Sedari SD hingga bangku perkuliahan kita selalu mendapatkan teori mengenai hakikat manusia sebagai makhluk sosial, entah itu melalui mata pelajaran kewarganegaraan atapun ilmu sosial. Seorang filsuf Yunani, Aristoteles, dalam istilah Zoon Politicon mengartikan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan manusia lain. Dengan kata lain, sebagai manusia kita tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun, seiring berkembangnya zaman, hakikat manusia sebagai makhluk sosial mulai mengalami degradasi. Hal tersebut dibuktikan dengan lahirnya karya dari musisi atau band lokal Indonesia yang mengkritisi tentang hal tersebut. Contohnya Dere dan Figura Renata
Dere dalam lagu “Manusia Berisik” menceritakan tentang manusia yang sekarang ini menjadi lebih ‘berisik’ dengan menghakimi orang lain. Lagu ini meluapkan kegelisahnnya tentang tingkah laku manusia yang ‘berisik’ di kehidupan manusia lain. Dalam liriknya “punya hati tapi tak hati-hati” mencerminkan keadaan manusia yang sering bertindak dan berbicara tanpa memikirkan bagaimana efeknya bagi orang lain. Lagu ini menginterpretasikan makna ‘berisik’ lebih luas. Bukan hanya suara, tapi juga sikap dan tindakan.
Selain itu, Figura Renata juga turut menyuarakan krisis sosial ini melalui lagunya yang berjudul “Eligi”. Lagu ini mengisahkan tentang kehidupan anak muda di zaman teknologi, yang lebih tertarik untuk berinteraksi dengan gawai, namun acuh tak acuh terhadap keadan sekitar. Dewasa ini keberadaan gawai memang seperti pisau bermata dua, gawai bisa menghubungkan kita kepada dunia luar yang positif atau justru malah membuat kita abai pada kehidupan sosial. Dalam prosa “peduli pada sendiri, makhluk sosial tanpa sosial” menggambarkan hubungan manusia dengan sosial yang mulai tergerus oleh adanya kemajuan teknologi.
Tiada akibat tanpa sebab, hadirnya kedua karya tersebut merupakan sebuah suara keresahan akan adanya degradasi hakikat manusia sebagai makhluk sosial di waktu ini. Harapannya dengan lahirnya karya dari Dere dan Figura Renata dalam bentuk lagu tersebut dapat menyadarkan dan memperbaiki eksistensi manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
NEXZ Pamer Kemampuan Rap yang Meledak-ledak di Lagu Pra-rilis 'Simmer'
-
Tandem Madness Merilis Album Konseptual 'Di Antara Riuh & Renung'
-
Titiek Puspa, Irian Barat, dan Suatu Hari
-
Kisah Toleransi Agama Titiek Puspa di Balik Penciptaan Lagu Kupu Kupu Malam
-
Makna 'Stecu-Stecu' yang Viral: Populer Berkat Anak Muda Indonesia Timur
Ulasan
-
Ulasan Novel Clans The Revenge, Perjalanan Baru Jack di Kota Penyihir Udgar
-
Ulasan Novel Lock the Doors: Rahasia di Balik Pintu yang Terkunci
-
Review Anime Wind Breaker, Bukan Hanya Tawuran tapi Melindungi yang Lemah
-
Jumbo: Animasi yang Menghormati Penonton Muda dengan Cerita Penuh Makna
-
Review Anime Girumasu, Ketika Lembur Jadi Motivasi Memburu Monster Terkuat
Terkini
-
Sinopsis Drama Speak for the Dead, Dibintangi Lu Xiao Lin dan Wang Zhen
-
Collective Moral Injury, Ketika Negara Durhaka pada Warganya
-
NEXZ Pamer Kemampuan Rap yang Meledak-ledak di Lagu Pra-rilis 'Simmer'
-
3 Drama Lu Yangyang yang Tayang di WeTV, Genre Romance
-
5 Tahun Vakum, Red Velvet - Irene & Seulgi Umumkan Comeback pada Bulan Mei