Kata remaja dan pendidikan karakter sering beriringan bersama di setiap waktu. Hal tersebut karena pada masa remaja, seorang individu rentan mengalami pergolakan emosi berkat perubahan fisik dan psikologis yang ia alami. Maka, akan menjadi sebuah tabiat buruk jika pergolakan emosional tersebut tidak dibendung dengan pendidikan karakter dan etika.
Pendidikan karakter banyak ragamnya, mulai dari berbasis pemberian kegiatan positif hingga yang paling fundamental adalah memperkenalkan dan memberikan nilai-nilai budi pekerti melalui pembelajaran filosofis. Salah satu tokoh filsafat etika yang terkenal adalah Konfusius, sang guru besar.
Mengenal sosok Konfusius
Banyak dari kita tentu sering mendengar nama Konfusius. Kalimat bijak beliau sering dibagikan sebagai kutipan penyemangat di media sosial. Namun, mari kita mengenal lebih dalam sosok Konfusius sebagai guru besar filsafat di Tiongkok pada zaman Kuno.
Konfusius lahir pada 551 Masehi dan dibesarkan dalam lingkungan aristokrat. Beliau kemudian melihat bagaimana kehidupan anak-anak di lingkungan bangsawan sangat kontras dengan mereka yang hidup di lingkungan jelata. Hingga akhirnya beliau memutuskan hidup sebagai seorang pekerja kasar yang menjalani berbagai pekerjaan seperti menjaga binatang ternak.
Melalui pengalaman hidup beliau merefleksikan dinamika masyarakat, beliau merumuskan beberapa ajaran-ajaran yang ia berikan kepada murid-murid yang terdiri atas pemuda di masyarakat. Murid-muridnya mengumpulkan dan membukukan ajaran-ajarannya dalam sebuah kitab Lún Y atau Analek (The Analects) yang menjadi sumber ajaran Konfusius untuk disebarluaskan hingga Korea dan Vietnam.
Konfusianisme sebagai dasar etika
Konfusianisme di Indonesia sering dipahami sebagai agama, yakni Konghuchu. Namun, inti dari ajaran-ajaran beliau bersifat universal yang dapat dipraktekan dalam tatanan hidup sehari-hari tanpa mengganggu agama atau kepercayaan yang kita miliki. Sehingga terlepas dari agama yang dianut, seorang individu dapat menerapkan esensi dari ajaran Konfusius yang sarat akan nilai etis.
Nilai-nilai etis dalam ajaran Konfusius memusatkan pada budi pekerti yang luhur dan perilaku bijak dalam bertindak. Nilai karakter dalam ajaran Konfusius mengutamakan bagaimana memperlakukan orang lain secara luhur supaya diperlakukan secara luhur pula.
Nilai-nilai budi pekerti dalam tatanan moral dan sosial
Nilai-nilai Konfusianisme berangkat dari tatanan moral yakni membentuk tabiat dan karakter seseorang agar memiliki pola pikir dan perilaku yang bijaksana. Beberapa diantaranya yakni nilai Ren, Yi, Zhi, dan Xiao. Nilai Ren yakni dapat diartikan sebagai perilaku welas asih atau perilaku altruistik. Dalam arti yang lebih spesifik, Ren adalah sikap empati.
Seseorang harus mampu memposisikan diri menjadi orang lain dan memahami situasi yang mereka alami, sehingga menghakimi seseorang tanpa mengetahui dirinya yang sesungguhnya merupakan tindakan yang tidak terpuji. Prinsip Ren sering disandingkan dengan konsep golden rule, yakni aturan "Perlakukanlah orang lain seperti kamu ingin diperlakukan oleh orang tersebut."
Nilai Yi dapat diartikan sebagai bentuk kesadaran untuk berbuat baik tanpa pamrih. Serta, perbuatan baik tersebut harus didasari dan dilakukan dalam keinginan penuh dan dalam upaya yang semaksimal mungkin. Maka, seseorang harus melakukan kebaikan dengan upaya penuh sehingga dapat memaksimalkan manfaat yang dirasakan oleh orang lain.
Nilai Zhi adalah kebijaksanaan, yakni secara lebih sempit mengetahui kapan dan di mana harus melalukan suatu perbuatan. Secara sederhana, Zhi mengajarkan agar seseorang dapat memposisikan dirinya sesuai dengan waktu dan tempat dia berada.
Kemudian yang terakhir dan yang menjadi dasar nilai Konfusianisme adalah Xiao atau rasa saling hormat. Rasa saling hormat ini umumnya dipahami sebagai bakti seorang anak kepada orang tuanya. Namun, nilai ini juga berlaku sebaliknya, bahwa orang tua juga harus memenuhi hak anaknya ketika anak sudah memberikan kasih sayang kepada orang tuanya.
Nilai-nilai Konfusianisme tersebut sifatnya universal dan dapat dilakukan oleh siapapun dan dalam situasi apapun. Kebijaksanaan yang dapat diambil dari nilai-nilai tersebut tentunya dapat ditanamkan kepada seorang pemuda agar tumbuh menjadi seorang yang berkarakter luhur dan bijaksana.
Referensi
- Clements, Jonathan 2008. Confucius: A Biography.
- Fung Yu-Lan. 2007. Sejarah Filsafat Cina
Baca Juga
-
Modal Rp7 Juta Bisa Dapat Motor Gahar Apa? Ini 5 Rekomendasi Paling Gagah
-
Tips Ngabuburit dari Buya Yahya: Menunggu Berbuka tanpa Kehilangan Pahala Puasa
-
Mengenal Orang Tua Alyssa Daguise: Calon Besan Ahmad Dhani Ternyata Bukan Sosok Sembarangan
-
Profil Hestia Faruk: Tante Thariq yang Dahulu Sempat Dikenalkan ke Fuji
-
Menentukan Monster Sesungguhnya dalam Serial Kingdom: Manusia atau Zombie?
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Serial Plur1bus: Wabah Kebahagiaan Paksa Karya Kreator Breaking Bad
-
Review Film Manor of Darkness: Teror Sunyi di Balik Rumah Tua
-
Ulasan 'Usai Sebelum Dimulai': Menyentuh Luka Hati dan Rindu Tak Terjawab
-
Ulasan Novel Baby To Be: Panjangnya Jalan Perempuan untuk Menjadi Ibu
-
Kembalinya Pasukan Agak Laen: Ulasan Film Karya Muhadkly Acho yang Mengocok Perut
Terkini
-
5 Acara Tahun Baru 2026 di Jogja yang Siap Meriahkan Malam Pergantian Tahun
-
Bold Fashion ala Keonho CORTIS: Sontek 4 OOTD Street Style Kekiniannya!
-
3 Drama Fantasi Kim Hye Yoon yang Bikin Nagih: Dari Lawan Takdir Sampai Cinta Lintas Waktu!
-
4 Pelembab Lokal Calendula Atasi Kemerahan dan Jerawat pada Kulit Sensitif
-
Jebakan Euforia Kolektif: Menelaah Akar Psikologis Perayaan Tahun Baru yang Merusak