Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Budi Prathama
A.R Baswedan. (Wikipedia)

Pemilik nama lengkap Abdul Rahman Baswedan mungkin sedikit orang yang mengenalnya sebagai pejuang bangsa, padahal kiprahnya terhadap bangsa Indonesia bisa dibilang juga amat banyak. A.R Baswedan adalah pendiri dan menjadi ketua Partai Arab Indonesia (PAI) sebelum Indonesia merdeka. Bukan hanya itu, A.R Baswedan juga pernah menjadi ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tahun 1945, dan pernah ditunjuk sebagai Wakil Menteri Penerangan pada tahun 1946.

Seperti yang ditulis dalam buku “Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan” karangan Johan Prasetya, A.R Baswedan lahir pada 9 September 1908 di Kampung Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Ia adalah putra dari pasangan Awad Baswedan dan Aliyah binti Abdullah Jarhum. Meskipun ayahnya dikenal sebagai konglomerat di masanya, tetapi A.R Baswedan tumbuh sebagai tokoh pergerakan nasional dengan didikan islam yang kaut.

Sejak muda A.R Baswedan aktif di Muhammadiyah dan menjadi anggota Jong Islamieten Bond. A.R Baswedan menyadari bahwa penyebaran ide yang efektif bisa dilakukan dengan media massa. Makanya tidak heran jika ia menjadi anggota redaksi harian di Sin Tit Po pada tahun 1932. Bukan itu saja, ia juga masuk ke harian Soera Oemoen milik PBI (Persatuan Bangsa Indonesia, yang didirikan oleh dr. Soetomo) dalam rentang waktu 1932-1934.

Setelah dari Soera Oemoen, A.R Baswedan menjadi redaktur surat kabar Matahari di Semarang. Hingga pada tanggal 1 Agustus 1934, tulisan A.R Baswedan tentang nasionalisme orang-orang peranakan Arab dimuat di harian Matahari. Ia menghimbau agar warga keturunan Arab membantu perjuangan Indonesia.

Setelah artikel tersebut dimuat dan sempat menghebohkan, A.R Baswedan mengumpulkan orang-orang peranakan Arab di Semarang, kemudian mendirikan Partai Arab Indonesia (PAI) dengan A.R Baswedan diangkat sebagai ketuanya. Sejak menjadi ketua PAI, A.R Baswedan pindah ke Jakarta dan menerbitkan majalah Sadar.

Pada tahun 1945, A.R Baswedan diangkat sebagai ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan ditunjuk sebagai Wakil Menteri Penerangan pada tahun 1946. Jabatan tersebut masuk dalam kabinet Syahrir II dari Masyumi. Kemudian A.R Baswedan kembali diangkat sebagai anggota misi diplomatik Republik Indonesia ke Timur Tengah pada tahun 1947 bersama dengan Haji Agus Salim, Muhammad Natsir, dan Muhammad Rasjidi.

Karier politik A.R Baswedan pun terus berlanjut setelah kemerdekaan Indonesia, pada Pemilu 1955 A.R Baswedan terpilih sebagai anggota Konstituante dari Partai Masyumi. Ia bergabung dengan partai itu setelah menolak menghidupkan kembali Partai Arab Indonesia (PAI) yang telah dibubarkan Jepang.

Hari-hari kehidupan A.R Baswedan pun dihabiskan sebelum meninggal dunia di dunia jurnalistik dan aktif menjadi kontributor di berbagai media massa di tanah air. A.R Baswedan meninggal dunia dalam usia 78 tahun. Jenazahnya pun dimakamkan di TPU Tanah Kusir berdampingan dengan para pejuang Indonesia yang menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Budi Prathama