Pemilik nama Abdul Wahid Hasyim menjadi salah satu tokoh populer di zamannya, terutama di kalangan Nahdatul Ulama (NU). Namun, karena ia meninggal pada usia muda, 39 tahun, sehingga banyak orang yang tidak mengenal beliau.
Tidak seperti dengan ayahnya K.H Hasyim Asy'ari dan putranya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang sampai hari masih terkenal sebagai tokoh berpengaruh di NU. Meski begitu, Abdul Wahid Hasyim juga telah menorehkan prestasi gemilang dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sesuai buku yang ditulis Johan Prasetya, "Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan", Abdul Wahid Hasyim lahir pada tanggal 1 Juni 1914, di Jombang, Jawa Timur. Ia merupakan tokoh yang lahir dari lingkungan pesantren dan dididik oleh ayahnya sebagai tokoh ulama besar.
Semasa kecil, Wahid Hasyim banyak menghabiskan waktunya untuk belajar di pesantren, diantaranya di Pesantren Tebuireng, Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo, dan Pesantren Lirboyo di Kediri. Usai belajar di pesantren, pada tahun 1932 di usia 18 tahun, ia hijrah ke Arab untuk memperdalam ilmu agamanya. Dua tahun setelahnya, ia pun kembali ke tanah air.
Prestasi yang diperoleh Abdul Wahid Hasyim dikenal sebagai tokoh reformis, pada usia 20 tahun ia sudah menggagas pembaharuan di Pesantren Tebuireng dan pendidikan islam di tanah air. Di Pesantren Tebuireng, Abdul Wahid Hasyim memasukkan pendidikan umum untuk kurikulum pesantren yang didirikan ayahnya. Selain itu, ia juga mendorong para santri agar gemar membaca dan berorganisasi.
Abdul Wahid Hasyim merupakan tokoh yang aktif di NU, ia juga menjadi guru di Madrasah Nidzamiyah yang dirintisnya. Pada usia 25 tahun, ia terpilih menjadi Ketua Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), sebuah wadah perkumpulan berbagai organisasi Islam di Indonesia.
Kepiawaian Abdul Wahid Hasyim dalam berorganisasi dan berpolitik serta tekadnya yang kuat untuk memajukan Indonesia, membuat ia dipercaya sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) perwakilan dari tokoh NU. Di samping itu, ia juga menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Selanjutnya pada tahun 1947, Wahid Hasyim dipercaya memimpin Pondok Pesantren Tebuireng.
Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan, Abdul Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Menteri Negara dalam Kabinet Presidensial pada 2 September 1945. Selain itu, ia juga ditunjuk sebagai Menteri Agama selama tiga periode pemerintahan, yakni dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (20 Desember 1949-6 September 1950), Kabinet Natsir (6 September 1950-27 April 1951), dan Kabinet Sukiman-Suwiryo (27 April 1951-3 April 1952).
Rupanya karier dan perjuangan Abdul Wahid Hasyim tidak berjalan lama, tepat hari Sabtu, 18 April 1953, beliau meninggal dunia saat akan mengunjungi acara yang digelar NU Cabang Sumedang. Ia bersama rombongannya mengalami kecelakaan maut dengan truk yang datang arah berlawanan. Jenazahnya pun dibawa kembali ke Jombang tanah kelahirannya, lalu dimakamkan di kompleks makam keluarga Pesantren Tebuireng.
Baca Juga
-
Review ASUS Zenbook S16 OLED: Otak Einstein & Bodi Supermodel untuk Profesional
-
Generasi Z, UMKM, dan Era Digital: Kolaborasi yang Bikin Bisnis Naik Level
-
Bung Hatta, Ekonomi Kerakyatan, dan Misi Besar Membangun Kesejahteraan
-
Rengasdengklok: Peristiwa Penting Menuju Kemerdekaan Indonesia
-
Lopi Sandeq: Perahu Runcing yang Menjaga Napas Mandar
Artikel Terkait
-
Cara Beli Tiket Taman Mini Online, Daftar Harga hingga Jadwal Buka
-
5 Pemain Timnas Indonesia U-23 yang Berpotensi Curi Perhatian di SEA Games 2021
-
Mengenal Thamrin, Pembela Kaum Buruh di Masa Penjajahan Kolonial Belanda
-
Super Apps BRImo Dilengkapi Beragam Fitur yang Mudahkan Nasabah Lakukan Aktivitas Perbankan
-
Dukung Transformasi Digital, BRI Hadirkan Solusi Finansial Berupa Super Apps BRImo
Ulasan
-
5 Hal Berharga Dibahas dalam Buku Life is Yours, Hidup Bukan Perlombaan!
-
Ulasan Buku Magic Words: Kata Ajaib untuk Mendapatkan yang Kita Inginkan
-
Ulasan Novel Saujana Cinta: Iman dan Cinta yang Terikat Selamanya
-
Ulasan Novela Sayap-sayap Patah: Kisah Cinta yang Murni, Tragis, dan Puitis
-
Review Buku Life is Yours: Sebuah Pelukan di Tengah Krisis Diri
Terkini
-
FYP Lagi Aneh, Muncul Tren 'Mama Muda' Menor dan Perang Fans Dadakan di TikTok
-
Dari Lapangan ke Lifestyle: Futsal sebagai Bahasa Gaul Anak Muda
-
Sinopsis New Tokyo Coast Guard, Drama Terbaru Ryuta Sato dan Shigeaki Kato
-
Jurus Slow Living Paling Mudah: Kenapa Membaca Bikin Hidup Lebih Tenang?
-
Demo 25 Agustus: Lautan Manusia dari Mahasiswa, Pelajar hingga Ojol Geruduk Gedung DPR RI