Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Tangkapan layar poster yang diambil dari trailer film Kampung Jabang Mayit: Ritual Maut (youtube.com/MD Entertainment)

Film horor Indonesia Kampung Jabang Mayit: Ritual Maut yang rilis pada 24 Juli 2025 di bioskop tanah air langsung bikin heboh.

Bukan cuma karena ceritanya diadaptasi dari utas viral di X dan podcast dengan 20 juta penonton, tapi juga karena pendekatan horornya yang nggak cuma ngandalin jumpscare, melainkan ngulik sisi psikologis dan isu sosial yang relate banget.

Disutradarai oleh Wisnu Surya Pratama, film ini punya vibe yang beda dari horor lokal kebanyakan. Yuk, kita ulas bareng apa yang bikin film ini wajib masuk watchlist kamu!

Kampung Jabang Mayit: Ritual Maut mengisahkan Weda (Ersya Aurelia), seorang model muda yang lagi di puncak karier, tapi tiba-tiba dunia dia jungkir balik gara-gara skandal besar bareng pacarnya, Bagas (Bukie B. Mansyur).

Dalam keputusasaan, Bagas mengajak Weda kabur ke kampung halamannya, Desa Rangkaspuna, yang ternyata bukan kampung biasa.

Desa ini punya sejarah kelam sebagai tempat pembuangan mayat tak dikenal dan dikuasai oleh dukun kejam bernama Ni Itoh (Atiqah Hasiholan). Ni Itoh ini bukan dukun sembarangan; dia ngelakuin ritual aborsi ilegal dengan bayi sebagai tumbal demi keabadian. Serem, kan?

Ceritanya sendiri adalah prekuel dari utas viral karya Qwertyping (Teguh Faluvie) yang udah bikin netizen merinding sejak 2022.

Film ini nggak cuma ngulang cerita aslinya, tapi memberi perspektif baru dengan fokus ke peristiwa-peristiwa kelam yang jadi latar belakang desa terkutuk ini.

Weda dan Bagas awalnya cuma mau menyelesaikan masalah mereka, tapi malah terjebak dalam kutukan kuno yang haus tumbal.

Pilihan mereka cuma dua: melawan atau jadi bagian dari ritual maut. Plotnya penuh intrik, misterius, dan bikin deg-degan, apalagi dengan twist yang nggak terduga di akhir cerita.

Ulasan Film Kampung Jabang Mayit: Ritual Maut

Tangkapan layar salah satu adegan di trailer film Kampung Jabang Mayit: Ritual Maut (youtube.com/MD Entertainment)

Salah satu yang bikin Kampung Jabang Mayit standout adalah gaya visualnya. Beda dari film horor yang biasanya gelap dan penuh kabut, film ini memakai pendekatan visual terang tapi tetap mencekam. Bayangin, desa yang cerah di siang hari tapi bikin bulu kuduk berdiri karena rahasia kelamnya.

Sinematografinya ciamik, memberi nuansa periode akhir 80-an yang autentik, dari kostum sampai set desa yang bikin aku ngerasa beneran ada di sana. Musik dan sound design-nya juga juara, bikin suasana makin kelam tanpa perlu hantu muncul setiap lima menit.

Sutradara Wisnu Surya Pratama bilang, horor nggak cuma soal hantu seram atau jumpscare. Menurut dia, ketakutan yang paling ngena itu datang dari situasi kehidupan yang kompleks, seperti keputusan salah atau kehilangan orang tersayang. Nah, pendekatan ini bikin film ini nggak cuma serem, tapi juga bikin kita mikir soal konsekuensi pilihan hidup.

Pemainnya? Jangan ditanya! Ersya Aurelia sebagai Weda benar-benar mencuri perhatian. Dia berhasil ngegambarin perjalanan emosional Weda dari seorang model glamor yang penuh percaya diri sampai jadi sosok yang rapuh dan ketakutan.

Tantangan terbesarnya adalah ngelupas lapisan-lapisan emosi Weda, dan Ersya nail it banget. Bukie B. Mansyur sebagai Bagas juga nggak kalah oke, chemistry mereka bikin konflik pasangan ini terasa nyata.

Tapi yang bikin orang ngomongin adalah Atiqah Hasiholan sebagai Ni Itoh. Perannya sebagai dukun kejam yang dingin dan penuh misteri bikin merinding.

Atiqah memberi kedalaman pada karakter yang bisa aja jatuh ke stereotip dukun jahat, tapi dia bikin Ni Itoh terasa manusiawi sekaligus menyeramkan. Pemain pendukung seperti Rachquel Nesia sebagai Rini, Nessie Judge, dan Yudi Ahmad Tajudin juga nambah warna cerita.

Di balik horornya, film ini juga mengangkat isu berat, terutama soal aborsi dan konsekuensi moralnya. Cerita ini nggak cuma soal hantu atau kutukan, tapi juga tentang perjuangan perempuan, keputusasaan, dan dampak dari keputusan yang salah.

Wisnu Surya Pratama bilang, film ini dipersembahkan untuk perempuan, dan itu kelihatan dari cara cerita menyoroti perjuangan Weda dan ibu-ibu lain di desa. Isu ini disampaikan tanpa terasa preachy, malah bikin kita refleksi soal nilai-nilai kemanusiaan.

Meski punya banyak kelebihan, film ini nggak sepenuhnya sempurna. Menurutku pacing di tengah agak lambat, terutama saat cerita fokus ke konflik batin Weda.

Buat yang mengharapkan horor penuh jumpscare, mungkin bakal sedikit kecewa karena film ini lebih main di atmosfer dan psikologis. Tapi, ini justru jadi kekuatan buat penonton yang suka horor yang lebih dalam.

Kampung Jabang Mayit: Ritual Maut adalah angin segar di perfilman horor Indonesia. Dengan cerita yang kuat, visual yang beda, akting solid, dan isu sosial yang menggigit, film ini berhasil bikin merinding sekaligus bikin mikir.

Buat kamu yang suka horor lokal dengan bumbu mistis dan cerita yang nggak cuma soal takut-takutan, film ini wajib banget masuk daftar tonton. Apalagi, ini diadaptasi dari utas viral yang udah terbukti bikin orang ketagihan! Jangan lupa cek jadwal di XXI, CGV, atau Cinepolis, dan siap-siap tenggelam dalam teror Desa Rangkaspuna.

Rating pribadi dari aku: 8.5/10. Karena horor yang nggak cuma bikin jantungan, tapi juga ngena di hati dan pikiran!

Ryan Farizzal