Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | M. Fuad S. T.
Poster film Cahaya dari Timur: Beta Maluku. (twitter/@CahayadariTimu7)

Sebagai sebuah negara yang memiliki berbagai keragaman, toleransi menjadi satu kunci utama untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pasalnya, selain memiliki perbedaan suku, Indonesia juga dikaruniai perbedaan adat, budaya, ras, dan juga agama, yang bisa menyulut konflik sectarian. Namun, dari sinilah justru kita dapat menuai banyak pelajaran mengenai betapa pentingnya rasa saling menghargai dan pentingnya toleransi. Dalam film 'Cahaya dari Timur: Beta Maluku' yang rilis pada tahun 2014 lalu dan dibintangi oleh Chicco Jericho, kita akan dibawa untuk menyelami sebuah bukti nyata mengenai pentingnya toleransi.

Diangkat dari kisah hidup Sani Tawainela yang merupakan mantan pemain timnas Indonesia U-16 di gelaran Piala Pelajar Asia di Brunei Darussalam tahun 1996, pentingnya toleransi benar-benar tergambar dalam film 'Cahaya dari Timur: Beta Maluku' ini. Saat konflik antara Islam-Kristen berkecamuk di Ambon, Sani Tawainela yang gagal menjadi pemain profesional, mengumpulkan anak-anak yang menjadi korban konflik dan menggabungkannya dalam sebuah tim sepak bola yang kemudian berkembang menjadi sebuah Sekolah Sepak Bola (SSB).

Pada awalnya, perbedaan agama tentu menjadikan anak-anak muda tak sudi untuk bermain bersama. Namun, dengan pendekatan yang humanis, dan dengan perjuangan yang tak kenal lelah, pada akhirnya membuat Sani mampu menyatukan anak-anak yang memiliki latar belakang agama berbeda tersebut menjadi sebuah tim yang solid.

Ketika sekolah sepak bola yang dirintisnya semakin berkembang, bukan berarti hambatan akan hilang, Justru di saat seperti inilah cobaan bagi Sani dan anak-anak yang tergabung di SSB nya bermuara. SSB yang dia bangun bersama sahabatnya, diklaim secara sepihak oleh sang sahabat sehingga membuat Sani pecah kongsi dan mendirikan SSB baru.

Perjalanan anak-anak yang berbeda keyakinan pun dimulai. Dalam asuhan Sani, mereka mengikuti turnamen sepakbola kelompok umur dan menjadi yang terbaik di Maluku Tengah. Atas prestasinya tersebut, Sani dan anak-anak asuhnya berhak untuk mewakili daerahnya melaju ke tingkat nasional. Dengan mengesampingkan perbedaan yang dimiliki, tim sepak bola anak-anak Ambon yang menjadi korban konflik sectarian tersebut pada akhirnya menjadi juara tingkat nasional. Sebuah bukti nyata jika toleransi benar-benar membuat kita menjadi solid dan kokoh kan?

Sekadar informasi, dalam film 'Cahaya dari Timur: Beta Maluku' ini, sekilas kita akan dikenalkan dengan masa kecil dari pemain-pemain sepak bola profesional Indonesia yang masih bisa kita saksikan permainannya hingga saat ini. Misalnya seperti Alfin Tuasalamony, Hendra Adi Bayau, Rizky Sanjaya Pellu, hingga Ricky Akbar Ohorella. Dari film 'Cahaya dari Timur: Beta Maluku' juga kita akan tahu, ternyata sikap keras yang dimiliki oleh Alfin, memang sudah melekat dalam dirinya semenjak masih remaja, lho. Penasaran? Selamat menonton!

M. Fuad S. T.