Dalam perjalanannya, bangsa Indonesia pernah mengalami masa tersuram pada tahun 60an. Pada tanggal 30 September 1965, sebuah peristiwa yang kita kenal dengan sebutan G30S/PKI mencabik-cabik dan melumuri perjalanan sejarah bangsa Indonesia di fase-fase awal kemerdekaan. Tujuh jenderal Angkatan Darat yang menjadi korban Gerakan PKI, merupakan awal dari terbantainya anak-anak bangsa yang diperkirakan mencapai ratusan ribu hingga jutaan jiwa. Peristiwa pasca G30S/PKI itulah yang akhirnya menarik minat Joshua Oppenheimer dan mengangkatnya menjadi sebuah film dokumenter berjudul The Act of Killing.
Film yang rilis pada tahun 2012 lalu tersebut mengangkat perjalanan Anwar Congo yang menjadi salah satu algojo dalam eksekusi masyarakat yang diindikasikan berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia. Iya, pasca melakukan penculikan dan pembunuhan para jenderal Angkatan Darat, sentiment rakyat Indonesia terhadap orang-orang yang berhaluan komunis dan juga simpatisannya sangat tinggi. Tak jarang, aksi eksekusi ditempat dilakukan sebagai bentuk balas dendam terhadap ulah orang-orang komunis yang berusaha melakukan kudeta dengan kekerasan.
Dalam film dokumenter berdurasi 1 jam 57 menit tersebut, Anwar Congo mengajak para penonton untuk melihat tempat-tempat eksekusi pada tertuduh. Tak hanya itu, Anwar bahkan tak segan untuk melakukan reka adegan dirinya dan teman-teman melakukan eksekusi, detail dengan alat dan caranya. Sebuah hal yang membuat ngilu, karena seolah kita dibawa kembali ke masa-masa ketika para putera bangsa saling menumpahkan darah karena perbuatan segelintir orang.
Meski mendapatkan rating yang cukup tinggi, mencapai 8,2/10 di laman IMDb, namun film dokumenter ini tentu saja tak bisa ditonton sembarangan. Bahkan, pemerintah Indonesia dengan tegas melarang pemutaran film ini di seluruh wilayah Indonesia karena berpotensi untuk memicu friksi dan penuh dengan adegan yang kejam serta sadis.
Film yang mendapatkan nominasi Piala Oscar ini memang penuh dengan adegan-adegan yang tak layak untuk diperlihatkan. Namun, justru dari sinilah kita mengetahui tentang apa yang terjadi di kalangan akar rumput pasca peristiwa berdarah G30S/PKI. Dari film dokumenter The Act of Killing, kita bisa mengetahui bahwa manusia ternyata bisa jauh lebih kejam daripada mahluk lainnya di bumi ini. Mereka tak segan untuk menindas, atau bahkan menghilangkan nyawa sesamanya hanya demi kepentingan pribadi atau golongan mereka semata.
Bagaimana, tertarik untuk menonton film dokumenter The Act of Killing? Jika iya, jangan lupa persiapkan mental, karena selain penuh dengan ilustrasi adegan kekerasan, film ini juga termasuk film “berat”.
Tag
Baca Juga
-
Meski Segera Diganti, Legacy STY Masih Terus Bertahan Setidaknya Hingga 2 Tahun Mendatang!
-
John Herdman dan Persimpangan di Timnas Indonesia: Pulang Cepat atau Tinggalkan Legacy?
-
Miliki CV Lebih Apik Ketimbang Kluivert, Saatnya Pendukung Garuda Optimis dengan John Herdman?
-
Skandal Naturalisasi Pemain Malaysia dan Rasa Sungkan AFC yang Berimbas Setumpuk Hukuman
-
Perbandingan Bonus Peraih Medali Emas di SEA Games 2025, Negara Mana yang Paling Royal?
Artikel Terkait
Ulasan
-
Kembalinya Pasukan Agak Laen: Ulasan Film Karya Muhadkly Acho yang Mengocok Perut
-
Review Serial Stranger Things Season 5: Plot Twist Gila di Musim Terakhir!
-
4 Rekomendasi Parfum Mobil Anti Mabuk yang Segar dan Nyaman untuk Liburan
-
Ulasan Mercy for None: Aksi Sadis Seo Ji Sub Balas Dendam atas Matinya Adik
-
Ulasan Novel Fahrenheit 451: Saat Buku menjadi Benda Paling Haram
Terkini
-
4 Moisturizer Berbahan Kakadu Plum, Solusi Atasi Kulit Kusam dan Kering
-
Sinopsis BOY: Film Korea Noir Baru Dibintangi Cho Byeong Kyu dan Seo In Guk
-
5 Promo Kuliner Tahun Baru 2026, Cocok buat Rayakan Momen Kumpul
-
Amayo no Tsuki Hadir sebagai Anime dengan Cerita Penuh Makna Tersembunyi
-
Meski Segera Diganti, Legacy STY Masih Terus Bertahan Setidaknya Hingga 2 Tahun Mendatang!