Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Wahid Kurniawan
Pencuri Amatir (PenerbitDivaPress/Facebook)

Intrik antarkarakter menjadi salah satu konflik yang kerap kita dapati dalam sebuah karya sastra. Intrik itu bisa menghubungkan karakter satu dengan yang lainnya, atau karakter dengan kelompok tertentu. Pemicu intrik itu pun beragam: bisa saja ihwal perbedaan pendapat, motif meraih sesuatu hal yang berbeda, sampai hal-hal prestisius seperti ideologi yang berlainan.

Intrik itu juga tak sebatas bermain di lingkup hal-hal besar dan tendesius, seperti lingkaran politik, ekonomi gelap, atau persinggungan antarkelas. Sebab, bisa saja, intrik tercipta dalam relasi paling dekat antarkarakter, seperti relasi persahabatan yang dialami Banny dan Raffles dalam novel Pencuri Amatir (The Amateur Cracksman) karya E.W. Hornung.

BACA JUGA: 4 Alternatif Baca Buku Selain Beli Baru, Jangan Tergoda Bajakan!

Apa yang dialami oleh mereka? Mulanya, Banny mendatangi Raffles pada suatu malam dengan tujuan hendak meminta tolong. Ia memiliki masalah finansial, pekerjaannya sebagai penulis tak bisa menutupi kebutuhannya. Sialnya, keadaan Raffles tak lebih baik dari Banny, sekalipun ia dikenal datang dari keluarga menengah dan terkenal piawai bermain kriket.

Namun, bukan berarti Raffles tak ingin membantu sohibnya itu, maka ia pun menawarkan satu solusi: Banny mesti ikut dengannya malam itu untuk melakukan pencurian. Dari situlah, kisah perjalanan mereka dimulai dan segala bentuk intrik bermunculan di sekitar mereka. 

Salah satu hal yang tampak menonjol di antara sekian intrik tersebut adalah soal kepercayaan. Kita tahu, kepercayaan menjadi bagian terpenting dalam segala bentuk hubungan seperti apa pun. Kepercayaan mesti terjalin di antara kedua belah-pihak.

Tapi, dalam kisah Banny dan Raffles, kepercayaan keduanya beberapa kali teruji. Sejak malam Raffles mengajak Banny pergi untuk mencuri perhiasan, Banny kini telah menjadi rekan mencuri Raffles. Keduanya sungguh klop. Sejumlah misi pencurian sudah dilakukan, baik yang berjalan lancar ataupun tidak. Sayangnya, Raffles menjadi sisi yang benar-benar memegang kendali. Ia menentukan target pencurian, membuat rencana pencurian, dan melakukannya seolah itu misi seorang diri. 

Dari situ, Banny, merasa dikesampingkan sebagai teman. Ia seolah tak mendapatkan kepercayaan dari Raffles sebagai bagian dari rencana mereka. Hal itu tergambarkan dalam kutipannya: “Kalau begitu, kau seharusnya memberitahuku ketika memutuskan hal ini. Kau membuat rencana dan tidak pernah mengatakan sepatah kata pun, dan mengharapkan aku mengikuti rencanamu secara alami. Bagaimana aku tahu kau merencanakan sesuatu?” (hal. 213)

Gugatan itu melayang manakala keduanya terjebak dalam peristiwa yang tak sesuai dengan dugaan mereka. Gugatan itu pula yang menyadarkan Raffles, bahwa keberadaan Banny tak bisa dianggap sebelah mata, sebab ia pun bagian dari misi dan rencana mereka. 

Gugatan itu juga yang menerbitkan kesadaran soal pentingnya kepercayaan dalam relasi rekanan mereka. Kendati soal kepercayaan itu sempat memunculkan konflik di antara keduanya, tetapi ada titik ketika salah satu pihak menyadari pentingnya kepercayaan tersebut.

Dari situ, kisah E.W. Hornung menawarkan hal lain dari komencerannya: barangkali orang mengenalnya sebagai penulis dengan kisah Raffles si pencuri legendaris itu. Namun, ia pun menawarkan hal lain, bahwa ihwal kisah itu bukan hanya soal kisah pencuri piawai yang membobol banyak tempat di Inggris, melainkan juga soal kisah pertemanan yang ramai dengan berbagai bentuk intrik di dalamnya.

Dengan begitu, kita bisa mengatakan bahwa intrik tak melulu soal hal-hal besar atau tendensius, tetapi juga bisa dilihat dari hal-hal sederhana dalam lingkup relasi pertemanan. Persis seperti yang dialami Banny dan Raffles dalam kisah ini. 

  • Judul: Pencuri Amatir (The Amateur Cracksman)
  • Penulis: E.W. Hornung
  • Penerjemah: Laura Harsoyo
  • Penerbit: Laksana
  • Terbit: Cetakan Pertama, 2023
  • Tebal: 244 Halaman
  • ISBN: 978-623-327-269-8

Wahid Kurniawan