Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Sam Edy Yuswanto
Buku 'Curhat sama Nabi.' (DocPribadi/SamEdy)

Setiap orang tentu pernah berbuat salah atau dosa. Namun, tak semua orang bisa menyadari dan belajar dari kesalahan tersebut. Bahkan mungkin ada sebagian orang yang meskipun sudah jelas-jelas melakukan kesalahan tapi ia tak mau mengakuinya, bahkan malah membela diri kalau dirinya tidak bersalah. Abdul Kholiq dalam buku Curhat sama Nabi menjelaskan kalau manusia itu tak akan pernah luput dari salah dan lupa.

Akan tetapi, satu hal yang membedakan seorang muslim sama manusia lainnya waktu melakukan kesalahan, yaitu ketika sudah berbuat kesalahan, seorang muslim akan belajar dari kesalahan itu dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengulangi kesalahan itu lagi. 

Selain berusaha belajar dari kesalahan diri sendiri, kita juga perlu belajar dari kesalahan orang lain. Kalau kita sudah tahu di depan ada lubang dan kita juga sudah lihat ada orang lain yang jatuh ke lubang itu, apa iya kita mau berjalan di tempat yang sama dan terjatuh ke lubang yang sama? Pastinya tidak, bukan? Waktu orang lain melakukan kesalahan dalam satu hal, coba tanyakan ke diri sendiri, “Kenapa ya, orang itu bisa melakukan kesalahan seperti itu?” Nah, kalau kita sudah tahu jawabannya, saat itulah kita bisa belajar biar tidak melakukan kesalahan yang sama (Curhat sama Nabi, halaman 195). 

Selain membahas tentang hikmah dari kesalahan manusia, buku Curhat sama Nabi terbitan Bunyan (2013) ini juga mengulas sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Ya, salah satu sifat yang masih dan bakal terus melekat dalam diri manusia adalah perasaan tak pernah puas dengan apa yang sudah didapat: sudah punya sepeda, pengin punya motor; sudah punya motor pengin punya mobil; dan begitu seterusnya. Sifat ini bakal terus mengiringi langkah manusia selama hidup mereka.

Ada sebuah hadis (riwayat Bukhari) yang seyogianya selalu kita renungi yang menjelaskan tentang sifat serakah manusia: “Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda, ‘Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan (lembah) yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima tobat bagi siapa saja yang bertobat.’” (Curhat sama Nabi, halaman 210).

Tentu masih banyak tema-tema menarik lainnya yang menjadi pembahasan dalam buku Curhat sama Nabi ini. Misalnya tentang larangan berbuat durhaka kepada orangtua, manfaat memelihara hubungan silaturahmi, berbeda itu indah, dan sebagainya. Penjelasan tentang definisi hadis dan macam-macamnya juga ada dalam buku yang dikemas dengan bahasa gaul dan mengalir ala remaja. 

Terbitnya buku Curhat sama Nabi ini layak dijadikan sebagai salah satu buku panduan tentang agama untuk para remaja atau kaum muda. Selamat membaca dan mengambil hikmahnya.

Sam Edy Yuswanto