Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Novan Harya Salaka
Ilustrasi Buku Media dan Opini Publik (DocPribadi/haryasalaka)

Buku Media dan Opini Publik terbitan Rajawali Pers ini secara garis besar membahas tentang bagaimana opini publik dapat dibentuk dan kaitannya dengan praktek bermedia. Melalui buku ini, teori pembentukan opini publik dikaji dengan pendekatan psikologis yang menitikberatkan pada peran media di dalamnya. Hasilnya, pembaca diperkenalkan dengan 3 konsep utama media dalam membentuk opini publik, yakni agenda setting, framing, dan priming.

Buku karya penulis dan pengajar tetap Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Eriyanto ini memaparkan bagaimana perilaku media di Indonesia merangkai dan menyajikan isu dengan cara-cara tertentu sehingga opini publik dapat terbentuk. Selain konsep dan pengertiannya, buku Media dan Opini Publik memberikan contoh-contoh kasus yang dekat dengan konteks Indonesia, membuat penjelasannya lebih mudah dicerna.

Secara berurutan, buku ini menjelaskan terlebih dahulu bagaimana media menciptakan isu melalui agenda setting. Secara ringkas, agenda setting adalah bagaimana media mengesankan kepada khalayak isu mana yang penting dan mana yang kurang penting. Bagaimana suatu isu dapat dianggap penting dijelaskan Eriyanto dinilai berdasarkan 3 faktor, yaitu nilai berita, media lain, dan sumber/referensi berita. Media selalu memiliki pilihan untuk memberitakan suatu isu atau tidak sama sekali. Pilihan untuk meliput sesuatu dan secara terus menerus dapat menciptakan kesan bahwa suatu peristiwa memiliki sifat urgent.

Selanjutnya, dari suatu peristiwa yang dipilih dan dianggap penting, media menyeleksi realitas mana yang ingin ditunjukkan kepada khalayak (framing). Melalui framing, media menonjolkan (sekaligus membatasi) aspek mana yang mereka ingin fokuskan. Isu yang sudah terbentuk dan dibingkai ini kemudian didesain dengan sedemikian rupa untuk memantik kembali ingatan publik atas peristiwa yang telah lalu, mempengaruhi penilaian atau sikap khalayak terhadapnya (priming).

Kombinasi dari ketiga aktivitas inilah yang dapat secara psikis membentuk opini publik.  Melalui konsep-konsep ini, Eriyanto juga turut menyumbangkan jawaban atas pertanyaan yang mungkin seringkali berputar di benak kita soal “mengapa suatu isu dapat muncul ke permukaan sementara yang lain tidak” atau “mengapa suatu isu selalu diulang-ulang liputannya sementara yang lain seolah diabaikan.”

Tidak berhenti pada media massa konvensional, di bab terakhirnya, Media dan Opini Publik juga berusaha menjelaskan bagaimana konsep-konsep lama diterapkan dalam konteks media baru yang ditandai dengan kehadiran internet dengan dinamika dan tantangan berbeda. 

Bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi, buku ini cocok untuk wawasan dan pendukung landasan teoretis untuk riset-riset media dan komunikasi. Selain itu, ia juga layak untuk dibaca masyarakat umum yang tertarik dengan literasi dan kajian media.

Novan Harya Salaka