Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Rizky Melinda Sari
Buku 'Di Tanah Lada' karya Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie. (gpu.id/GramediaPustaka)

Salah satu karya tulis novel 'Di Tanah Lada' dari penulis Indonesia, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie ini mengambil sudut pandang anak-anak dalam melihat dan memaknai hidup.

Identitas Lengkap 

Judul: Di Tanah Lada

Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan Pertama: Agustus 2015

Ulasan Buku

Novel 'Di Tanah Lada' bercerita tentang dua orang bocah, perempuan dan laki-laki bernama Ava dan P. Ava adalah seorang bocah perempuan berusia 6 tahun yang memiliki sikap serta kebiasaan yang sangat tidak sesuai dengan umurnya. Ia terbiasa berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga terdengar agak kaku.

Ava mengaku bahwa ayahnya awalnya berencana memberi ia nama Saliva yang berarti air liur. Ia berkata bahwa ayahnya berniat demikian karena mengaggap Ava sama sekali tidak berguna seperti air liur. Namun, tentu saja ibunya tidak setuju, hingga akhirnya nama Ava adalah Salva yang berarti penyelamat.

Kakek Kia adalah kakek Ava yang memberikan hadiah ulang tahun berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia kepada Ava, sehingga Ava sering mencari kata-kata yang tidak diketahuinya melalui kamus tersebut.

Kakek Kia meninggal beberapa waktu yang lalu, mewariskan sejumlah uang kepada orang tua Ava. Aya Ava yang diakui Ava sendiri sebagai orang jahat karena sering memukul Ava dan membuat Mama menangis, memutuskan untuk pindah ke Rusun Nero agar ia dapat mencapai tempat judi dengan mudah dan dekat. Di Rusun Nero inilah pertemuan Ava dan P dimulai.

Aku sebagai pembaca selalu merasa takjub dengan cara penulis menuangkan idenya dalam bentuk kalimat-kalimat tidak biasa dan unik ini. Di Tanah Lada adalah karya kedua Ziggy yang sudah aku baca hingga selesai. Sama seperti buku sebelumnya, aku langsung jatuh cinta pada diksi dan gaya bahasa yang unik ini.

Aku benar-benar merasa terenyuh, terharu, tertawa, tersentil, bahkan menangis bersama deretan kata yang dituangkan oleh penulis. 

Penulis berhasil membuatku merasa sayang pada Ava dan P, dua bocah berusia 6 tahun dan 10 tahun yang harus menghadapi kejamnya dunia orang dewasa dan kerasnya kenyataan melalui kacamata mereka beruda yang polos dan khas anak kecil.

Ava dengan sikapnya yang menggemaskan dan selalu haus pengetahuan, serta P yang menggambarkan sosok bocah lelaki yang dipaksa keadaan untuk dewasa sebelum waktunya.

Melalui buku ini, aku seakan diajak menyelami dunia orang dewasa dari pandangan anak kecil Kepolosan mereka di satu sisi tampak menggemaskan dan membuat tertawa, tetapi di sisi lain mampu menggetarkan dan menyayat hati. Apalagi ketika masalah mucul satu per satu bersamaan dengan terungkapnya kenyataan mengenai orang tua P.

Berbicara tentang ending, benar-benar tidak bisa membuatku berkata-kata. Jangan tertipu dengan cover-nya yang sederhana, baca saja kisahnya dan selamat menyelami dunia Ava dan P yang penuh kepolosan dalam menghadapi rumitnya hidup orang dewasa.

Rizky Melinda Sari