Sosok Muhammad Wahib Wahab salah satu tokoh yang banyak kiprahnya dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, terutama di kalangan GP Ansor, dan lingkup TNI. Muhammad Wahib Wahab pernah menjadi anggota Pembela Tanah Air (PETA) pada masa pendudukan Jepang, Wahib juga ikut bergabung degan Barisan Hizbullah yang dibentuk pada 4 Desember 1944 sebagai kekuatan cadangan PETA.
Bahkan dalam panggung politik nasional, Wahib juga pernah menempati posisi terpenting dalam pemerintahan, di antaranya menjadi Menteri Urusan Kerja Sama Sipil-Militer, Menjadi Menteri Muda Agama pada masa Kabinet Kerja ke-1, dan menjadi Menteri Agama Kabinet Kerja ke-2.
Muhammad Wahib Wahab lahir pada tahun 1916 di Surabaya. Ia merupakan putra dari pasangan Kiai Haji Wabah Hasbullah dengan Khodijah. Wahib pertama kali menuntut ilmu di Madrasah Taswirul Afkar, seperti ditulis dalam buku “Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan” karangan Johan Prasetya.
Setelah selesai dari Taswirul Afkar, Wahib selanjutnya masuk di Pesantren Tambakberas Jombang. Kemudian melanjutkan pendidikan di pesantren Tebuireng, di bawah asuhan Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Wahib juga pernah menjalani pendidikan di Makkah kurang lebih dua tahun, tepatnya di Madrasah al-Falah pada tahun 1935.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945, Wahib masuk sebagai tentara sukarela PETA. Di PETA ia bertindak sebagai komandan peleton. Ketika ada kesempatan untuk berkumpul dengan masyarakat, ia justru senantiasa mengobarkan semangat perlawanan untuk mengusir Jepang dari tanah air.
Ketika dibentuknya Tentara Rakyat Indonesia (TKR) pada 7 Juni 1946 dengan menyatukan laskar-laskar bersenjata, maka waktu itu pula kekuatan Hizbullah diintegrasikan ke dalam TNI. Wahib menjadi perwira TNI yang bertugas sebagai penghubung dengan laskar-laskar perjuangan yang belum melebur ke dalam TNI. Atas prestasi kemiliteran dan pengalaman dalam organisasi yang dipandang cukup, Wahib diangkat menjadi Komandan Resimen TNI Jombang, sekaligus menjabat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia (KNI) Malang. Kemudian, Wahib kembali dipercayakan untuk masuk ke Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta. Walaupun Wahib tinggal sudah tinggal di Jakarta, tetapi ia masih dipercaya sebagai ketua NU cabang Jombang periode 1948.
Pada awal-awal kedatangannya di Jakarta, Wahib terlibat dalam dinamika politik ibu kota dalam kiprahnya di Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Pada waktu GP Ansor dipimpin oleh Chamid Widjaja, Wahib masuk ke dalam jajaran kepengurusan bagian siasat. Wahib yang juga dikenal sebagai politisi, sehingga karier politiknya pun memuncak dan menempati posisi terpenting di pemerintahan usai Indonesia merdeka.
Baca Juga
-
10 Cara Mengatur HP agar Bisa Melantunkan Al-Quran Semalaman Tanpa Khawatir Baterai Rusak
-
Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Perlunya Akses Pendidikan Merata
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Angkara Murka: Horor dan Kekuasaan di Balik Gelapnya Tambang
-
Ulasan Novel The Three Lives of Cate Kay: Antara Karier dan Keluarga
-
Film Komedi Kinda Pregnant, Kebohongan Kehamilan Menjadi Realita Emosional
-
6 Rekomendasi Wisata Air Terjun di Sumba, Ada yang Mirip Niagara
-
Review Film Lilo & Stitch: Live-Action yang Cuma Dibikin Ulang?
Terkini
-
Netflix Buka Suara Soal Yeji ITZY Gabung Alice in Borderland Season 3
-
4 Klub Unggas Sudah Berjaya di Tahun 2025, tapi Masih Ada Satu Lagi yang Harus Dinantikan!
-
Haechan akan Merilis Lagu The Reason I Like You, OST Second Shot At Love
-
Film Animasi KPop Demon Hunters Umumkan Jajaran Pengisi Suara dan Musik
-
Wacana BRI Liga 1 Tambah Kuota 11 Pemain Asing, Ini 3 Dampak Negatifnya