Apa jadinya saat ada seorang anak yang bisa mendengar, tetapi tumbuh besar di sebuah keluarga tunarungu? Premis inilah yang menjadi dasar dari jalan cerita dari film Coda (2021). Film itu mengisahkan sebuah keluarga pemancing di tepi kota Gloucester, Massachusetts. Tiga dari empat anggota keluarga itu merupakan tunarungu, dan hanya anak perempuannya, yaitu Ruby Rossi (Emilia Jones), yang bisa mendengar. Atau kalau dalam istilah medis, keadaan Ruby itu biasa disebut dengan CODA (Child of Deaf Adults), yang berarti anak dari orangtua yang tunarungu. Dengan keadaan tersebut, Ruby mesti menghadapi sejumlah tantangan dalam hidupnya. Menjadi satu-satunya orang yang bisa mendengar di keluarga tunarungu bukan sesuatu yang mudah. Sebab, Ruby-lah yang menjadi jembatan bagi orangtua dan kakak laki-lakinya dalam berhubungan dengan dunia luar.
Profesi pemancing yang dilakoni ayahnya, turut membuat Ruby akrab dengan bisnis itu. Sehari-harinya, ia bahkan ikut membantu ayah dan kakaknya, lalu membantu mereka sampai ke pelelangan ikan. Di tempat pelelangan itulah, peran Ruby diperlukan, seperti pada suatu rapat bulanan, Ruby yang menjadi sosok penerjemah bagi ayah dan kakaknya. Ia menjadi penghubung supaya mereka bisa berkomunikasi dengan orang lain. Peran itu awalnya memang tidak masalah, Ruby senang-senang saja membantu keluarganya. Namun, konflik muncul saat pada saat itu juga, Ruby telah menemukan jati dirinya pada satu hal, yaitu musik.
Kendati kerap mendengarkan musik dan bernyanyi di kala memancing ikan, Ruby awalnya tidak begitu menyadari bakatnya itu. Keputusannya untuk masuk klub paduan suara pun lebih dilandasi alasan khas remaja: Ada laki-laki yang ia taksir. Tahu bahwa laki-laki itu mendaftar di klub paduan suara, maka Ruby pun ikut mendaftar. Sialnya, pada pertemuan pertama mereka, Ruby merasa tidak percaya diri akan kualitas dirinya. Ruby kabur di tes pertama paduan suara. Ia tidak tahan akan tekanan dari sekitarnya.
Apa Ruby menyerah begitu saja? Untungnya, tekad Ruby tidak berhenti sampai di situ saja. Setelah menemui guru musiknya secara langsung dan bilang bahwa ia suka bernyanyi, guru musik itu meyakinkan Ruby kalau ia punya sesuatu dalam dirinya. Ada pesan yang ingin ia sampaikan dalam nyanyiannya. Maka, dimulailah babakan keseharian Ruby di klub paduan suara itu. Babakan itu pula yang membuatnya keteteran antara membagi waktu membantu orangtua dengan berlatih bernyanyi bersama guru musiknya. Tidak satu dua kali Ruby kurang fokus saat membantu orangtuanya, dan tidak jarang pula Ruby telat datang berlatih dengan gurunya. Situasi itu menyulitkan Ruby. Dua hal itu sama pentingnya bagi perempuan itu. Tapi, ia toh hanya anak remaja yang semestinya belum menanggung beban seberat itu. Ditambah lagi, orangtuanya sempat tidak terlalu mendukung Ruby tumbuh dalam bakat menyanyinya itu.
