai pada dirinya sendiri. Jika diri sendiri masih merasa depresi, tekanan dan tidak nyaman baik dari lingkungan pertemanan atau lingkungan keluarga. Karena kunci kebahagiaan tidak soal uang saja, tapi support system itu penting. Memiliki teman yang mau menemani kamu ketika susah dan senang. Keluarga yang selalu mendukung dan tidak adanya keributan yang terjadi. Bahkan merasa dirinya tidak kesepian karena dirinya menganggap bahwa keluarga dan teman dekat adalah hal yang berharga.

sofi windiarti