Kalimat ini pasti pernah muncul dan kalian dengar:
"Kok hari ini nyenengin banget ya? Aku bahagia banget. Eh, jangan-jangan habis ini ada apa-apa lagi! Ngak nggak! Aku nggak berhak ngerasain kebahagiaan ini. Pasti habis ini sedih sejadi-jadinya!"
Contoh ilustrasi kalimat di atas diwakili dengan idiom bahasa inggris: Calm Before The Storm. Menurut tr-ex.me, idiom ini menggambarkan bagaimana suasana terasa aman dan damai sebelum suatu hal yang menyibukkan/menantang/menakutkan menimpa. Idiom ini mewakili orang yang khawatir akan kesenangan yang didapat karena takut akan mengalami sesuatu yang buruk sesudahnya.
Lalu apakah senang dan sedih itu adalah sebuah gambaran sebab-akibat?
Psikiater dr. Jiemi Ardian dalam akun tiktoknya @jiemiardian menjabarkan fenomena ini. bahwa ketika seseorang mengalami suatu kesenangan namun setelah itu akan merasakan kesedihan, orang akan beranggapan bahwa demi menghindari kesedihan, maka dia juga akan menghindari kebahagiaan apapun itu. Apakah itu adalah anggapan yang benar?
Senang dan sedih merupakan bentuk emosi yang harus diterima dan bersifat sementara. Tidak ada kesenangan yang abadi maupun kesedihan yang abadi. Kedua emosi tersebut bukanlah bentuk dari sebab akibat dan akan segera melebur sendiri.
Rasa senang merupakan bentuk pekerjaan bagi otak sehingga melakukan fungsi dan kerjanya hingga merasa lelah, leburnya perasaan senang adalah tanda bahwa proses tersebut memerlukan waktu istirahat sehingga rasa senang tersebut menjadi netral. Pernah kan kita merasakan senang terus menerus tapi ujung-ujung menjadi hambar? Selamat! Kita akan berpindah ke level yang lebih baru dan stabil.
Adapun ketika kita tiba-tiba menangis tanpa adanya pemicu spesifik menurut dr. Jiemi bisa diakibatkan dengan beberapa hal di bawah ini:
- Stress dan kelelahan tubuh yang dibiarkan terus menerus
- Adanya emosi yang dibiarkan menumpuk dan kita tidak tahu cara meregulasinya
- Gangguan kejiwaan seperti depresi, dll (tidak boleh self diagnosis)
Bagaimana menanganinya?
Kita harus menyambut emosi yang datang dengan lapang dada dan memeluk mereka sepenuh hati karena mereka akan pergi setelahnya. Perasaan yang kita rasakan tidak bisa semerta-merta kita ubah, kita tidak bisa memaksa perasaan untuk tidak merasa sedih, takut ataupun marah. Perbedaannya dengan pemikiran adalah kita bisa mengevaluasi dan mengkritisi pikiran yang salah.
Perasaan yang dapat divalidasi membuat kita akan merasa lebih baik dan lebih lapang untuk merasakannya. Namun pikiran juga perlu kita evaluasi. Sadarilah bahwa perasaan yang datang tak selamanya akan bercokol dalam diri, karena mereka akan melebur, hilang dan berganti menjadi lebih stabil, karena itu sejatinya merupakan sifat dari perasaan itu sendiri.
Tag
Baca Juga
-
Parenting Bullyproof untuk Anak Tahan Bully, Bagaimana Tanggapan Psikiater?
-
Mengenal Counterdependency: Hidup dengan Kemandirian yang Berlebihan
-
Kenali 4 Bahaya Self Diagnosis yang Harus Kalian Tahu!
-
8 Cara Ini Bisa Meredam Emosimu yang Meledak! Praktekkan Yuk!
-
15 Jurnal Prompts ini Bisa Bantu Kamu Healing Lebih Cepat! Coba Yuk!
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel Semasa, Mencari Arti Rumah dalam Kisah Keluarga Kecil
-
Review Aku Tahu Kapan Kamu Mati: Desa Bunuh Diri, Sekuel yang Lebih Ngeri
-
Ulasan Film 'Green Book': Bersatunya Dua Perbedaan dalam Satu Mobil
-
Mengungkap Sisi Lain Jakarta dalam Novel Cerita-Cerita Jakarta
-
Ulasan Film The Lobster: Dunia Distopia yang Tak Ramah untuk Para Jomblo
Terkini
-
7 Drama Korea Tayang Desember 2024, Ada Squid Game Season 2!
-
Transparansi Menjaga Demokrasi di Balik Layar Pemilu, Wacana atau Nyata?
-
Sinopsis Drama Korea Who Is She, Dibintangi Kim Hae Sook dan Jung Ji So
-
Polemik KPU Menghadapi Tekanan Menjaga Netralitas dan Kepercayaan Publik
-
Coffee Shop Menjamur di Era Sekarang, Apakah Peluang bagi Para Pengusaha?