Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Martina Mulia Dewi
Layla Majnun - Syaikh Nizami Ganjavi (doc.pribadi/martinamuliadewi)

Aku selalu bertanya-tanya ada apa di balik kisah ini? Tampaknya bukan kisah cinta biasa. Dua insan yang dimabuk asmara ini seperti tidak realistis. Adakah seseorang yang jatuh cinta hingga gila seperti Qais ini? 

Dikatakan di buku ini, Qais bin al Mulawwah bukanlah tokoh fiktif. Ia memang benar-benar hidup pada masa Daulah Amawiyah (Bani Umayyah). Qais diperkirakan meninggal sekitar tahun 65 atau 68 H. 

Salah satu penulis yang mengumpulkan syair-syair cinta Layla Majnun adalah Syaikh Nizami Ganjavi. Aku sungguh tertarik ingin membaca tentang hal ini lebih dalam lagi. Sepertinya memang ada sesuatu yang tersirat yang ingin disampaikan dari cerita ini. 

Qais adalah seorang pemuda, anak keturunan raja dari Kabilah Bani Amir yang dipimpin oleh Syed Omri. Anak semata wayangnya ini merupakan seorang anak muda yang rupawan. Kehadirannya sangat dinanti orang tuanya dengan harapan menghadirkan kebahagiaan di tengah keluarga. Ia akan tumbuh menjadi putra kebanggaan. 

Sampai datang suatu masa Qais bertemu dan jatuh cinta dengan Layla, anak keturunan Bani Qhatibiyah. Sayangnya kisah cinta keduanya terhalang oleh adat dan larangan orang tua Layla. 

Qais terpesona pada kecantikan Layla dan hatinya sudah terpatri oleh Layla. Pesona Layla telah membuat Qais lupa akan dunianya sendiri. Baginya, hanya Layla, Layla, dan Layla. 

Ia lantunkan syair cinta di sepanjang pengembaraan yang tak berkesudahan. Karena ulahnya ini, ia sering dipanggil orang-orang dengan Majnun, atau gila. Anak-anak kecil melemparinya dengan batu dan mengejeknya di sepanjang jalan. Qais pun memilih untuk mengasingkan diri di hutan belantara. Meninggalkan kemewahan dan kemegahan istana, menanggalkan semuanya. Ia meratapi kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan dengan Layla.

Ah, tragis. Sungguh tragis kisah cinta keduanya. Karena perjodohan, Layla akhirnya menikah dengan Ibnu Salam, lelaki pilihan ayahnya. Seseorang yang sama sekali tidak ia cintai. Layla terpenjara dalam istana dan kedukaannya telah membunuhnya secara perlahan. Ibnu salam juga demikian. Meski berhasil menikahi Layla, nyatanya wanita yang ia cintai hatinya telah dipenuhi dengan cinta yang lain. Keduanya sama-sama menderita.

Singkat cerita, Ibnu Salam akhirnya mati. Layla pun sendiri. Ia berpikir, inilah kesempatan untuk bertemu kembali dengan Qais, pujaan hatinya. Ia merencanakan pertemuan dengan Qais dibantu oleh orang kepercayaan Layla bernama Zayd. Zayd langsung menemui Qais di tengah hutan, di sebuah gua yang dijaga oleh binatang-binatang buas yang sudah menjadi sahabat Qais. Mereka pun pergi menuju istana tempat Layla. Pertemuan sudah diatur di taman. 

Namun, pertemuan keduanya justru menorehkan luka mendalam di hati Layla. Pertemuan yang dinanti-nanti sekian lama, cinta yang telah mengakar kuat dipendam, justru memunculkan sesuatu yang tak diinginkan. Entah apa yang dilakukan keduanya. Intinya kata-kata Qais bagaikan pedang yang menghujam hati Layla. Ia mati karena tak punya harapan lagi. Semua orang berduka di seluruh istana. Layla telah tiada. 

Zayd buru-buru mengabari Qais yang berada di tengah hutan. Menyampaikan berita duka dengan wajah yang diselimuti awan hitam. Qais membaca hal itu, ada apakah gerangan? Akhirnya Zayd menyampaikan kabar itu. Qais tak kuasa mendengarnya sampai-sampai ia pingsan. Qais dilanda kedukaan yang mendalam. Kekasihnya telah tiada. Ia menangis tersedu-sedu di atas pusara Layla. Sampai akhirnya jiwanya menyatu dengan Layla, menyusul cinta sejatinya ke alam yang berbeda. 

Tapi akhir cerita ini ditutup dengan pernyataan Zayd yang membuatku penasaran lagi. Zayd bermimpi bahwa sepasang kekasih yang menderita di dunia itu telah mendapatkan kebagiaan di surga. Zaid lalu terbangun dari mimpinya yang menakjubkan itu. Ia lalu menceritakan mimpinya kepada dunia bagaimana cinta sejati memperoleh balasan dari Tuhan. Katanya,

"Wahai, jauhilah godaan dunia. Bagaimanapun dunia hanya sementara! Dan kesengsaraan akan berlalu! Kesakitan hati yang berduka akan terobati di surga. Dunia akan datang penuh kemuliaan dan abadi. Adakah pelipur lara yang paling didambakan jiwa manusia, kecuali peristirahatan abadi tujuan kebaikan? Penuhilah cawanmu dengan cinta yang tidak pernah berubah. Penuhi ia dengan cinta abadi. Cinta yang dimurnikan dengan penderitaan duniawi, sebab kelak akan mendapat berkah cahaya abadi."

Tamat.

Martina Mulia Dewi