Keraguan mereka itu dilandasi dengan, memangnya suara Ruby bagus? Orangtuanya hanya khawatir kalau suara Ruby biasa-biasa saja, dan itu malah bisa menghadirkan masalah baru bagi Ruby sendiri. Selain itu, Ruby mesti membantu keluarganya, apalagi keluarganya belum lama ini memulai usaha koperasi di daerahnya. Orangtua Ruby ingin anaknya fokus belajar saja dan membantu mereka. Namun, bagaimana dengan Ruby? Itulah puncak konflik dari film ini, yaitu saat Ruby seolah tidak diberi pilihan lain dan ia merasa marah. Ia mendiami semua anggota keluarganya. Sampai, tiba pada momen Ruby menampilkan nyanyiannya bersama teman-teman club paduan suaranya. Orangtua Ruby menyadari bahwa anaknya memang bisa bernyanyi.Tentu, itu bukan akhir dari kisah ini, tetapi menjadi titik penting bagi jalannya cerita.
Menarik menyimak film yang disutradarai oleh Sian Heder ini, sebab penonton akan disuguhi parade adegan yang mengandung banyak emosi. Hubungan Ruby dengan keluarganya menampilkan kehangatan, komedi yang alami, juga keharuan dari interaksi-interaksinya. Selain itu, film ini membawa penonton untuk menyelami kehidupan mereka yang memiliki batasan dengan mengajak kita menyimak kehidupan mereka, mengintip bagaimana mereka berkomunikasi, sampai mengikuti apa saja tantangan-tantangan yang mereka hadapi.
Dari film ini, kita melihat bahwa dalam memandang mereka yang memiliki batasan, tidak seharusnya kita melihatnya dengan sebelah mata. Sosok keluarga Ruby menunjukkan itu. Usaha mereka adalah perjuangan untuk tetap diakui sebagai bagian dari masyarakat, sebagai orang yang bisa andalkan, sebagai orang yang tak bisa diremehkan, kendati mereka memiliki batasan yang menyulitkan mereka mewujudkan semua hal itu.
Baca Juga
-
Menyimak Haru dalam Kepingan Misteri Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya
-
Gambaran Isu Lingkungan dalam Novel "KSCNKYMT" Karya Luis Seplveda
-
Kesadaran dan Perjuangan Merebut Ruang Alam dalam Novel "Tahun Penuh Gulma"
-
Gambaran Peliknya Relasi Pertemanan dalam Novel 'Pencuri Amatir'
-
Menilik Teknik Foreshadowing dalam Novel Orang-Orang Oetimu
Artikel Terkait
-
Ulasan Film REC, Horor Found Footage yang Mencekam
-
Donald Trump Menangi Pilpres AS, Inilah Anak Hingga Cucunya Yang Jadi Dinasti Politik
-
KPK Keliru Soal Jet Pribadi Kaesang! Pakar: Pemberian Fasilitas ke Keluarga Inti Pejabat Tetap Gratifikasi
-
BAT Indonesia Dukung Inovator Muda Bersaing di Kancah Global
-
Sambut Hari Anak Sedunia PBB, Doyoung NCT Donasi Rp1,1 Miliar ke UNICEF
Ulasan
-
Ulasan Buku 'Cindelaras', Kisah Permaisuri Raja yang Dibuang ke dalam Hutan
-
Ulasan Film Monolith: Keberanian Seorang Ibu dalam Melindungi Anaknya
-
Ulasan Film REC, Horor Found Footage yang Mencekam
-
Ulasan Buku TAN: Menelusuri Jejak Kehidupan Tan Malaka Seorang Pejuang
-
3 Pesan AntiBullying dalam Buku Cerita Surat Dalam Balon
Terkini
-
Serum dan Pelembab, 3 Produk Mengandung Buah Kiwi untuk Kecilkan Pori-Pori
-
Bangun Minat Menulis, SMA Negeri 1 Purwakarta Undang Penulis Novel
-
Luca Marini Percaya Diri Honda Bisa Samai Kekuatan Ducati: Asal Cerdas!
-
BamBam GOT7 Mundur dari Program Bam House, Digantikan Natty Kiss of Life
-
4 Ide Outfit Kasual ala Dayeon Kep1er, Stylish Setiap Hari Tanpa Ribet!